MARYLAND -- Ini memang belum sampai mensintesis kehidupan. Tapi ini sudah satu langkah penting menuju ke sana. Oke, sebut saja ada tiga proses menuju penciptaan sebuah kehidupan. Nah, apa yang dicapai ilmuwan di Institut J. Craig Venter, Rockville, Maryland, Amerika Serikat, sudah sampai pada langkah kedua.
Dimuat dalam situs jurnal Science, Hamilton O. Smith, biolog peraih Nobel, dan koleganya di institut itu, Daniel G. Gibson, ahli bioteknologi yang juga ketua tim, serta ahli genetika, Craig Venter, mengumumkan telah berhasil merekonstruksi genom bakteri Mycoplasma genitalium. Genom bakteri parasit yang biasa menginfeksi saluran genital manusia itu sebelumnya dipecah menjadi serasah yang disebut kaset.
Total ada 101 kaset yang masing-masing berisi 5.000-7.000 pasang rantai basa kode genetik adenin, cytosin, guanin, dan timin milik si bakteri. Prestasinya itu melampaui teknik lainnya yang pernah ada yang hanya mampu merekonstruksi untaian DNA di kelas virus, yang 18 kali lebih sederhana.
Untaian terpanjang rantai DNA yang pernah dibuat terdiri atas 32 ribu pasangan asam. Adapun yang dirajut Smith berasal dari 582.970 pasangan rantai basa.
Mycoplasma genitalium sengaja dipilih Smith dan kawan-kawannya karena selama ini dikenal sebagai organisme paling renik yang mampu hidup mandiri. Bakteri ini mengandung 485 gen, cukup untuk memenuhi syarat kehidupan yang diperkirakan butuh paling minim fungsi dari 400 gen (manusia memiliki lebih dari 30 ribu gen).
"Ini adalah pencapaian teknis yang luar biasa," ujar ahli biokimia Leroy Hood. Ahli yang ikut mendirikan Institut untuk Biologi Sistem di Seattle, Washington, Amerika Serikat, itu menyatakan, "Keberhasilan riset ini menjadi awal dari langkah penting dalam mempelajari bagaimana gen-gen berfungsi bersama dalam sistem untuk menciptakan fenotip (sifat fisik) yang kompleks."
Beberapa memang memandang sinis, tapi Hood dan sebagian pakar biokimia lain tak bisa menyembunyikan suka ria mereka atas riset yang dianggap sebagai terobosan penting dalam teknik rekayasa genetika itu. Riset yang sama menjanjikan pada satu hari nanti akan sampai pada rutinitas penciptaan genom sintetis, termasuk genom milik mamalia.
Pemilik riset tersebut, Smith, mengungkapkan langkah pertama sebelum risetnya yang terbaru sudah dipublikasikan tahun lalu tentang keberhasilan transplantasi genom dari satu spesies bakteri ke spesies bakteri lainnya. Lewat langkah itu, identitas genetik dua bakteri sukses dipertukarkan.
Langkah ketiga, Smith mengatakan, sudah mulai digarap, yakni menyisipkan genom sintesis hasil langkah kedua yang selama ini disimpan dalam tabung uji reaksi ke dalam tubuh bakteri hidup. "Di sana genom itu bisa bekerja penuh dan memproduksi sebuah sel sintetis," katanya.
Smith menunjuk proses terakhir itu seperti rebooting komputer karena sebuah genom diumpamakannya sebagai sebuah sistem operasi yang membuat sel berfungsi. Jika tiga langkah tersebut dapat ditempuh, Smith dan koleganya akan berhasil menciptakan untuk pertama kalinya bentuk kehidupan sintetis, dalam hal ini bakteri sintetis.
Langkah berikut yang diincarnya adalah eliminasi dan menyisakan gen-gen pilihan. Pada tahap ini, produksi bakteri bisa dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, seperti penghasil bahan bakar nabati (biofuel), pembersih sampah beracun, atau pembunuh pemanasan global.
Namun, Smith cepat-cepat menambahkan, menyelesaikan langkah kedua bukan perkara gampang. Menurut dia, mensintesis rangkaian genom utuh jauh lebih sulit ketimbang merangkai sekuens rantai DNA milik virus yang lebih pendek, atau sekadar mengurutkannya.
"Karena semakin banyak rantai pasangan basa, semakin lemah untaian itu, dan mudah putus," katanya sambil menambahkan, "Jadi ini semua masih permulaan."WURAGIL | NATIONALGEOGRAPHIC | BBC | NEWSCIENTIST
Sintetis, Bukan Kehidupan Buatan
Sejak berhasil menciptakan virus polio di laboratoriumnya pada 2002 lalu, tiga serangkai Smith-Gibson-Venter beranjak semakin dekat dengan penciptaan kehidupan sintetis. Tersisa langkah ketiga, yang dianggap paling berat, yakni bagaimana ketiganya bisa mencangkokkan genom sintetis menggantikan genom alami milik Mycoplasma genitalium.
Untuk yang satu ini, Venter bahkan sudah menetapkan tenggat akhir tahun ini. "Saya akan merasa heran kalau akhir tahun ini kami belum berhasil melakukannya," kata Venter.
Begitu langkah tersebut berhasil dilakukan, paripurnalah bidang ilmu baru yang mereka rintis: biologi sintetis. Bidang ilmu ini cukup banyak memicu perdebatan di kalangan para ahli.
"Yang kami tuju adalah kehidupan sintetis, bukan yang buatan," begitu jawaban Smith atas kritik etika yang deras tertuju kepada risetnya. Smith meminta agar dibedakan antara keduanya. "Dengan kehidupan sintetis, kami mendesain ulang kromosom-kromosom sel, bukan menciptakan sistem kehidupan secara keseluruhan," jelasnya.
Toh, beberapa ahli menilai, apa yang dikerjakan Smith dan koleganya itu masih terlalu jauh dari "menyaingi" pekerjaan Tuhan. Eckard Wimmer, profesor biologi molekuler di Universitas New York, menyebut apa yang dikerjakan Smith dan kawan-kawannya bukan mendesain genom dari serasah, tapi dari salinan genom asli ditambah sedikit rekayasa.
"Yang bisa dikatakan saat ini adalah mereka bisa membeli seikat DNA lalu merangkainya jadi satu," ujar George M. Church, profesor genetika di Fakultas Kedokteran Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Wimmer, Church, serta biolog dan juru bicara untuk GeneWatch Inggris, Helen Wallace, bahkan ragu apakah genom itu nantinya bisa menyetel dalam fungsi biologis. Salah-salah, ketiganya mengungkapkan, riset malah dibelokkan untuk menciptakan bakteri atau virus patogen.
Kekhawatiran itu berdasar, karena virus cacar, misalnya, memiliki untaian genom yang jauh lebih pendek daripada yang dijahit Smith dan kawan-kawannya. Secara teori, virus tersebut akan dapat dengan mudah dibuat di laboratorium Venter.
Untuk kekhawatiran yang terakhir ini, Smith menjawab, sudah ada pengaman apabila tekniknya disalahgunakan untuk menciptakan virus mematikan, atau sekadar terjadi kelalaian yang membimbing kepada meledak dan mewabahnya populasi bakteri. Riset, Smith menjelaskan, juga membubuhkan zat pewarna untuk bisa membedakan genom sintetis dari yang alami.
Pengaman juga dibuat dengan menyusupkan sebuah gen khusus yang berperan memblokir genom sintetis menginfeksi manusia atau hewan inangnya.