Sudah lebih dari setahun terakhir, nama Totok Warsito menjadi buah bibir para pemburu sepeda motor tua di Ibu Kota, bahkan Indonesia. Pasalnya, sejak tahun lalu, pria yang akrab dipanggil Pakde itu membuka showroom jual-beli sepeda motor bekas spesialis sepeda motor klasik dan antik. Showroom mungil yang berlokasi di seberang lapangan terbang Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, itu kerap dikunjungi para kolektor dan YouTuber otomotif.
Pakde memang sudah lama mengoleksi sepeda motor tua. Jumlah sepeda motor simpanannya mencapai puluhan. Jenisnya kebanyakan sepeda motor trail, sepeda motor standar, dan sepeda motor bebek. Namun semuanya keluaran tahun jadul, 1960-an sampai 1990-an. “Dulu sekadar mengumpulkan karena saya memang hobi sepeda motor,” kata Totok kepada Tempo, Rabu lalu. “Tapi koleksi saya enggak pernah dijual meski ditawar orang.”
Namun, pada awal 2019, Pakde melihat kemunculan tren restorasi sepeda motor tua yang kembali digemari, terutama di kalangan anak muda. Kebetulan bisnis jual-beli kayu jatinya saat itu sedang lesu. “Saya melihat peluang di bisnis jual-beli sepeda motor tua.” Tebakannya jitu. Begitu ia membuka showroom khusus sepeda motor klasik, peminatnya langsung membeludak. Ia pun melepas beberapa sepeda motor simpanannya.
Karena permintaan terus bertambah, Totok pun harus berburu barang dagangan hingga ke daerah. Kebetulan, di kampung halamannya di Madiun, Jawa Timur, populasi sepeda motor bebek jadul masih berlimpah. “Sepeda motor keluaran tahun 1980-1990-an masih banyak yang pakai. Saya biasanya langsung beli ke pemiliknya,” ujarnya.
Totok berburu sepeda motor tua dengan membawa truk kosong dari Jakarta. Sekali belanja, dia bisa membawa pulang lebih dari 20 unit sepeda motor. “Sebulan bisa dua kali belanja. Selain ke Madiun, saya biasa mencari motor ke Ngawi, Magetan, dan Ponorogo.” Totok juga kerap mencari sepeda motor tua di sekitar Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Meski baru berjalan 1 tahun 4 bulan, omzet showroom yang diberi nama “Galeri Motor Jadoel” itu mencapai puluhan juta rupiah sebulan. “Rata-rata Rp 50 juta sebulan. Paling tinggi bulan kemarin sampai Rp 80 jutaan,” tutur dia.
Pembeli sepeda motor Totok pun berasal dari berbagai daerah. “Sudah pernah kirim ke Batam, Kalimantan, dan pulau lain.” Ia hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut dan tak membuka akun di lapak daring maupun media sosial. Biasanya, konsumen Pakde datang langsung ke showroom untuk mengecek kondisi sepeda motor.
Beberapa jenis sepeda motor yang paling laris dibeli konsumen di Galeri Motor Jadoel antara lain Honda S90 keluaran 1960-an; Honda C70, Yamaha V75, dan Suzuki Family keluaran 1970-an; serta berbagai seri Honda Astrea keluaran 1980-1990-an. Harga jualnya beragam dan bergantung pada kondisi, mulai sekitar Rp 5 juta sampai belasan juta rupiah. “Termahal saya pernah jual Yamaha Yasi Rp 28 jutaan,” kata dia.
Selain bergantung pada kondisi, harga jual sepeda motor klasik itu pun ditentukan oleh tingkat kelangkaannya. “Yamaha Yasi itu sudah tergolong langka, makanya mahal.”
Selain itu, Totok sering diminta merestorasi sepeda motor klasik agar kembali terlihat baru dan memakai suku cadang orisinal. Hal ini bisa menambah mahal banderol motor. Biaya restorasi, kata dia, rata-rata bisa mencapai Rp 2,5-4 juta, di luar harga jual sepeda motor. “Ongkos restorasi bisa lebih mahal kalau spareparts yang dicari sudah langka juga,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan suku cadang bagi sepeda motor konsumennya, Totok rutin berburu ke bengkel-bengkel dan pasar loak di berbagai daerah. Namun tak jarang ia meminta bantuan koleganya yang memiliki bengkel untuk memproduksi suku cadang imitasi bagi sepeda motor tua yang suku cadang aslinya susah dicari. “Dibuat semirip mungkin dengan aslinya.”
Namun Totok tak menjual aneka suku cadang itu ke sembarang orang. “Saya cuma menjual kepada orang yang membeli motornya di toko saya. Jadi, semacam layanan purnajual-lah.”
Tak mengherankan jika ia punya banyak pelanggan. Beberapa di antaranya bahkan kaum kelas atas dan jenderal tentara. “Buat mereka, sepeda motor tua itu mengingatkan pada kenangan masa lalu. Mereka ingin bernostalgia. Makanya harga berapa pun dibeli,” ia bercerita.
Di bagian belakang showroom Totok kini ada puluhan rangka sepeda motor berbagai kondisi yang siap ditawar calon konsumen. Ia optimistis bisnis ini akan tetap ramai hingga beberapa tahun ke depan. “Ya, kalau nanti enggak laku, kan bisa dikilo jadi besi tua. He-he-he.”*
PRAGA UTAMA