Kaum Muda Menyatukan Suara Mengatasi Perubahan Iklim
JAKARTA - Youth Virtual Conference 2021 yang diselenggarakan Tempo Media Group bersama Ford Foundation dan Forest Digest dengan tema #UntukmuBumiku pada Ahad, 6 Juni 2021 melahirkan “Manifesto Orang Muda Indonesia untuk Perubahan Iklim”.
Sebelas inspirator dari berbagai komunitas yang berperan dalam lahirnya manifesto itu, yakni Abex (komunitas Anak Bebek) yang membawakan presentasi, “Mencintai Lingkungan dengan Traveling”; Lasma Natalia (Perempuan Penjaga Bumi Tempo), “Perjalanan Mendampingi Masyarakat Melawan Perusak Lingkungan; Rara Sekar, “Berkebun Menciptakan Ketahanan terhadap Krisis”; dan Ananda Badudu, “Perjuangan untuk Lingkungan melalui Karya Jurnalistik dan Musik”.
Selanjutnya, Melisa Kowara, “Implementasi #JusticeClimateNow untuk Anak Muda”; Kynan Tegar, “Pemuda Adat dan Para Penjaga”; Ramon Y. Tungka, “Perilaku Bijak Mencegah Deforestasi”; Soraya Cassandra (Kebun Kumara), “Mendekatkan Masyarakat Kota dengan Alam”; Robi Navicula, “Musik sebagai Media Pergerakan”; Nurul Sarifah (Kpop 4 Planet), “Jaga Bumi ala Komunitas”; dan Du Anyam “Green Living, Green Business”.
Diskusi antargenerasi muda dari berbagai daerah di Indonesia dilaksanakan untuk melahirkan gagasan yang inovatif dan pernyataan sikap. Mereka menegaskan, sudah saatnya suara generasi muda didengar. Semua pihak harus bergerak bersama, menyatukan langkah demi lingkungan yang lebih baik dan perubahan berkelanjutan.
Berikut adalah hasil Youth Virtual Conference 2021 #UntukmuBumiku:
Manifesto Orang Muda Indonesia untuk Perubahan Iklim
#UntukmuBumiku
Jakarta, 6 Juni 2021
Kami, 223 orang muda dari seluruh Indonesia, berkumpul dalam “Youth Virtual Conference 2021” pada hari ini, 6 Juni 2021. Kami berkumpul dan berseru kepada kita semua, tua, muda yang tinggal di kota dan di desa, tentang pentingnya menyatukan langkah untuk mewujudkan Indonesia yang berpihak pada lingkungan, keadilan, dan keberlanjutan.
Setiap generasi punya revolusinya sendiri. Kita, generasi muda saat ini, punya revolusi merestorasi lingkungan, antisipasi, serta mencegah keparahan dampak sosial-ekonomi dari perubahan iklim. Bergerak saat ini pun sudah terlambat, apalagi jika kita tidak bergerak.
Kita tak bisa menunggu, mari bersama bergerak menuju keadilan. Terapkan tindakan hukum bagi perusak lingkungan, lindungi para pejuang lingkungan, dan jangan ada diskriminasi.
Kami, orang muda Indonesia, memahami bahwa krisis ekologi, sosial, dan perubahan iklim bukan sekadar dongeng. Perubahan iklim nyata adanya. Longsor, banjir, angin topan, yang dipicu deforestasi dan perubahan lahan yang semena-mena semakin sering terjadi. Sebagian besar kita adalah masyarakat rentan yang tinggal di pulau-pulau kecil, di area rentan, di kota yang air tanahnya disedot habis oleh gedung-gedung tinggi, juga di wilayah yang hutannya telah gundul berganti tambang dan perkebunan raksasa. Sebagian besar kita adalah masyarakat rentan yang merasakan dampak degradasi lingkungan dan perubahan iklim dengan lebih berat.
Meredam dampak perubahan iklim harus diiringi dengan perubahan cara pandang terhadap masyarakat adat. Persepsi tentang masyarakat adat sebagai masyarakat tertinggal harus diubah menjadi masyarakat adat sebagai yang berada di garis depan melindungi hutan. Hutan adalah jati diri masyarakat adat.
Kita harus belajar memahami pengetahuan tradisional yang dipraktikkan masyarakat adat untuk melestarikan lingkungan, saling berbagi pemikiran, dan mendefinisikan ulang istilah kemajuan dan pembangunan sebagai upaya adil sejak dalam pemikiran. Kita wajib menghargai alam dan hutan sebagai sumber kehidupan. Sebagai upaya mendukung masyarakat adat dalam melestarikan lingkungan kita perlu bersatu padu mensejahterakan masyarakat adatnya.
Kami percaya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak seharusnya mengorbankan lingkungan dan masyarakat yang rentan. Kami percaya bahwa pertumbuhan ekonomi bisa dan harus diselaraskan dengan kepentingan menjaga dan merestorasi alam. Pemerintah harus mendukung dan memfasilitasi pertanian dan kewirausahaan sosial yang pro rakyat dan pro lingkungan.
Hutan kita adalah aset utama yang harus kita jaga sepenuh jiwa. Ecogreen, eco literasi, adalah tanggung jawab kita semua. Bumi kita, Indonesia kita, harus bertahan lestari, dan membawa kesejahteraan bagi generasi-generasi mendatang.
Sebagai orang muda Indonesia, kami mengklaim hak kami untuk didengar. Kami adalah juga pemilik bumi ini, Indonesia kita. Jangan rusak bumi kita untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi jangka pendek.
Mari bergerak. Mulai dari rumah kita, pekarangan kita dengan berkebun dan menanam apa yang kita makan. Mari dengarkan suara alam. Mari kembali terhubung dengan alam dalam hidup keseharian, mendekatkan diri dengan alam dan memaknai kehidupan secara kolektif.
Tindakan keseharian yang bisa kita terapkan mulai dari diri sendiri, antara lain tidak memakai plastik sekali pakai, mengadaptasi spirit jagawana yang setia dan tangguh menjaga hutan. Berani mengambil sikap dan tindakan sekecil apa pun, demi kepentingan masyarakat dan bumi.
Kami adalah bagian dari solusi terhadap tantangan perubahan iklim. Kami adalah bagian dari solusi ketimpangan sosial ekonomi yang melebar. Dengarkan kami. Berjalan bersama kami. Duduklah bersama kami. Mari bertukar pikiran dengan kami, bersama daya kreativitas kami, dengan musik, film, menulis, dengan berbagai jenis media dan ekspresi kami. Mari kita memperkaya gerakan dengan berjejaring dengan berbagai kalangan. Mari kita serukan satu suara, menuntut keadilan iklim.(*)