JAKARTA – Segmen korporasi masih menjadi andalan perbankan nasional untuk memacu kinerja penyaluran kredit tahun ini. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan, dibanding segmen lainnya, penyaluran kredit korporasi tumbuh paling tinggi, yaitu 8,6 persen secara tahunan hingga triwulan III 2020 atau setara dengan Rp 252 triliun. Hingga akhir tahun ini, BCA membidik pertumbuhan kredit korporasi sebesar 10-12 persen.
"Masih ada korporasi besar yang tetap jalan di tengah pandemi, bahkan ada yang permintaannya malah meningkat," ujarnya dalam acara diskusi virtual di Jakarta, kemarin.
Jahja mencontohkan korporasi yang bergerak di bidang infrastruktur jangka panjang dan produsen barang dan jasa yang dibutuhkan pada masa pandemi. Sepanjang Januari-September 2020, kata dia, BCA telah melepas kredit baru sekitar Rp 45 triliun untuk segmen korporasi. Meski demikian, Jahja mengimbuhkan, tingkat ketidakpastian segmen ini juga tinggi, sehingga bank harus terus melakukan pemantauan secara berkala.
Kondisi serupa dialami PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, yang per September lalu mencatatkan pertumbuhan kredit keseluruhan sebesar 3,79 persen atau Rp 873,7 triliun. Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menuturkan, segmen korporasi mencatatkan pertumbuhan 4,9 persen secara tahunan menjadi Rp 313,6 triliun. "Segmen ini masih menjadi andalan dengan kontribusi 35,89 persen terhadap total kredit," ujar Siddik.
Namun, ucap dia, tak sedikit pula nasabah di segmen ini yang tumbang, sehingga membutuhkan restrukturisasi kredit. Siddik berujar, berdasarkan penilaian terbaru perseroan, tidak semua debitor yang telah direstrukturisasi bisa bangkit dan memperbaiki kinerjanya. "Debitor yang tidak bisa bangkit ada di kisaran 10-11 persen. Mau tak mau akan kami turunkan menjadi kredit macet," dia mengungkapkan.
Walhasil, Bank Mandiri harus mengantisipasi kredit macet tersebut dengan menambah cadangan kerugian penurunan nilai berkali-lipat lebih dari biasanya. Perseroan memproyeksikan, hingga akhir tahun, tingkat kredit bermasalah masih akan cukup tinggi, yaitu di kisaran 3-4 persen. Sedangkan cadangan kerugian yang disiapkan mencapai Rp 21 triliun. Pemupukan pencadangan itu pada akhirnya menggerus laba perseroan.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menimpali, laba bersih konsolidasi anjlok 30,89 persen menjadi Rp 14,02 triliun pada triwulan III 2020. Situasi ini berbanding terbalik dengan tahun lalu, yang mencatatkan kenaikan laba 11,9 persen atau sebesar Rp 20,3 triliun. "Hingga akhir tahun kemungkinan masih flat. Tapi kami berharap, kalau pun turun, tidak akan lebih dalam dari sebelumnya (triwulan III)," kata dia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso mengatakan, faktor lain yang membuat laba perbankan anjlok adalah pertumbuhan kredit yang terus melambat di tengah kenaikan dana pihak ketiga. Otoritas mencatat laba sebelum pajak perbankan nasional terpangkas hingga 18,36 persen pada Agustus lalu. "Profitabilitas turun karena bank sulit menutup biaya bunga," ujarnya. Pertumbuhan kredit hingga Agustus tercatat hanya 1,04 persen, sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga 11,64 persen.
Restrukturisasi kredit yang dilakukan makin memperburuk arus kas perbankan, termasuk yang berasal dari pendapatan bunga. Wimboh berharap bank memitigasi hal ini dengan menggenjot pendapatan dari segmen lain, seperti jasa layanan transaksi atau pendapatan berbasis komisi. "Kami mendorong digitalisasi perbankan diperkuat, bekerja sama dengan fintech, lembaga keuangan mikro, bahkan marketplace."
GHOIDA RAHMAH