JAKARTA – Pembukaan kembali aktivitas bisnis secara terbatas pada Juni lalu belum berdampak besar pada penerimaan negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak hingga Juli lalu mencapai Rp 601,9 triliun atau 50,2 persen dari target tahun ini. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kata Sri, penerimaan pajak turun 14,7 persen. “Penerimaan pajak Juli flat, padahal sebulan sebelumnya membaik. Tren pemulihan tidak bertahan seperti yang kami perkirakan,” kata dia, kemarin.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, pajak penghasilan (PPh) dari sektor minyak dan gas Rp 19,8 triliun, turun 41 persen dari Juli tahun lalu sebesar Rp 33,5 triliun. “Hal ini terjadi karena harga minyak yang rendah serta lifting di bawah target," kata Sri. Pajak sektor non-minyak dan gas mencapai Rp 582,1 triliun, turun 13,1 persen dari Juli tahun lalu. Sedangkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 246 triliun atau turun 12 persen. "Hal ini menggambarkan denyut ekonomi kita yang lemah,” ujar Sri.
Secara keseluruhan, penerimaan perpajakan hingga Juli lalu sebesar Rp 711 triliun atau turun 12,3 persen dibanding periode yang sama pada 2019. Namun hal berbeda terjadi pada penerimaan bea dan cukai yang naik 3,7 persen atau mencapai Rp 109 triliun.
Meski penerimaan pajak belum sesuai dengan harapan, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan target tahun ini belum akan dipangkas. Menurut dia, outlook tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang perubahan postur dan rincian anggaran, yakni penerimaan pajak diperkirakan turun 10,10 persen dari realisasi 2019. Namun, kata Suryo, pemerintah terus mewaspadai perkembangan perekonomian dalam menentukan target pajak berikutnya.
Presiden Joko Widodo pun mengeluhkan realisasi penerimaan pajak yang landai pada Juli lalu. Menurut Jokowi, hal itu memberikan sinyal pelemahan daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19. "Tapi harus ada jurus yang lain, yaitu dengan meningkatkan investasi agar di kuartal III itu bisa mengungkit pertumbuhan. Kuncinya ada di investasi," katanya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan pemulihan pertumbuhan ekonomi akan banyak bergantung pada kemampuan pemerintah dalam menyalurkan stimulus program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Bagaimana meningkatkan penyerapan anggaran dan meningkatkan efisiensi, daya saing, serta kepercayaan masyarakat dan pelaku usaha,” ujar dia.
Shinta mengakui bahwa hal tersebut tidak mudah, mengingat peningkatan konsumsi hingga Agustus ini belum menunjukkan kondisi kembali normal. “Stimulus belum terdistribusikan dengan maksimal, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah.”
GHOIDA RAHMAH
24