Kehamilan yang tidak direncanakan memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak dan ibu. Kehamilan semacam ini akan membuat ibu hamil menghadapi konflik batin dalam dirinya dan menolak kehamilan tersebut. Akibatnya bermacam-macam, semisal ibu hamil itu enggan makan dan adanya upaya menggugurkan kandungan.
Topik mengenai perencanaan keluarga menjadi pembahasan sebuah diskusi di Jakarta Selatan pada 26 September lalu. Diskusi itu terkait dengan World Contraception Day (WCD) yang diperingati setiap 26 September di seluruh dunia. Hari Kontrasepsi Sedunia ini merupakan momen untuk menyuarakan pentingnya kesadaran kesehatan reproduksi perempuan dan perencanaan keluarga demi kualitas hidup dan kesejahteraan perempuan serta keluarganya.
Diskusi tersebut mengetengahkan kampanye "The Power of Options". Slogan ini memiliki arti bahwa ibu muda memiliki kesempatan memilih yang terbaik bagi kesehatan reproduksinya dan melakukan perencanaan keluarga yang tepat. Dengan demikian, ibu muda bisa mempersiapkan kehamilan dan menjaga kesehatan selama kehamilan sehingga dapat melahirkan generasi baru yang berkualitas.
Psikolog Anna Surti Ariani mengatakan kehamilan tak direncanakan juga dapat mengakibatkan tumbuh kembang janin terhambat akibat stres yang dialami ibu selama kehamilan. Kehamilan yang direncanakan, kata Anna, bisa membuat ibu dapat mengembangkan diri di bidang yang digelutinya, mampu mengurus keluarga dengan lebih optimal, dan lebih bahagia. Bagi anak, ia juga lebih mendapat perhatian dan tumbuh serta berkembang dengan lebih optimal.
Nina-sapaan akrabnya-mengatakan masyarakat Indonesia kerap memberi tuntutan bagi pasangan yang baru menikah untuk segera memiliki anak, bahkan menambah jumlah anak. Padahal jarak kehamilan ideal secara psikologis adalah 2-5 tahun. Menghadapi tuntutan semacam itu, seorang ibu harus berdaya memilih apakah dan kapan ingin hamil. "Dengan memilih, maka ia jadi lebih bertanggung jawab dalam menjalankan konsekuensinya."
Salah satu opsi yang bisa digunakan adalah berkata tidak ketika suami menginginkan kehamilan tapi istri belum siap. Menurut Nina, laki-laki yang memiliki kepercayaan diri baik takkan berpikir macam-macam begitu ditolak oleh istrinya. Justru akan berpikir positif ada sesuatu pada diri sang istri sehingga menolak.
Namun tak jarang kejadian penolakan semacam ini berujung pada kekerasan rumah tangga. Nina menjelaskan ini terjadi jika laki-laki memiliki kepercayaan diri rendah sehingga merasa sang istri sudah tak menghormatinya lagi sebagai suami. "Kadang-kadang ditampar istrinya atau kekerasan lain. Kadang dia memaksakan, terjadilah marital rape," ucap Nina.
Solusinya, kata Nina, adalah melakukan dialog dengan suami. Jika tak bisa berbicara langsung dengan suami, utarakan hal ini kepada kakak dari suami atau anggota keluarga lain yang dihormati oleh suami. Saran akhir dari Nina adalah menemui konselor perkawinan. Hal ini bisa jadi pilihan sebelum berpikir ke perceraian.
Metode lain yang paling utama bisa digunakan dalam perencanaan keluarga adalah kontrasepsi, khususnya pil. Namun terkadang, karena kesibukan, ibu sering lupa memakainya atau tidak meletakkan pil di tempat yang mudah diambil. Solusinya adalah gunakan dompet atau kantong yang selalu dibawa untuk menyimpan pil kontrasepsi dan gunakan alarm di telepon seluler sebagai pengingat.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), tercatat 214 juta perempuan usia subur di negara berkembang tidak menggunakan metode kontrasepsi modern. Perencanaan keluarga memungkinkan pasangan suami-istri menentukan jumlah anak yang diinginkan dan menentukan jarak kehamilan. Di Indonesia, penggunaan pil kontrasepsi menjadi pilihan terbesar kedua, angkanya sekitar 21,2 persen. Peringkat pertama ditempati oleh kontrasepsi yang angkanya 50,8 persen.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Boy Abidin, mengatakan banyak ibu milenial yang takut menggunakan pil kontrasepsi hormonal karena dapat menyebabkan ketidaksuburan rahim atau berat badan yang bertambah, padahal itu hanya mitos. "Kontrasepsi modern memberikan kekuatan pilihan kepada perempuan juga keluarga untuk merencanakan masa depan."
Boy Abidin menuturkan pil kontrasepsi modern memiliki tingkat efektivitas proteksi kehamilan sebesar 98-99 persen, dan saat ini ada pil kontrasepsi modern dengan kandungan Drospirenone 3 miligram serta Ethinylestradiol 0,03 miligram yang memiliki manfaat tambahan non-kontrasepsi. Semisal mempertahankan berat tubuh serta mengurangi rasa sakit saat menstruasi dan jerawat.
Menurut Boy, keluarga dengan perencanaan baik cenderung memiliki hubungan yang lebih harmonis. Selain itu, urusan finansial menjadi lebih tertata dengan adanya perencanaan yang matang. Hal ini bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Amalia Miller dari University of Virginia pada 2005.
Penelitian itu membuktikan, jika seorang perempuan menikah berusia 20 tahun dapat menunda menjadi ibu selama satu tahun, penghasilan seumur hidupnya akan meningkat sebesar 10 persen. Sebab, ia dapat menyelesaikan pendidikan dan melanjutkan kariernya sebelum memiliki anak. DIKO OKTARA