maaf email atau password anda salah


Ditjen EBTKE

Keniscayaan Transisi Energi Baru Terbarukan

Melalui optimalisasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap diharapkan dapat mempercepat misi bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025

arsip tempo : 171411276468.

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga surya.. tempo : 171411276468.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana, mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mengejar bauran energi 23 persen pada 2025. Rancangan undang-undang merupakan inisiatif DPR.

Selama ini, kata Dadan, pemanfaatan EBT masih tergolong rendah yakni sebesar 35 megawatt (MW) dengan sebanyak 4.000 konsumen. Pada 2020, penambahan listrik sudah mencapai 200 MW. Adapun hingga bulan Agustus 2021, sudah terjadi penambahan sebanyak 217 MW.

Melalui Undang-undangNomor 30 Tahun 2007, pemerintah juga menyediakan insentif untuk pemanfaatan EBT.  Hal tersebut sejalan dengan target pemerintah pemanfaatan EBT mencapai 23 persen pada tahun 2025. Termasuk komitmen penandatangan Paris Agreement dengan capaian 29 persen pada tahun 2030 mendatang.

“Banyak upaya yang dilakukan pemerintah terutama Kementerian ESDM bagaimana untuk mendorong pemanfaatan EBT ini,” kata Dadan, Kamis, 27 Agustus 2021.

Salah satu yang sudah berjalan adalah implementasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap yang berdasarkan regulasi memiliki rasio 1:0,65. Berdasarkan data dari PLN, setiap rumah yang menggunakan PLTS Atap yang dapat memproduksi listrik sebanyak 100 kWh dalam sebulan.

Dari total produksi tersebut, sebanyak 76 persen dihabiskan untuk konsumsi rumah tangga. Sedangkan sebanyak 24 persen akan dititipkan ke PLN. Adapun sektor industri, jumlah daya yang dititipkan ke PLN sebesar 8 persen. “Inilah namanya model map metering. Jadi dipakai dulu ke konsumen kemudian lebihnya dikirim ke PLN,” kata Dadan.

Dadan menambahkan, berdasarkan target 3,6 GW yang dicanangkan Kementerian ESDM sampai 2025. Angka tersebut merupakan hasil perhitungan yang dilakukan pemerintah untuk didaftarkan ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sehingga bila target 3,6 GW tersebut masuk dalam jaringan, hal tersebut kemudian dapat dikembangkan dengan map metering.

Melalui target 3,6 GW tersebut, menurut Dadan, nantinya akan terdapat potensi pengurangan penerimaan hingga mencapai Rp 5,7 triliun. Selain itu, konsumsi 3 juta ton batu bara juga dapat dikurangi penggunaannya. Di sisi lain juga dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 121 ribu orang, dengan potensi meningkatkan nilai investasi sebesar Rp 45 triliun sampai Rp 63 triliun.

“Termasuk juga mendorong terciptanya industri hijau agar menghasilkan produk hijau. Karena sekarang kita lihat banyak industri yang bergeser ke negara tetangga karena di sana memang listriknya lebih hijau dari kita,” ungkapnya.

Ketua Harian Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mengatakan pemanfaatan EBT merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. Namun, dalam implementasinya diperlukan masa transisi yang sebaiknya diterapkan di daerah luar Jawa dan Bali yang mengalami kekurangan listrik.

Selain PLTS, kata dia, sumber EBT lainnya seperti pembangkit listrik tenaga panas (PLTP) juga dapat dioptimalkan agar dapat memasok energi yang ramah lingkungan. “Transisi energi perlu proses yang baik sehingga tidak terjadi kanibalisme. Termasuk di sisi konsumen punya hak untuk mendapatkan keandalan pelayanan dan harga yang wajar dan terjangkau dan sumber energi ramah lingkungan,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Resource Studies, Marwan Batubara, menyarankan pertemuan yang melibatkan unsur perguruan tinggi, PLN, dan Kementerian ESDM untuk secara serius membahas implementasi EBT melalui PLTS Atap. Hal tersebut perlu dilakukan agar prinsip keadilan dan layanan yang berkelanjutan dapat menjadi perhatian.

“Kalau PLTS saya kira bisa saja dilanjutkan dengan memegang prinsip keadilan dan aturan yang ada silakan dipertahankan. Yang lebih penting target energi bersih itu memang menjadi pegangan utama,” pungkasnya.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 26 April 2024

  • 25 April 2024

  • 24 April 2024

  • 23 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan