Selama ini diyakini bahwa bentuk paruh burung berevolusi untuk menyesuaikan jenis makanannya. Tapi para peneliti dari University of Bristol, Inggris, menemukan bahwa bukan hanya makanan yang membuat paruh berubah, melainkan juga peruntukannya.
Penelitian dilakukan terhadap spesies burung finch Galapagos yang memiliki bentuk paruh berbeda untuk makanan berbeda. Burung finch atau kutilang—satu genus dengan burung pipit di Kepulauan Galapagos—pernah dipakai Charles Darwin untuk mengembangkan teori evolusi.
Para peneliti berasumsi hubungan fungsi dan bentuk paruh ini berlaku untuk semua spesies burung. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Evolution ini menunjukkan bahwa jenis makanan bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi bentuk paruh burung. Malah hubungannya tak terlalu kuat.
Dengan mengukur bentuk paruh berbagai spesies burung modern dari koleksi museum dan melihat informasi tentang bagaimana paruh digunakan oleh spesies yang berbeda untuk mengkonsumsi makanan yang berbeda, tim dapat menilai hubungan antara bentuk paruh dan perilaku makan.
Infografis Iltek
Penulis senior Emily Rayfield dari School of Earth Sciences, University of Bristol, mengatakan pendekatan pertama adalah menguji prinsip lama yang diyakini, yakni bentuk dan fungsi paruh burung berkaitan erat dengan jenis makanan mereka. “Ini setahu kami,” kata dia.
Penulis utama Guillermo Navalon mengatakan temuan ini membuktikan bahwa hubungan antara bentuk paruh dan jenis makanan ternyata tak terlalu kuat. Walau ada hubungan, banyak spesies dengan bentuk paruh serupa ternyata mengkonsumsi makanan berbeda.
Jesus Marugan-Lobon dari Universidad Autonoma de Madrid, Spanyol, mengatakan hasil studi ini juga membuktikan bahwa burung menggunakan paruh untuk berbagai hal. “Karena itu, masuk akal jika paruh burung berevolusi tidak hanya untuk makan, tapi juga untuk menyelesaikan banyak tugas lainnya,” kata dia.
Penelitian yang dilakukan tim ilmuwan internasional dari Inggris, Spanyol, dan Amerika Serikat ini merupakan bagian dari upaya untuk lebih memahami pendorong utama evolusi paruh pada burung.
Jen Bright, rekan penulis dari University of South Florida, Amerika Serikat, mengatakan telah melihat hasil yang sama pada burung pemakan daging. Tapi, ia menegaskan, inilah untuk pertama kalinya sebuah studi mempelajari hubungan antara bentuk paruh dan ekologi di semua kelompok burung.
Menurut Navalon, hasil penelitian ini memiliki implikasi penting untuk studi fosil burung. “Kita harus berhati-hati dalam menyimpulkan ekologi pada burung purba, yang sering kita asumsikan hanya berdasarkan bentuk paruhnya,” kata dia.
Karena itu, Navalon menyatakan dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya penyebab utama di balik evolusi bentuk paruh burung.
SCIENCE DAILY | PHYS | FIRMAN ATMAKUSUMA