JAKARTA - Pemerintah dan otoritas keuangan melanjutkan penyusunan rancangan undang-undang omnibus law sektor keuangan. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan aturan tersebut akan menyasar pendalaman pasar keuangan, integrasi kebijakan, hingga upaya mendorong pembiayaan investasi.
“Undang-undang mengenai Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), asuransi, dan pasar modal harus ditinjau ulang karena perkembangan pasar begitu cepat,” katanya, kemarin.
Perry mengatakan reformasi sektor keuangan dibutuhkan pada era perkembangan teknologi informasi digital yang kian pesat. Peningkatan peran lembaga, perluasan pengawasan, hingga penguatan kewenangan lembaga-lembaga tersebut dibutuhkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. “Jadi, ini adalah reformasi menyeluruh.”
Secara garis besar, aturan itu antara lain akan menata ulang kewenangan kelembagaan sektor keuangan, meliputi fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia, OJK, serta LPS. Termasuk di dalamnya berisi tentang kebijakan penanganan masalah perbankan dan non-bank, hingga penguatan koordinasi antarlembaga.
Logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada sebuah bank di Jakarta, 25 Juni 2020. Tempo/Tony Hartawan
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan RUU tersebut nantinya akan diintegrasikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, juga sejumlah kebijakan lainnya, seperti cetak biru Sistem Pembayaran dan Pengembangan Pasar Uang Indonesia 2025 oleh bank sentral serta rencana induk Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2021-2025 yang diterbitkan OJK.
“Pemerintah akan memperbaiki regulasi dan tata kelola sektor keuangan, bukan hanya perbankan tapi juga lembaga dana pensiun, pasar modal, lembaga pembiayaan, dan industri keuangan non-bank,” ucapnya.
Menurut Suahasil, upaya mengembangkan dan menguatkan sektor keuangan menjadi perhatian pemerintah. Diskusi dan koordinasi mengenai hal ini terus dilakukan melalui forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang terdiri atas Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan, lembaganya terus melakukan persiapan untuk membuat omnibus law sektor keuangan yang difokuskan pada sejumlah solusi. Salah satunya ditujukan untuk mengatasi persoalan ketidakcocokan pembiayaan dengan sumber pendanaan dan beberapa kebijakan lainnya.
“Kami mencoba menjawabnya dalam omnibus law, apakah nanti perbankan kami dorong untuk menghimpun pendanaan jangka panjang atau menjajaki opsi lainnya,” ucapnya. Pendanaan jangka panjang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur.
Petugas melayani pengaduan masyarakat melalui telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, 2016. Tempo/Tony Hartawan
Kebijakan berikutnya berkaitan dengan transformasi digital sektor perbankan, termasuk perbankan skala menengah kecil dan bank perkreditan rakyat. Menurut dia, otoritas keuangan akan mendorong bank untuk mengembangkan produk digital, seperti teknologi finansial dan security crowd funding.
Direktur Riset Center of Reform on Economics Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan saat ini memang banyak terjadi anomali di sektor keuangan, seperti suku bunga kredit perbankan yang masih tinggi meski Bank Indonesia telah agresif menurunkan suku bunga ke level terendah sepanjang sejarah, yaitu 3,75 persen.
“Pemerintah perlu memahami akar masalah perekonomian sebelum menerbitkan omnibus law sektor keuangan. Cek lagi mana regulasi dan kebijakan yang kontraproduktif."
Berikutnya, di tengah pandemi, kebijakan prioritas lain yang perlu dipertimbangkan masuk ke omnibus law sektor keuangan adalah mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
GHOIDA RAHMAH