maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Google

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin


Ditjen EBTKE

Pengembangan Energi Bersih Mendorong Nilai Ekonomi

Pengembangan PLTS Atap membuka peluang bisnis penjualan listrik ke PLN dan perdagangan karbon.

arsip tempo : 171161993980.

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga surya.. tempo : 171161993980.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendorong masyarakat menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Dorongan ini sebagai bentuk komitmen tercapainya target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.

Salah satu inisiasi yang ditempuh adalah menyesuaikan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 jo Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan kondisi kebutuhan energi listrik di masyarakat.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana, mengatakan revisi Peraturan Menteri Nomor 49 Tahun 2018 ditujukan bagi masyarakat membuka peluang lebih mudah mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan serta meningkatkan kontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. “Perubahan peraturan menteri ini setelah mempertimbangakan masukan dari berbagai kalangan, baik industri, asosiasi, maupun masyarakat dengan tetap mengusung fairness," ujarnya, Jumat, 27 Agustus 2021.

Dadan menjelaskan revisi peraturan didasari karena penambahan jumlah kapasitas PLTS Atap belum sesuai dengan target yang diharapkan, pengaduan masyarakat tentang waktu layanan PLTS Atap tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM (perbedaan harga dan standar kWh meter ekspor-impor) dan meningkatkan keekonomian PLTS Atap. “Inisiasi ini kami ambil lebih dini supaya masyarakat menikmati listrik dari sumber energi bersih dengan nilai keekonomian kompetitif sehingga bisa bersaing dengan energi fosil," kata Dadan.

Salah satu poin penting yang diatur dalam revisi peraturan menteri adalah meningkatkan ketentuan ekpor listrik dari pelanggan PLTS Atap ke PLN dari 65 persen menjadi 100 persen. "Ini merupakan pemberian insentif yang lebih baik ke masyarakat yang memasang PLTS Atap,” ujar Dadan.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE).

Berdasarkan laporan PT PLN (Persero) dan survei Kementerian ESDM, energi listrik yang diekspor ke PLN oleh pelanggan PLTS Atap rumah tangga 24-26 persen dan industri sebesar 5-10 persen.

Tidak tercapainya nilai ekspor 100 persen karena produksi listrik PLTS Atap digunakan lebiuh dulu pelanggan. Sisanya dari penggunaan listrik kemudiaan di ekspor ke PLN. Dadan menegaskan pelanggan diperjualbelikan PLTS Atap.

Pemerintah menargetkan hingga 2025, kapasitas terpasang PLTS Atap sebesar 3,6 giga watt (GW). Hal ini berdampak positif terhadap penurunan konsumsi batu bara sebesar 2,98 juta ton per tahun.

Dadan mengatakan pengembangan PLTS Atap berpotensi penyerapan tenaga kerja sebanyak 121 ribu orang, potensi investasi sebesar Rp45–63,7 triliun pembangunan fisik PLTS Atap dan Rp 2-4 triliun untuk pengadaan kWh ekspor-impor. Selain itu mendorong green product sektor jasa dan industri serta potensi penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 4,58 juta ton CO2e.

Dadan mengakui pengembangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW diperkirakan bakal mengurangi pendapatan PLN sebesar Rp 5,7 triliun per tahun. “Rp 4,9 triliun per tahun kehilangan potensi pendapatan PLN adanya perubahan pemenuhan listrik pelanggan (4,58 GWh),” ujarnya.

Sedangkan potensi kerugian akibat ekspor-impor PLTS Atap ke grid PLN sebesar Rp 0,86 triliun per tahun. “Berpotensi mengurangi pendapatan PLN dari konsumen yang memanfaatkan PLTS Atap, tapi ini bukan kerugian," kata Dadan.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan kerugian real PLN sebesar Rp 270 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 590 miliar karena tidak menjual listrik ke pelanggan lain. Angka tersebut berdasarkan perhitungan biaya pemeliharaan yang harus ditanggung perseroan dan komponen lain yang masuk dalam non-fuel cost sebesar 31 poersen dari total pembentuk biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan. "Asumsi ini berlaku jika demand (listriknya) seperti sekarang," ujaranya.

Hasil kajian Kementerian PMK 170/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik dan PMK 174/PMK.05/2019 menunjukan terjadi kenaikan BPP sebesar 1,14 Rp/kWh (0,08 persen), kenaikan subsidi Rp0,07 triliun (0,13 persen), kenaikan kompensasi Rp0,23 T (0,91 persen) dibandingkan dengan nilai kWh ekspor PLTS Atap sebesar 65 persen.

Dari total subsidi sebesar Rp54,57 triliun, pemerintah hanya membayar sekitar Rp54,34 triliun karena adanya pengurangan energi listrik yang dikonsumsi pelanggan PLTS Atap. Nilai penghematan sebesar Rp 230 miliar.

Menurut Rida, PLN bisa melakukan pengelolaan di sisi supply dengan melakukan pengaturan pola jam operasi pembangkit termal dan hydro. Selain itu menyediakan reserve margin yang cukup, menyiapkan pembangkit load follower, dan baterai/storage untuk mengimbangi intermitensi, melakukan pemantauan dan evaluasi produksi energi listrik dari PLTS Atap.

PLN juga melakukan digitalisasi untuk pembangkit, dispatch, transmisi dan distribusi, smart meter sehingga dapat mengelola fluktuasi daya dari PLTS Atap dengan lebih baik.

Di sisi demand, PLN dapat melakukan efisiensi dengan melakukan penyediaan sistem billing tagihan pemakaian listrik untuk mengakomodasi konsumen menggunakan PLTS Atap, melakukan demand creation seperti electrifying lifestyle (migrasi ke kompor induksi, kendaraan listrik, smart home), electrifying agriculture (migrasi dari mesin bakar ke mesin listrik) dan melakukan akuisisi pembangkit captive di pabrik-pabrik. "Kami akan terus dorong PLN menjadi lebih efisien sehingga bisa menyesuaikan dengan gejolak pasar yang luar biasa saat ini," kata Dadan.

Rida berharap pemanfaatan energi terbarukan melalui panel surya atap memberi peluang bisnis baru di sektor energi. "Ini bisa menjadi peluang bisnis baru, PLN bisa menyediakan paket pemasangan atau pemeliharaan PLTS atap," ujarnya.

Demi menekan kerugian PLN, penyediaan jasa pemasangan dan pemeliharaan PLTS Atap merupakan langkah praktis dengan menawarkan skema cicilan yang bundled dengan pembayaran tarif listrik kepada pelanggan. Perusahaan listrik negara juuga bisa menawarkan listrik PLTS Atap kepada industri atau komersial dengan tarif khusus untuk periode waktu tertentu. Adapula listrik dari PLTS Atap bisa dijadikan bagian dari Renewable Energy Certificate (REC) atau tarif layanan khusus EBT yang ditawarkan kepada semua pelanggan, termasuk pemilik pembangkit fosil.

Menurur Rida peluang bisnis lain adalah penjualan nilai karbon dari pelanggan PLTS Atap. "Sekarang ini mengemuka sedang digagas mengenai perdagangan karbon (carbon tax). Perlu diingat, potensi penerimaan (perdagangan karbon) ini akan besar, kalau sekiranya kapasitas terpasang PLTS Atap makin besar," kata dia.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 Maret 2024

  • 27 Maret 2024

  • 26 Maret 2024

  • 25 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan