Para peneliti di Universitas California, San Diego, Amerika Serikat, berhasil mengembangkan metode baru untuk mengidentifikasi kanker hanya dengan menganalisis pola DNA mikroba dalam darah. Hasil penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Nature, dua pekan lalu.
“Jumlah gen mikroba dalam tubuh manusia jauh lebih banyak daripada gen lainnya. Hal ini tak terlalu mengejutkan karena mereka memberi kita petunjuk penting bagi kesehatan,” kata Rob Knight, Direktur Pusat Inovasi Microbiome, Universitas California.
Para peneliti menggunakan data mikroba dari Cancer Genome Atlas yang berisi informasi genomik ribuan pasien tumor. Dari 18.116 sampel, mewakili 10.481 pasien dengan 33 jenis kanker berbeda, muncul mikroba berbeda yang berkaitan dengan jenis kanker tertentu.
Tim juga mengidentifikasi mikroba yang sebelumnya tak diketahui, yang membedakan jenis kanker. Sebagai contoh, keberadaan spesies Faecalibacterium dapat membedakan kanker usus besar dengan kanker lainnya.
Berbekal profil mikrobioma dari ribuan sampel itu, mereka kemudian menguji ratusan model dengan machine learning untuk mengaitkan suatu pola mikroba dengan kanker tertentu. Machine learning mampu mengidentifikasi jenis kanker hanya dengan melihat data mikroba dari darah.
Para peneliti kemudian menghapus kanker kronis (stadium III dan IV) dari dataset. Hasilnya, mereka menemukan banyak jenis kanker masih dapat dibedakan pada tahap awal meski hanya mengandalkan data mikroba dari darah.
“Hasilnya stabil. Bahkan ketika kami melakukan dekontaminasi bioinformatika pada sampel yang menghilangkan lebih dari 90 persen data mikroba,” ujar dia.
Untuk melihat apakah pola ini cocok dengan kondisi nyata, Knight dan timnya menganalisis sampel plasma yang berasal dari 59 pasien kanker prostat, 25 pasien kanker paru-paru, dan 16 pasien melanoma.
Menggunakan alat baru yang mereka kembangkan untuk meminimalkan kontaminasi, para peneliti mengamati mikroba untuk setiap sampel. Mereka juga membandingkan satu sama lain dan dengan sampel plasma dari 69 relawan yang sehat dan negatif HIV.
Melalui pemodelan machine learning, tim mampu membedakan orang yang memiliki kanker dan tidak. Contohnya, model tersebut dapat mengidentifikasi seseorang yang memiliki kanker paru-paru dengan sensitivitas 86 persen dan tanpa penyakit paru-paru hingga 100 persen.
Para peneliti juga dapat mengetahui partisipan mana yang memiliki ketiga jenis kanker tersebut. Model machine learning dapat dengan tepat membedakan antara orang dengan kanker prostat dan kanker paru-paru. Sensitivitasnya 81 persen.
“Kemampuan membaca satu tabung darah yang memiliki profil DNA tumor lengkap serta DNA mikrobiota merupakan langkah penting dalam memahami kanker,” kata Sandip Pravin Patel, ahli onkologi medis di Moores Cancer Center di UC San Diego Health.
Patel menjelaskan, diagnosis sebagian besar kanker saat ini membutuhkan biopsi bedah atau pengambilan sampel dari tempat yang diduga kanker. Analisis sampel oleh para ahli untuk mencari penanda molekuler yang berkaitan dengan kanker tertentu. “Pendekatan ini memakan waktu lama dan mahal,” kata dia.
Karena itu, salah satu keuntungan deteksi kanker berdasarkan DNA mikroba adalah keanekaragamannya di antara bagian tubuh. DNA manusia pada dasarnya sama di seluruh tubuh.
“Penelitian ini menunjukkan bahwa pembacaan DNA mikroba berbasis darah dapat secara akurat mendeteksi keberadaan dan jenis kanker pada tahap awal tes biopsi cair,” kata Patel. “Selain itu, kanker yang kekurangan mutasi genetik dapat terdeteksi dengan cara ini.”
SCIENCE DAILY | MEDICALXPRESS | AFRILIA SURYANIS