Otonomi Sekolah Menggunakan Dana BOS
JAKARTA – Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Suyanto, menyatakan sudah menantikan sejak lama perubahan skema pemberian dana bantuan operasional sekolah (BOS) regular. Menurut dia, penyaluran BOS secara langsung kepada sekolah lebih realistis dibandingkan sebelumnya.
Suyanto mengatakan sekolah mendapatkan tanggung jawab penuh dalam penggunaan serta pelaporannya. “Sekarang sampai ke sekolah itu artinya sekolah punya otonomi dalam penggunaan dana BOS,” ujarnya, kemarin.
Dengan skema ini, kata Suyanto, penyaluran dana semakin efektif. Artinya, sekolah tak harus menunggu lama karena birokrasi. Sekolah dapat segera merencanakan dan langsung menggunakan dana BOS dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan. “Ini efektif karena kurangi peluang terjadinya penyimpangan,” tuturnya. ujarnya.
Fleksibilitas alokasi dana BOS reguler tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Dalam beleid ini sekolah dapat menetapkan kebutuhan secara otonom dan bertanggung jawab. Sejumlah batasan yang diatur sebelumnya, seperti pembayaran guru honorer maksimal 50 persen kini ditiadakan.
Dalam kebijakan ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengizinkan satuan pendidikan menggunakan dana BOS untuk pembelian pulsa/paket data bagi pendidik dan peserta didik. Selain itu, dana bantuan dapat digunakan pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, cairan pembasmi kuman (disinfektan), masker dan penunjang kebersihan lainnya.
Kepala Sekolah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 20 Jakarta, Dadan, mengatakan selama pandemi sekitar 20 persen dana BOS dialihkan untuk sistem pembelajaran. Dana yang diterima juga digunakan untuk persiapan belajar tatap muka ketika sekolah diberi kesempatan untuk menjadi piloting project belajar tatap muka tahap pertama.
Selain itu, lewat dana BOS, sekolah dapat menyiapkan insfrastruktur persiapan sekolah tatap muka terbatas dengan membangun tempat cuci tangan, menyediakan hand sanitizer, sabun cuci tangan dan thermo gun. Sekolah bisa membuat spanduk sosialisasi pencegahan Covid-19 dan masker cadangan untuk siswa. "Sekitar 20 persen dana BOS digunakan untuk pembelanjaran di masa pandemi Covid-19," ujar Dadan.
Dadan mengatakan tidak mengalami kendala penyaluran dana BOS dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama pandemi Covid-19. Menurut dia sistem pencairan dana memudahkan sistem administrasi sekolah.
Sekretaris Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sutanto, menjelaskan penyaluran dana BOS berbeda dibandingkan 2019. Kebijakan baru ini lebih efisien dan cepat sekolah menerima dana. “Pada 2021, dana BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa dikalikan biaya per satuan pendidikan dan disesuaikan dengan tingkat kemahalan per Kabupaten/Kota,” kata dia.
Menurut Susanto, dana BOS memberikan ruang kepada kepala sekolah untuk mengatur dan bertanggung jawab atas segala pengularan sekolah. Kebijakan fleksibel ini, kata dia, tak memberikan batasan dalam penggunaannya dan sekolah dapat mengalokasikan sesuai kebutuhan dalam menunjang mutu pendidikan. “Bisa digunakan untuk peningkatan kompetensi guru, pengadaan sarana prasarana, untuk membayar jasa listrik, telepon, air, dan internet sekolah,” tuturnya.
Sutanto mengatakan anggaran dana BOD tahun ini masih tetap, untuk satu SD, per anak dalam satu tahun sebesar Rp900 ribu. Pemerintah mengalokasikan dana BOS pada 2021 sebesar Rp52,5 triliun bagi 216.662 satuan pendidikan jenjang SD, SMP, SMA/SMK, dan SLB di Indonesia.
Pemerintah juga mengubah nilai satuan biaya operasional sekolah berbeda antardaerah. Perhitungan berdasarkan indeks kemahalan konstruksi (IKK) dan indeks peserta didik (IPD) tiap wilayah kabupaten/kota.
Rentang nilai satuan biaya per peserta didik per tahun jenjang sekolah dasar (SD) rata-rata kenaikan 12,19 persen dengan satuan biaya Rp900 ribu (terendah) sampai Rp1,96 juta (tertinggi). Sekolah menengah pertama (SMP) rata-rata kenaikan 13,23 persen dengan satuan biaya Rp1,1 juta (terendah) sampai Rp2,48 juta (tertinggi). Kemudian untuk sekolah menengah atas (SMA) rata-rata kenaikan 13,68 persen dengan satuan biaya Rp1,5 juta (terendah) sampai Rp3,47 juta (tertinggi).
Adapun sekolah menengah kejuruan (SMK) rata-rata kenaikan 13,61 persen dengan satuan biaya Rp1,6 juta (terendah) sampai Rp3,72 juta (tertinggi). Sedangkan sekolah luar biasa (SLB) rata-rata kenaikan 13,18 persen dengan satuan biaya Rp3,5 juta (terendah) sampai Rp7,94 juta (tertinggi).
Inforial