maaf email atau password anda salah


Mengenal Bioavtur, Bahan Bakar Nabati untuk Industri Penerbangan

Bioavtur adalah bahan bakar pesawat terbang yang berbahan baku sumber daya alam terbarukan, seperti tanaman atau mikroba. Dampak lingkungannya diklaim lebih rendah daripada bahan bakar penerbangan konvensional. 

arsip tempo : 171511094790.

Truk Tangki Avtur milik pertamina di Bandara Sepingan, Balikpapan, Kalimantan Timur. Dok. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo. tempo : 171511094790.

INDONESIA tengah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan rendah emisi karbon. Salah satu bentuk energi terbarukan yang dikembangkan adalah bahan bakar nabati (BBN). BBN adalah energi yang terdiri atas bahan bakar minyak, seperti biodiesel atau bioetanol, yang dicampur dengan minyak nabati murni.

BBN diklaim menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) fosil. Karena itu, mulai Januari 2020, pemerintah menerapkan program B30. Melalui program tersebut, pemerintah mewajibkan pencampuran 30 persen biodiesel dan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar sehingga menghasilkan produk yang dikenal sebagai biosolar B30.

Ketentuan kewajiban B30 untuk biosolar tercantum dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2015 yang mengubah Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.

Selain itu, untuk mendorong penggunaan bahan bakar non-fosil pada sektor penerbangan, pemerintah bersama sejumlah lembaga mengembangkan sumber energi terbarukan lainnya bernama bioavtur. Penggunaan bioavtur dinilai dapat menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor penerbangan. Lantas, apa itu bioavtur? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Tangki penampungan bahan bakar pesawat (Avtur) di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Pertamina, Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten. Dok. TEMPO/ Usman Iskandar

Apa Itu Bioavtur?

Bioavtur adalah bahan bakar pesawat yang dibuat dari campuran avtur dan minyak kelapa sawit 2,4 persen. Bioavtur, yang juga dikenal dengan nama Bioavtur J.24, diciptakan sebagai upaya menurunkan emisi karbon sektor transportasi udara.

Bioavtur di Indonesia merupakan hasil pengembangan katalis “merah-putih” oleh Pertamina Research and Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB). Adapun uji coba terbang bahan bakar bioavtur dilakukan pada pesawat CN-235 Flying Test Bed milik PT Dirgantara Indonesia pada Rabu, 6 Oktober 2021.

Dari hasil uji coba disimpulkan, bioavtur cukup baik digunakan sebagai bahan bakar nabati pesawat terbang. Karena itu, Pertamina pun mulai memproduksi bioavtur pada tahun ini. Produksi bioavtur akan dilakukan di Unit Kilang Cilacap, yang telah lama memproduksi avtur dengan kapasitas harian sekitar 8.000 barel.

Mengutip Indonesia.go.id, bioavtur sebetulnya bukan hal baru dalam industri penerbangan. Di Amerika, Kanada, dan negara-negara Eropa, industri bioavtur telah berproduksi serta digunakan dalam dunia penerbangan selama beberapa waktu. Sejumlah produsen tidak hanya mengandalkan minyak nabati, seperti minyak jagung atau minyak kacang-kacangan, tapi juga memanfaatkan limbah minyak goreng.

Dalam teknologi mesin pesawat saat ini, bioavtur dapat dikombinasikan hingga sekitar 50 persen dari komposisi total bahan bakar. Artinya, perbandingan campuran antara bioavtur dan avtur konvensional dari bahan bakar fosil adalah 50 : 50.

Bioavtur juga menjadi alternatif ramah lingkungan untuk bahan bakar pesawat terbang yang biasanya menggunakan bahan bakar fosil. Penggunaan bioavtur bertujuan mengurangi emisi karbon dan dampak lingkungan dari penerbangan, serta mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang semakin tipis.

Baru-baru ini, Garuda Indonesia menguji penggunaan bioavtur J2.4 pada pesawat-pesawat komersial mereka. Uji coba dilakukan pada pesawat Garuda Indonesia B737-800NG PK-GFX yang menggunakan mesin CFM56-7B. Uji coba ini melibatkan penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju wilayah Pelabuhan Ratu Airspace pada 4 Oktober 2023.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra lewat keterangan tertulis pada Selasa, 10 Oktober lalu, mengatakan uji coba ini melengkapi uji statis yang telah dilaksanakan pada akhir Juli lalu, dengan menggunakan komponen mesin pesawat CFM56-7B.

Melalui berbagai rangkaian uji coba tersebut, penggunaan sustainable aviation fuel (SAF) jenis bioavtur J2.4 pada tipe pesawat Boeing 737-800 menunjukkan respons pesawat baik dan terkendali. "Dengan hasil baik ini, Garuda Indonesia bersama Pertamina siap melanjutkan sinergi ke tahap rencana penggunaan SAF dalam penerbangan komersial kami," ujar Irfan.

Petugas mengisi bahan bakar jenis avtur untuk pesawat di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. Dok. TEMPO/STR/Marifka Wahyu Hidayat

Perbedaan Bioavtur dan Avtur Biasa

Mengutip Palmoilina, bioavtur dengan campuran minyak kelapa sawit disebut memiliki tingkat emisi rendah, tidak memerlukan pembangunan infrastruktur baru, dan tidak memerlukan perubahan mesin pesawat karena kandungan karbon dalam bioavtur sesuai dengan mesin pesawat. Selain itu, penggunaan bioavtur tidak memerlukan perawatan khusus, melainkan hanya perlu diperiksa secara berkala seperti biasanya.

Adapun perbedaan utama antara bioavtur (bahan bakar aviasi berbasis minyak nabati) dan avtur biasa (bahan bakar aviasi konvensional) adalah sebagai berikut.

 1. Sumber Bahan Bakar 

Bioavtur diproduksi dari campuran minyak sawit dan bahan bakar minyak. Penggunaan SAF dapat mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Sementara itu, avtur biasa diproduksi dari minyak bumi.

 2. Jejak Karbon

Bioavtur cenderung memiliki jejak karbon yang lebih rendah karena bahan bakar tersebut dihasilkan dari sumber-sumber biologis dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Sedangkan avtur biasa memiliki jejak karbon yang lebih tinggi karena berasal dari minyak bumi.

3. Ketergantungan pada Sumber Daya Terbarukan

Penggunaan SAF seperti bioavtur mendorong pemanfaatan sumber daya terbarukan dan berkelanjutan, seperti minyak sawit untuk produksi bahan bakar. Sedangkan avtur biasa bergantung pada pasokan minyak bumi yang terbatas dan tidak terbarukan.

RIZKI DEWI AYU

Konten Eksklusif Lainnya

  • 7 Mei 2024

  • 6 Mei 2024

  • 5 Mei 2024

  • 4 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan