Bagi Kepala BPJPH Hari Pahlawan Sebagai Refleksi Kepahlawanan
Peringatan Hari Pahlawan bertujuan untuk mengenang kembali jasa dan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang mengusir penjajah dari Indonesia.
Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November. Bagi Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham, hari pahlawan merupakan momentum refleksi semangat kepahlawanan yang menjadi inspirasi anak bangsa, untuk mengisi kemerdekaan dengan segenap upaya terbaiknya.
"Semangat kepahlawanan menginsiprasi setiap langkah kita untuk mengisi kemerdekaan dengan melakukan upaya terbaik sesuai bidang masing-masing," kata Aqil usai mengikuti Upacara Hari Pahlawan di Kantor Kementerian Agama, Rabu 10 November 2021.
Menurut Aqil, semangat kepahlawanan, juga sangat relevan dengan upaya segenap anak bangsa untuk dengan gigih bersatu menghadapi segala tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Termasuk tantangan bersama dalam memerangi pandemi seperti sekarang ini.
Berbagai upaya dilakukan bangsa ini untuk dapat bertahan dan berangsur bangkit sampai hari ini merupakan bukti bahwa Indonesia adalah bangsa pejuang yang tangguh. "Apapun tantangan yang dihadapi, kita tidak boleh berhenti. Kita harus tangguh dan terus bertumbuh," ujarnya.
Aqil pun mengajak semua masyarakat bersama-sama untuk terus merawat semangat para pahlawan. "Untuk menjaga Indonesia tanpa memandang golongan, suku, ras, agama, dan perbedaan lainnya"..
Bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan setiap tanggal 10 November, sesuai yang ditetapkan melalui Keppres No.316 Tahun 1959. Peringatan Hari Pahlawan bertujuan untuk mengenang kembali jasa dan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang mengusir penjajah dari Indonesia.
Kemunculan peringatan Hari Pahlawan berawal dari peristiwa para pemuda Indonesia melakukan pertempuran sengit di kota Surabaya selama tiga pekan pada November 1945. Pada saat itu, para tentara bersama rakyat Indonesia yang mendukung kemerdekaan berperang melawan pasukan Inggris dan Belanda.
Pertempuran itu menewaskan Jenderal Mallaby, pimpinan pasukan Inggris di Jawa Timur, pada 30 Oktober 1945. Kematian Mallaby itu pun memicu kemarahan tentara Inggris, sehingga pada 9 November 1945 memberikan ultimatum kepada Indonesia untuk menyerahkan seluruh persenjataan. Jika menolak, Inggris mengancam akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.
Dengan penuh keberanian dan semangat juang sepenuh jiwa raga, tentara dan rakyat Surabaya memilih untuk mengabaikan permintaan Inggris itu. Kemudiam terjadilah pertempuran yang hebat yang mengorbankan puluhan ribu rakyat Surabaya. Pertempuran itu kemudian menjadi simbol nasional perlawanan Indonesia terhadap penjajahan.