JAKARTA – Kondisi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membaik pada 2020. Untuk pertama kalinya sejak 2017, tak ada gagal bayar klaim pelayanan kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan pihaknya mampu memenuhi kewajiban klaim pada 2020, termasuk kekurangan bayar dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 15,51 triliun.
"Saat ini kami surplus arus kas sebesar Rp 18,74 triliun," ujarnya, kemarin. Angka tersebut didapat dari perhitungan laporan keuangan 2020 yang belum diaudit.
Perbaikan keuangan juga terlihat dari kenaikan nilai aset bersih BPJS Kesehatan. Realisasi aset bersih pada 2020 membaik menjadi minus Rp 6,36 triliun dan semakin mendekati batas minimal nilai aset bersih dana jaminan sosial kesehatan. Pada 2019, nilai aset bersih BPJS Kesehatan mencapai minus Rp 10,7 triliun.
Kelengkapan administrasi peserta di kantor BPJS Kesehatan Cabang Pasar Minggu, Jakarta, 14 Mei 2020. Tempo/Tony Hartawan
Berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, jumlah aset BPJS Kesehatan minimal harus mencukupi estimasi pembayaran klaim untuk 1,5 bulan ke depan dan paling banyak sebesar estimasi pembayaran klaim untuk 6 bulan ke depan. Untuk memenuhi ketentuan minimal tersebut, BPJS Kesehatan harus memiliki aset bersih Rp 13,93 triliun.
Salah satu faktor pemicu membaiknya kondisi keuangan BPJS Kesehatan adalah kenaikan iuran peserta. Pada pertengahan tahun lalu, pemerintah mengatur kenaikan iuran melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Dalam aturan tersebut ditentukan iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu. Sedangkan kelas II dinaikkan dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu. Peserta kelas III pun tidak terkecuali. Besar iuran kelas ini naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35 ribu. Kelompok tersebut dibantu subsidi dari pemerintah sebesar Rp 7.000.
Kenaikan tersebut diimbangi dengan partisipasi peserta. Fachmi mencatat penerimaan iuran sepanjang 2020 mencapai Rp 133,94 triliun akibat adanya kepatuhan pembayaran iuran. "Kami juga berupaya sungguh-sungguh mengendalikan pembiayaan," ujar Fachmi. Indikatornya ialah pengembalian tagihan yang tidak sesuai dengan ketentuan kepada fasilitas kesehatan. Sepanjang tahun lalu, BPJS Kesehatan mengembalikan tagihan senilai Rp 1,3 triliun. Adapun jumlah biaya pelayanan kesehatan yang dibayarkan pada 2020 sebesar Rp 78,19 triliun.
Fachmi menuturkan BPJS Kesehatan juga menambah upaya untuk menarik lebih banyak peserta. Saat ini total peserta sudah sebanyak 222,46 juta orang. Dia berharap masyarakat tidak hanya mendaftar saat sakit. "Kami advokasi dan edukasi masyarakat yang tidak menjadi peserta untuk bekerja bersama," kata dia.
Peserta BPJS Kesehatan mengurus kelengkapan administrasi di kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, 14 Mei 2020. Tempo/Tony Hartawan
Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menyatakan pandemi juga turut mendorong kinerja positif BPJS Kesehatan. Selama periode ini, banyak peserta yang enggan mendatangi fasilitas kesehatan lantaran khawatir akan penyebaran Covid-19.
Timboel menyatakan BPJS Kesehatan seharusnya tak perlu menderita akibat defisit jika pemerintah sejak awal mengikuti masukan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk menaikkan iuran. "Kalau saja pemerintah sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengikuti perhitungan aktuaria DJSN, sebenarnya tidak perlu terjadi defisit," katanya. Dia mengapresiasi BPJS Kesehatan dan pemerintah saat ini yang telah memutuskan menaikkan iuran.
Dia berharap direksi baru BPJS Kesehatan bersedia menyesuaikan kebijakan dengan perhitungan DJSN untuk mempertahankan kinerja positif saat ini. Masa jabatan pengelola jaminan kesehatan yang saat ini dipimpin Fachmi akan berakhir pada 19 Februari 2021.
Salah satu tugas yang perlu diperhatikan direksi baru adalah komitmen layanan jaminan kesehatan yang ditanggung pemerintah daerah. "Ini jadi tantangan ke depan untuk memastikan penerimaan iuran bisa lebih baik," tuturnya. Jika tak diawasi dengan baik, jumlah peserta dan penerimaan BPJS Kesehatan bisa turun.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, menyoroti perbaikan nilai aset bersih BPJS Kesehatan. Pasalnya, meski terjadi perbaikan, menurut Tulus, nilainya belum mencapai angka minimal yang telah ditentukan. "Perlu juga diperhatikan apakah surplus ini permanen atau hanya sementara," ujarnya. Sebab, dia mengimbuhkan, menurunnya tingkat kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan sebesar 40 persen membuat kewajiban pembayaran klaim juga menurun.
HENDARTYO HANGGI