JAKARTA – Kenaikan harga pendingin ruangan alias AC pada tahun ini tidak terelakkan. Sharp Electronics Indonesia bahkan sudah menaikkan harga AC sejak Desember lalu. Menurut National Sales Senior General Manager Sharp Electronics, Andry Adi Utomo, harga produk pendingin sudah naik sebesar 7 persen.
"Kenaikan terjadi salah satunya karena biaya kontainer naik empat sampai lima kali lipat," ujar Andry kepada Tempo, kemarin.
Selain itu, ia menambahkan, kenaikan harga terjadi karena pengetatan prosedur impor barang konsumsi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga. Menurut Andry, kelangkaan terjadi karena kuota impor hanya diberikan sebesar 5 persen dari biasanya.
"Saat ini sudah ada tambahan kuota yang kedua, yang cukup sampai pertengahan tahun ini," tutur Andry.
Penjualan air conditioner (AC) di Jakarta, 2017. TEMPO/Amston Probel
Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia, Iffan Suryanto Muslim, berujar bahwa sejumlah produsen AC sudah menaikkan harga sekitar 5-10 persen pada tahun ini. Dia mengungkapkan kelangkaan pasokan terjadi akibat pengetatan kuota impor dari pemerintah dan kenaikan harga kontainer.
Selain itu, kenaikan harga dipicu oleh meningkatnya harga komponen dan produk jadi dari Cina sejak Januari lalu. "Menurut saya, kenaikan tak berhenti sampai di sini, karena masih ada peluang untuk naik lagi," ujar Iffan.
Ia memperkirakan kenaikan harga akibat ketiga faktor pemicu itu sebetulnya lebih besar dari 10 persen. Namun produsen masih membatasi kenaikan harga lantaran mempertimbangkan daya beli konsumen. "Kenaikan 10 persen saja sudah cukup membuat kaget pasar. Tapi, kalau tidak dinaikkan, bisa cepat gulung tikar," ujar Iffan.
Selain berimbas pada kenaikan harga, ia mengimbuhkan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68 Tahun 2020 memukul kinerja penjualan. Sebab, persetujuan impor yang diberikan pemerintah rata-rata hanya cukup untuk kebutuhan 1-1,5 bulan penjualan.
Ia mengakui saat ini sudah ada beberapa importir yang mengajukan kuota kedua kepada Kementerian Perdagangan dan diterima. "Saya belum tahu kuotanya berapa. Tapi, yang pasti, jumlahnya tetap kecil dibanding keperluan atau permintaan," kata dia.
Kebijakan tentang impor alas kaki, elektronik, dan sepeda itu berlaku sejak Agustus lalu. Tujuannya adalah untuk menekan impor barang konsumsi yang masuk ke Indonesia. Kementerian Perdagangan mencatat, pada Mei-Juni 2020, impor barang konsumsi, seperti tank, makanan dan minuman, alas kaki, serta elektronik, naik 50,64 persen. Bahkan ada beberapa barang yang pertumbuhannya di atas 70 persen.
"Sehingga perlu dimonitor perilaku dan tren impor beberapa produk tersebut melalui mekanisme kebijakan yang baru terbit," tutur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi, beberapa waktu lalu.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, terdapat tiga jenis kelompok barang yang diatur tata niaganya dengan jumlah total pos tarif atau kode Harmonized System (HS) sebanyak 11 pos. Produk elektronik yang diatur adalah mesin pengatur suhu udara dengan pos tarif HS 8415.10.10 dan 8415.10.90.
Dengan terbitnya peraturan itu, pelaku usaha wajib memiliki persetujuan impor dan laporan surveyor untuk pemenuhan persyaratan impor. Selain itu, mekanisme pengawasan berubah, dari semula di luar kawasan pabean menjadi di dalam kawasan pabean.
"Impor barang konsumsi selama tiga tahun terakhir secara keseluruhan memang meningkat, tapi ketiga barang yang dimaksudkan naik secara signifikan selama tiga bulan terakhir," tutur Didi.
LARISSA HUDA
***
