Dalam sebuah tayangan di saluran YouTube PaPa TV, komedian Parto Patrio tampak asyik mengulik sebuah korek api di tangannya. Ia akan menyematkan emblem di pemantik api tersebut. Parto menunjukkan koleksinya yang ditata rapi di beberapa etalase di sebuah ruangan di rumahnya. Tak kurang ia mengoleksi sekitar 500 Zippo.
Menjawab pertanyaan putrinya, penyanyi Amanda Caesa, Parto menerangkan bahwa koleksi yang dipajang di ruangan itu sangat beragam. Dari seri Bendera Amerika, Charlie Caplin, Beatles, Hard Rock, Ulang Tahun Zippo, Camel, Elvis Presley, Zippo Perang Dunia, James Bond, Zippo 1960-an, hingga Zippo limited edition.
Ia mengumpulkan pemantik api sejak 1990-an secara perlahan. Ada yang beli langsung, ada pula yang dibeli lewat lelang. "Kadang-kadang saya ikut ngebid di eBay," ujarnya dalam video itu. Ia terpesona saat menonton film Die Hard 2 pada 1990-an, saat adegan sang tokoh melemparkan korek api ke arah musuhnya. Ia pun mulai mengumpulkan Zippo.
Parto mengaku sebagai anggota Zigath Zippo Club Indonesia—komunitas pengoleksi pemantik api buatan Amerika Serikat ini. "Beliau salah satu yang sudah mempunyai kartu anggota," kata Ketua Komunitas Zigath Topo Ngudi Utomo, 50 tahun, yang dihubungi Tempo, Selasa lalu.
Zigath, singkatan dari Zippo Gathering, awalnya dikenal dengan nama ID-Zippo. Dirintis pada 2010-an di forum diskusi di Kaskus, komunitas ini dideklarasikan pada 11 Februari 2011 secara daring. Pendirinya antara lain Subhan Toba, Albert L. Hasibuan, Dedi Sutjiatmadja, Dwi Heri Istiaronie, Bambang Setyawan, dan Candra Setiawan. Subhan Toba disepakati sebagai ketua pertama ID-Zippo.
Komunitas ini kemudian berganti nama menjadi Zigath Zippo Club Indonesia karena perusahaan pembuat Zippo berkeberatan namanya dipakai. Nama Zigath, yang berasal dari Zippo Gathering, kemudian dikukuhkan dalam musyawarah nasional I pada 2015.
Sedianya, pada bulan ini, komunitas itu akan menggelar gathering anggota. Namun wabah membuat rencana temu kangen anggota dan penggemar Zippo itu buyar. Biasanya, saat gathering, komunitas ini meluncurkan merchandise resmi yang dibuat sendiri. "Biasanya di-custom dengan tema tertentu dan terbatas edisinya, hanya 100 buah," ujar Topo.
Ia menuturkan merchandise resmi custom itu punya tema khusus pada setiap gathering, seperti Borobudur, komodo, tari reog, dan tari bedhoyo. Namun gathering tak hanya untuk kangen-kangenan, tapi juga ajang saling bertukar pengalaman dan jual-beli koleksi di antara anggota dan penggemar. Selain menggelar gathering, seharusnya tahun ini mereka mengadakan pertemuan nasional dari 27 cabang di seluruh Indonesia untuk menentukan kepengurusan.
Di luar pertemuan secara fisik, diskusi koleksi dan berbagi pengetahuan berlangsung di laman Facebook mereka, yang beranggotakan lebih dari 6.000 orang. Untuk ajang jual-beli koleksi, mereka pun mempunyai forum khusus. "Ya, forum jual-beli kami pisahkan, jadi lebih fokus. Untuk di Facebook sebagai ajang silaturahmi," tutur Topo. Nah, anggota yang mempunyai kartu anggota mendapat beberapa keuntungan di forum jual-beli ini, seperti subsidi atau privilese untuk item tertentu.
Komunitas yang berbadan hukum dan tercatat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu juga berkegiatan sosial. Selama pandemi, misalnya, mereka berbagi bantuan alat pelindung diri dan bahan pokok untuk mereka yang terkena dampak pandemi corona.
Menurut Topo, para penggemar umumnya memulai mengoleksi Zippo dari ketidaksengajaan karena mempunyai atau menggunakan 1-2 korek api itu. Mereka lalu bertemu dengan sesama penggemar dan bergabung di komunitas. "Kalau sudah gabung di komunitas, biasanya banyak racunnya, ha-ha-ha," ujar Topo mengingat pengalaman pribadinya.
Ia menggemari Zippo sejak 1990 dan bergabung dengan komunitas pada 2013. Meski tidak sebanyak milik Parto, jumlah koleksinya mencapai ratusan, antara lain Zippo seri rokok. Ia rajin berburu pemantik api itu dalam berbagai kesempatan, dari kalangan anggota dan komunitas hingga secara daring di eBay. Namun hal itu tidak mudah. Pembelian barang di kalangan anggota dan penggemar biasanya memakai sistem bid. "Saya pernah tiga kali mengincar satu Zippo, kalah bid terus," ucap Topo.
Bagi mereka, Zippo, selain untuk digunakan dan dikoleksi, menjadi barang investasi. Harga Zippo rata-rata Rp 400 ribu. Semakin langka, terbatas, dan unik, harganya pun makin mahal. Ia mencontohkan, untuk edisi terbatas Zippo custom di gathering yang menjadi rebutan hingga antrean nomor tertentu untuk diundi dan dilelang, harganya bisa bertambah berkali-kali lipat. "Memang tidak selikuid emas, tapi pasarnya ada jika ingin jual," ujar karyawan swasta di Jakarta ini.
Pabrik Zippo membuat produk awal pada 1932, 1935, 1937, hingga kini dengan prototipe dan bahan berbeda. Setiap produksi mempunyai keunikan sendiri, yang masing-masing punya penggemar. Winuranto, 45 tahun, misalnya. Mantan aktivis 1998 yang mengoleksi sekitar 70 Zippo. Favoritnya adalah seri tokoh-tokoh revolusi, seperti Che Guevara, Mao Zedong, hingga Lenin. "Dulu awalnya juga sporadis saja mencarinya." ***
DIAN YULIASTUTI
Koreksi:
Pada tulisan tentang Komunitas Tintin di Koran Tempo edisi 20-21 Juni 2020 berjudul "17 Tahun Tumbuh Bersama Tintin", tertulis Surjorimba Suroto, Ketua Komunitas Tintin. Yang benar adalah pendiri Komunitas Tintin. Tertulis juga Tintin di Jakarta sebagai judul serial yang berlatar Indonesia. Yang benar berjudul Penerbangan 714 ke Sydney.