Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Terbatas untuk Dalam Kota

Pemilik perusahaan otobus masih belum terpikir menggunakan bus listrik untuk armadanya. Keterbatasan fasilitas pengisian daya menjadi alasan.

1 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bus Listrik di terminal Senen, Jakarta, 31 Oktober 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Tren penggunaan bus listrik diperkirakan masih belum menjangkau rute bus jarak jauh. Ketua Dewan Perwakilan Daerah Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan, para pemilik perusahaan otobus belum terpikir mengkonversi armada mereka ke bus listrik karena minimnya jumlah infrastruktur isi ulang daya. “Saat ini baru operator trayek perkotaan yang merambah ke bus listrik,” tuturnya kepada Tempo, kemarin, 31 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan padatnya jadwal operasional dan tingginya tingkat permintaan bus lintas kota, kata Shafruhan, pengelola angkutan membutuhkan depot pengisian bahan bakar di berbagai rute. Meskipun PT PLN (Persero) sudah mengembangkan 150 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang menjangkau tempat istirahat di jalan tol, pemanfaatannya masih terfokus untuk mobil listrik pribadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para pengelola angkutan dalam kota pun masih kesulitan mengikuti iklim bisnis kendaraan listrik. Selain karena kendala pembiayaan, minimnya infrastruktur menghambat niat para anggota Organda untuk bergabung ke program elektrifikasi armada. Menurut Shafruhan, terdapat 30 operator bus dan 11 operator angkutan kecil (mikro trans) dalam lingkaran Organda DKI, tapi hanya sebagian kecil yang sudah menyanggupi transisi armada ke model setrum.

“Di tengah kondisi pemulihan pendapatan, peralihan akan sangat bertahap dan pelan-pelan. Mungkin masih butuh dua tahun lagi,” ujarnya.

Direktur Utama PT SAN Putera Sejahtera, Kurnia Lesani Adnan, menyebutkan armada listrik belum cocok untuk kebutuhan pengguna bus jarak jauh, termasuk angkutan pariwisata yang berjalan di luar trayek reguler. “Masyarakat menginginkan jadwal yang lebih fleksibel, sementara penggunaan bus EV masih akan terhambat waktu pengisian baterai.”

Direktur Operasi dan Keselamatan PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta, Yoga Adiwinarto, pun sempat menyinggung soal kurangnya fasilitas pengisian daya listrik untuk bus. Berbeda dengan SPKLU biasa, stasiun pengisian daya baterai bus membutuhkan ruang parkir yang besar serta fasilitas kapasitas besar—sekitar 150-200 kilowatt. Manajemen sudah mencanangkan pengembangan 12 lokasi pengisian daya bus listrik di sekitar DKI Jakarta.

“Kami akan mengembangkan charging station di terminal-terminal ujung tempat pemberhentian akhir,” tuturnya. Namun rencana ini baru akan dioptimalkan setelah pengadaan lebih banyak armada listrik.

Bus listrik di Terminal Senen, Jakarta, 31 Oktober 2022. Tempo/Tony Hartawan

Perluasan Penggunaan untuk Bus Kota

Staf Ahli Utama Menteri Perhubungan, Budi Setiyadi, juga mengatakan butuh waktu adaptasi panjang hingga para pemilik otobus bisa menyediakan angkutan setrum. Jangankan untuk pengadaan bus listrik baru, upaya konversi atau modifikasi armada lama pun belum berjalan mulus.

“Yang pasti, kajian atau research and development (RnD) untuk konversi armada terus berjalan,” kata dia, kemarin. “Jika RnD berhasil, tahap selanjutnya pasti lebih mudah.”

Pada tahap awal, kata Budi, program transisi bus listrik perkotaan bisa diakomodasi lembaganya melalui buy the service (BTS)—program yang dulu dipakai untuk menggenjot mobilitas angkutan di daerah terpencil. Dalam skema BTS, Kementerian mengasup subsidi 100 persen biaya operasional kendaraan kepada operator peserta program.

Setelah Medan, Surakarta, Denpasar, Yogyakarta, dan Palembang, area BTS kini sedang diperluas ke Bandung, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, dan Banyumas. “Bus listrik akan mulai kami pakai di BTS Bandung dan Surabaya dulu. Armadanya dari sisa acara G20,” ucap dia.

Kementerian Perhubungan sebelumnya sudah memesan 53 bus listrik untuk kebutuhan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada bulan ini. Dinamai Bus Listrik Merah Putih, jangkauan operasi setiap unit mencapai 160 kilometer, dengan perkiraan durasi 2,5 jam untuk pengisian ulang daya.

Kementerian rencananya menempatkan 39 unit bus listrik untuk armada bus kota di Surabaya, sedangkan 14 unit lain untuk Bandung. Program BTS di kedua kota akan dimulai pada pertengahan Desember 2022, tak lama setelah G20. “Tapi dari target itu, sepertinya baru 34 unit yang bisa kami pakai setelah G20. Yang pasti, pemerintah sudah mendorong penggunaan armada listrik juga,” kata Budi.

Direktur Utama PT INKA, Budi Noviantoro, sebelumnya menyatakan optimistis bisa mendongkrak tingkat kandungan lokal dalam negeri (TKDN) bus listrik hingga lebih dari 40 persen. Syarat itu memang dibebankan pemerintah kepada INKA pada awal penugasan proyek produksi bus EV. “Yang dipakai untuk spesifikasinya adalah baterai LiFePo 138 kilowatt dengan drive range 160 kilometer dan berat maksimum 8 ton,” tuturnya. “Tim kami merancang struktur yang kuat dan lebih ringan daripada bus pada umumnya.”

ANNISA NURUL AMARA (MAGANG) | YOHANES PASKALIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus