Konten edukatif yang banyak tersebar di situs berbagi video seperti YouTube ataupun televisi rupanya tak banyak membantu perkembangan kemampuan motorik dan sosial anak balita. Justru, terlalu banyak menonton konten YouTube atau tayangan televisi bisa mengganggu perkembangan keterampilan sosial, komunikasi, pemecahan masalah, dan skill motorik anak-anak ketika usia mereka bertambah.
Hal ini terungkap dalam hasil penelitian Universitas Calgary dan Rumah Sakit Anak-anak Alberta, Kanada, yang dirilis pada awal pekan lalu. "Kebiasaan menonton tayangan melalui layar digital (screen time) cenderung membuat anak-anak bersikap pasif dan tak memberi banyak peluang agar mereka mempelajari hal baru," kata penulis dan peneliti utama riset tersebut, Sheri Merdigan, seperti dikutip dari Reuters, kemarin.
Sheri dan koleganya meneliti 2.441 ibu yang memberikan ponsel, tablet, dan televisi untuk anak-anak balitanya. Lambatnya perkembangan kemampuan motorik dan sosial anak balita itu terjadi pada mereka yang dianggap kelebihan durasi screen time. Hasil studi mengungkapkan, saat berusia 1 tahun, mereka punya kebiasaan menonton selama 17 jam seminggu atau hampir 2,5 jam per hari.
Dosis kebiasaan menonton itu meningkat seiring dengan pertambahan umur mereka. Banyak ibu yang membiarkan anak-anaknya yang masih berusia 3 tahun menonton selama 25 jam seminggu, atau 3,5 jam sehari. Jumlah ini jauh melebihi batas harian satu jam yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics. Dengan batas satu jam sehari, menurut lembaga itu, para anak balita punya waktu yang cukup untuk bermain kreatif dan berinteraksi dengan pengasuh atau teman sebayanya.
Dibandingkan dengan anak balita yang lebih jarang menghabiskan waktu di depan layar, anak berusia 2 tahun yang punya screen time lebih banyak cenderung mencetak skor lebih rendah pada tes skrining perkembangan yang mengukur kemampuan komunikasi, keterampilan motorik halus dan kasar, pemecahan masalah, serta keterampilan sosial. Pola yang sama terlihat pada anak berusia 3 tahun. Semakin banyak screen time mereka, semakin buruk skor pada tes perkembangan ketika mereka mencapai usia 5 tahun.
Menurut Sheri, konten yang tersedia di layar televisi dan gawai tak banyak membantu anak balita menerapkan informasi dan pelajaran ke dalam kehidupan tiga dimensi. Sebagai ilustrasi, tayangan permainan menyusun balok tak otomatis membuat anak balita yang menontonnya bisa melakukan permainan serupa di kehidupan nyata.
Alasan lain screen time memperlambat perkembangan kemampuan anak balita adalah waktu yang terbuang di depan televisi dan tablet berarti membuang kesempatan bagi anak-anak menulis dengan krayon atau bermain, misalnya belajar cara menendang bola secara bergiliran. "Ini adalah keterampilan kritis pada anak usia dini, karena penguasaan keterampilan diperlukan sebelum perkembangan lebih lanjut," ujar dia.
Untuk anak balita, kata Sheri, perkembangan keterampilan itu harus bertahap. "Mereka harus bisa berjalan sebelum mampu berlari, atau anak balita harus tahu cara memegang krayon atau pensil sebelum bisa menuliskan nama mereka sendiri di atas kertas."
Peneliti lain dari Universitas Ottawa, Gary Goldfield, mengatakan, kendati penelitian belum sampai mengungkapkan pengaruh kebiasaan menonton terhadap perkembangan pertumbuhan anak di usia lebih tua, penelitian ini cukup menambah bukti ihwal korelasi kebiasaan menonton dengan perkembangan kognitif, fisik, dan psikologis di usia dini. "Mayoritas anak-anak pada zaman sekarang punya kebiasaan menonton yang lebih lama, sehingga orang tua harus lebih ketat menentukan batasnya," kata dia.
Ahli kesehatan anak dari Rumah Sakit Anak NYU Langone and Bellevue Hospital, New York City, Suzy Tomopoulos, mengatakan bahwa para orang tua yang telanjur membiarkan anak-anak mereka menonton bisa meminimalkan dampak yang timbul. "Risiko negatif screen time bisa dikurangi dengan memastikan konten yang ditonton anak-anak benar-benar edukatif. Bisa juga kebiasaan menonton dilakukan bersama anak lain yang sebaya," tutur dia.
Adapun untuk menekan kebiasaan menonton televisi, Suzy menyarankan para orang tua mematikan televisi di rumah ketika tidak ada orang yang menonton. "Televisi juga sebaiknya dimatikan saat makan bersama dan satu jam sebelum tidur."
PRAGA UTAMA | REUTERS