Sistem Kesehatan Montefiore, Fakultas Kedokteran Albert Einstein, dan NYU Langone, Amerika Serikat, melakukan uji klinis untuk mempelajari apakah plasma konvalesen yang diambil dari orang yang telah pulih dari Covid-19 efektif dalam mengobati penyakit ini.
Salah satu respons imun tubuh terhadap infeksi virus adalah membuat molekul yang disebut antibodi. Antibodi dapat memerangi infeksi dan mungkin mencegah infeksi ulang pada orang dengan Covid-19 untuk melawan virus.
Plasma dari darah pasien Covid-19 yang telah sembuh kaya akan antibodi protein yang dikeluarkan oleh sel imun yang disebut limfosit B, atau sel B, untuk menargetkan patogen, seperti SARS-CoV-2, untuk dihancurkan.
Plasma satu orang yang sembuh dapat menghasilkan dua dosis bahan transfusi. Pasien yang sakit kritis memerlukan 200-400 mililiter plasma secara intravena dan perkembangannya kemudian dimonitor dengan cermat.
Sementara vaksinasi memberikan kekebalan seumur hidup, dalam kasus terapi antibodi pasif, efeknya hanya berlangsung selama antibodi yang disuntikkan tetap berada dalam darah.
Terapi ini pertama kali digunakan lebih dari satu abad silam pada 1918 selama pandemi flu Spanyol. Contoh penggunaan terbarunya dilakukan dalam wabah ebola pada 2018. Terapi ini juga digunakan dalam epidemi H1N1 pada 2008-2009, SARS pada 2003, dan MERS pada 2012.
Terapi ini, yang dikenal sebagai terapi plasma konvensional, digunakan dalam penyebaran virus selama abad terakhir. Hasilnya menunjukkan adanya harapan dalam mengurangi keparahan penyakit dan menambah tingkat kelangsungan hidup.
Uji coba terkontrol secara acak diikuti oleh 300 orang dengan gejala pernapasan Covid-19. Setengah dari mereka menerima plasma yang mengandung antibodi terhadap virus corona SARS-CoV-2, sedangkan sisanya menerima plasebo.
Relawan untuk uji klinis telah memiliki gejala pernapasan selama kurang dari satu pekan, memerlukan oksigen tambahan, atau telah berada di rumah sakit selama kurang dari empat hari.
"Kami melakukan penelitian ini berdasarkan bukti dari era pra-antibiotik, tapi belum ada bukti ilmiah hal itu benar-benar efektif," kata rekan studi Liise-anne Pirofski, Kepala Penyakit Menular di Montefiore dan Einstein serta pemimpin Proyek Plasma Convalescent-Covid-19.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa plasma konvalesen dapat menjadi pengobatan yang bermanfaat untuk virus corona lain, termasuk SARS. Namun percobaan kali ini bertujuan mendapatkan bukti bahwa cara itu juga efektif untuk pasien Covid-19.
Bulan lalu, Pirofski ikut menulis makalah yang dikutip dalam Journal of Clinical Investigation, yang memperjuangkan penggunaan serum pemulihan sebagai pengobatan untuk Covid-19.
Sejak dimulainya pandemi, Montefiore berhasil merawat dan menyembuhkan sekitar 4.000 pasien Covid-19 yang sakit parah dari 19 rumah sakitnya. Ini merupakan kesempatan untuk mendapatkan plasma dari mantan pasien dan menggunakan antibodi mereka untuk mengobati Covid-19.
"Vaksin mungkin baru akan tersedia lebih dari satu tahun lagi. Sementara itu, mengingat kurangnya kekebalan alami dan vaksin yang tersedia, terapi plasma dapat membantu menyediakan apa yang dibutuhkan tubuh untuk melawan infeksi," kata peneliti utama, Mila Ortigoza, instruktur di Departemen Kedokteran dan Mikrobiologi di NYU Langone Health.
Ortigoza menambahkan, infeksi seperti virus corona baru melompat ke manusia dari hewan berbahaya karena belum ada antibodi terhadap virus tersebut. "Jadi, kami berharap dapat mempelajari apakah antibodi itu dapat menyelamatkan hidup," kata dia.
EUREKALERT | KINGS COLLEGE LONDON | GRAPHIC NEWS | FIRMAN ATMAKUSUMA
Terapi Plasma untuk Pasien Covid-19