JAKARTA - Kinerja industri manufaktur nasional turun ke titik terendah pada April lalu. Berdasarkan data yang dirilis lembaga riset IHS Markit, indeks manajer pembelian atau purchasing managers’ index (PMI) Indonesia mencapai 27,5 atau di level kontraksi. Angka ini jauh di bawah bulan sebelumnya, yaitu 43,5, dan terendah sejak April 2011.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun khawatir jika gejala ini berlanjut. Menurut dia, industri manufaktur melemah sejak Maret lalu akibat wabah Covid-19 yang memicu penutupan pabrik serta anjloknya output dan permintaan produk industri. Sri Mulyani memperkirakan kontraksi berlanjut pada bulan ini. "Puncaknya terjadi pada April dan kemungkinan sampai Mei," kata dia dalam rapat virtual dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
Sri Mulyani menyebutkan kinerja industri manufaktur Indonesia paling lemah di antara negara-negara ASEAN. Dia pun khawatir kondisi tersebut berdampak pada meluasnya pemutusan hubungan kerja, yang saat ini sudah menimpa 2 juta pekerja. Namun Sri optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal I bisa di atas 4 persen. Dia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 berada di kisaran 4,5-4,7 persen.
Melalui keterangan tertulis, ekonom IHS Markit, Bernard Aw, mengatakan perkiraan terbaru menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3 persen. Penutupan pabrik serta pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat pasokan dan permintaan kolaps.
"Perusahaan memutus hubungan kerja karena peningkatan biaya tidak disertai dengan pendapatan. Data ini menggambarkan dampak penanganan penyebaran virus pada ekonomi Indonesia," kata dia. Menurut Bernard, permintaan ekspor juga turun. Akibatnya banyak perusahaan memutuskan untuk menjual stok yang ada ketimbang memproduksi. Pembelian bahan baku pun berkurang.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan nilai investasi industri pengolahan selama triwulan I 2020 menunjukkan angka positif di tengah pandemi Covid-19. Pada Januari-Maret 2020, total penanaman modal sektor manufaktur mencapai Rp 64 triliun atau naik 44,7 persen dibanding pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.
"Investasi industri manufaktur memberikan kontribusi yang signifikan, hingga 30,4 persen dari total investasi," kata Agus, pekan lalu.
Menurut Agus, investasi industri manufaktur dari dalam negeri (PMDN) mencapai Rp 19,8 triliun serta penanaman modal asing sebesar Rp 44,2 triliun. Sektor-sektor yang menyumbang nilai besar, antara lain, industri logam Rp 24,54 triliun, industri makanan Rp 11,61 triliun, industri kimia dan farmasi Rp 9,83 triliun, industri mineral non-logam Rp 4,34 triliun, serta industri karet dan plastik Rp 3,03 triliun.
Sebelum pandemi Covid-19, Agus mengklaim industri pengolahan menunjukkan gairah positif. Hal ini tecermin dalam PMI pada Februari lalu yang mencapai 51,9 atau tertinggi sejak 2005. "Kami optimistis, dengan melakukan upaya mitigasi atau menerbitkan kebijakan-kebijakan strategis pada masa pandemi Covid-19 ini, tidak mustahil bahwa Indonesia sebelum 2030 sudah bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia," kata Agus.
HENDARTYO HANGGI | CAESAR AKBAR | FERY FIRMANSYAH