JAKARTA – Para pengelola bandara domestik memangkas pengeluaran agar dapat tetap berbisnis pada masa pandemi Covid-19. Sekretaris Perusahaan PT Angkasa Pura I (Persero), Handy Heryudhitiawan, mengatakan entitasnya sudah membatasi operasi dan layanan alias downsizing sepanjang bulan lalu untuk mengantisipasi kerugian akibat anjloknya tingkat lalu lintas penerbangan.
"Hanya sejumlah area dan fasilitas yang beroperasi, berarti hemat listrik, penerangan, sumber daya manusia, dan lain-lain," ucapnya kepada Tempo, kemarin.
Strategi itu, kata Handy, mencakup pengurangan jam pengoperasian bandara, efisiensi peralatan dan fasilitas bandara, serta penyesuaian fungsi luas area terminal penumpang. Meski belum membeberkan nilai yang bisa dihemat, dia menyebutkan rata-rata efisiensi di 15 bandara yang dikelola Angkasa Pura mencapai lebih dari 51 persen. Jam kerja karyawan pun dapat diatur lebih leluasa karena hanya disesuaikan dengan jadwal penerbangan yang sudah minim.
Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan, Kalimantan Timur, Handy mencontohkan, hanya memakai lobi tunggu dan garbarata nomor 5-11. "Sejak awal kami hanya mengaktifkan area yang dipakai penumpang. Sejak ada larangan mudik, lingkupnya semakin kecil," kata Handy.
Angkasa Pura I mencatat penurunan tren kinerja tahunan (year-on-year) hingga 8,11 persen, dari total produksi 19,3 juta penumpang pada triwulan pertama tahun lalu menjadi hanya 17,4 penumpang pada tahun ini. Meski tak dibatasi regulator, tren lalu lintas kargo yang dilayani perseroan juga anjlok 16,9 persen karena ketergantungan distribusi barang pada penerbangan penumpang.
Director of Engineering PT Angkasa Pura II (Persero), Agus Wialdi, mengatakan perusahaannya juga menghemat biaya operasional di 19 bandara, sambil tetap menjaga konektivitas transportasi udara nasional. Di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, misalnya, perusahaan menghentikan sementara penggunaan skytrain dan menggantinya dengan shuttle bus antarterminal. Hunian terintegrasi atau transit oriented development di Bandara Soekarno-Hatta pun ditutup.
"Penghematan biaya operasional terbesar pada penggunaan listrik di seluruh bandara hingga sekitar 46 persen," ucapnya melalui keterangan tertulis.
Tunggakan listrik dipangkas dengan mengurangi fasilitas nonprioritas, misalnya penyejuk udara. Ada pula penghematan air bersih hingga 60 persen, pengurangan kendaraan operasional, serta pemangkasan biaya pemeliharaan fasilitas yang tak mendesak. "Penghematan yang sangat ketat juga diterapkan pada pos belanja modal," tutur Agus.
Kepada Tempo, Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin, mengatakan semua bandara yang dikelola entitasnya sudah menerapkan pola operasi minimum sejak awal April lalu. Setelah dua pekan menerapkan pola itu, rata-rata pergerakan pesawat yang dikelola Angkasa Pura II menurun hingga 698 penerbangan per hari. Padahal volumenya bisa mencapai 1.100 penerbangan per hari pada Januari-Februari 2020.
Dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Senin lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembatalan 12.703 penerbangan domestik dan internasional di 15 bandara sepanjang Januari-Februari lalu memukul industri aviasi. "Kita kehilangan pendapatan Rp 207 miliar di sektor layanan udara," katanya.
Bukan hanya Angkasa Pura, berbagai entitas pelat merah pun terpaksa merekayasa pola operasi untuk mempertahankan denyut bisnis. Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan rute antarkota yang kini tak diterbangi penumpang bisa dipakai untuk kargo. Sudah ada 26 unit pesawat Garuda yang difungsikan untuk layanan khusus kargo rute domesik dan asing.
Adapun Vice President Public Relations PT Kereta Api Indonesia (Persero), Joni Martinus, mengatakan manajemennya masih berupaya menarik pendapatan operasional kereta barang di Sumatera, untuk distribusi bahan bakar, bahan baku kertas, dan semen. Perusahaan pun sedang mengoptimalkan 60 stasiun di Jawa yang dipakai untuk jalur barang. "Ada kereta kargo atau rail express untuk membawa bahan pokok dan buah," katanya.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | HENDARTYO HANGGI | YOHANES PASKALIS
1