JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperluas cakupan pemeriksaan investigasi dalam skandal keuangan yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Perluasan itu antara lain melakukan pemeriksaan atas pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan, dan kepada akuntan publik terkait.
Auditor III BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan lembaganya berhak melakukan pemeriksaan tersebut untuk kepentingan investigasi dalam mengungkap dugaan adanya ketidakpatuhan yang berindikasi kecurangan serta indikasi kerugian negara dan unsur pidana dalam pengelolaan Jiwasraya. "Kami bisa memeriksa dan melakukan penilaian, tapi khusus untuk OJK, kami tidak bisa menilai tepat atau tidaknya kebijakan yang diambil," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Hal itu disebabkan OJK, sebagai regulator dan pengawas industri asuransi, merupakan lembaga independen yang juga berhak melakukan pemeriksaan serta memiliki tim penyidik internal. "Kami tidak bisa menilai masing-masing otoritas, tidak bisa kami menghakimi kebijakannya," ucap Achsanul.
Adapun rencana perluasan pemeriksaan itu awalnya disampaikan oleh Ketua BPK Agung Firman Sampurna pada Rabu lalu. Pemeriksaan tak hanya berfokus pada seluruh kegiatan Jiwasraya, yang meliputi kegiatan jasa asuransi, investasi, dan operasional. "Masalah-masalah yang terjadi di Jiwasraya ini akan kami ungkap. Mereka yang bertanggung jawab akan kami identifikasi," kata Agung. "Untuk yang betul-betul bersalah melakukan perbuatan pidana, biar dilakukan prosesnya oleh Kejaksaan Agung."
Pada saat yang sama, BPK juga mendukung pemerintah memulihkan kondisi kinerja Jiwasraya saat ini. Saat ini BPK juga tengah berfokus mencari nilai kerugian negara dalam kasus itu. Hal itu dilakukan setelah BPK menerima surat permohonan perhitungan kerugian negara dari Kejaksaan Agung pada 30 Desember 2019. "Nilai kerugian negara yang nyata dan pasti dari BPK dibutuhkan penyidik untuk proses penuntutan," ucap Agung.
Merespons hal tersebut, OJK menyatakan kesiapannya untuk mendukung proses audit maupun penegakan hukum yang tengah berlangsung. "Kami akan memfasilitasi kebutuhan pelaksanaan investigasi lebih lanjut oleh BPK," ujar juru bicara OJK, Sekar Putih. Sekar menuturkan OJK juga akan menyampaikan data dan informasi yang berkaitan dengan proses hukum yang tengah berlangsung di Kejaksaan Agung.
Adapun Menteri BUMN Erick Thohir memastikan kementeriannya siap mendampingi BPK maupun Kejaksaan Agung dalam proses penyelesaian kasus Jiwasraya. "Selain itu, kami memiliki langkah-langkah untuk memastikan nasabah memiliki kepastian. Kami tidak mau dianggap melarikan diri," kata dia.
Erick menambahkan, pemerintah selama ini juga tidak berdiam diri. Buktinya, pemerintah telah berupaya mencari solusi atas permasalahan yang membelit asuransi pelat merah tersebut sejak 2006. "Jadi, apa yang terjadi dulu dan sekarang, saya yakin pemerintah selalu mencarikan solusi," ucapnya.
Kementerian BUMN telah menyampaikan empat alternatif skema penyelamatan dan restrukturisasi untuk menyehatkan kinerja keuangan Jiwasraya. Empat langkah itu adalah menyiapkan strategic partnership melalui anak usaha perseroan, yaitu Jiwasraya Putra; pembentukan holding asuransi yang direncanakan berada di bawah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia; menjalankan skema finansial reasuransi; dan menghimpun dana penyelamatan dari pemilik saham.
FAJAR PEBRIANTO | GHOIDA RAHMAH
Bolak-balik Sakit Berkepanjangan
Kasus yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tak terjadi dalam semalam. Baik regulator maupun pemerintah telah mengetahui adanya permasalahan insolvabilitas atau tekanan kinerja keuangan Jiwasraya sejak 2006. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan, serta Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bolak-balik membicarakan masalah ini.
1. Kementerian BUMN
- Desember 2006
Kementerian BUMN menyatakan ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun.
- Juli 2008
Menteri BUMN Sofyan Djalil meminta bantuan likuiditas ke Menteri Keuangan Sri Mulyani. Alternatifnya adalah pinjaman subordinasi sebesar Rp 6 triliun dalam bentuk 100 persen atau tambahan modal berupa 100 persen zero coupon bond senilai Rp 6 triliun.
- Maret 2012
Menteri BUMN Dahlan Iskan sempat bersepakat untuk menambah modal guna menyehatkan Jiwasraya melalui alternatif, seperti zero coupon bond, obligasi rekap, dan investor strategis.
- Agustus 2018
Menteri BUMN Rini Soemarno meminta BPK dan BPKP melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya.
2. Kementerian Keuangan
- Juli 2009
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak memberi penyertaan modal negara (PMN) untuk Jiwasraya sebelum dilakukan audit oleh auditor independen. Saat itu defisit ekuitas Jiwasraya mencapai Rp 6,3 triliun.
3. Bapepam-LK/OJK
- Desember 2009
Bapepam-LK mengizinkan Jiwasraya melakukan reasuransi dan revaluasi aset. Hasilnya, ekuitas tercatat surplus Rp 800 miliar. Namun angka tersebut bersifat semu dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
- Januari 2010
Kepala Biro Perasuransian, Isa Rachmatarwata, meminta direksi Jiwasraya meningkatkan kualitas dan keterbukaan perihal manfaat polis kepada tertanggung.
- Februari 2012
Ketua Bapepam-LK Nurhaida menyebutkan Jiwasraya hingga saat itu belum memiliki langkah-langkah penyelesaian yang komprehensif. Upaya reasuransi dinilai tidak berjalan efektif.
- Mei 2012
Kepala Biro Perasuransian, Isa Rachmatarwata, menolak permohonan perpanjangan reasuransi Jiwasraya. Laporan keuangan Jiwasraya dinilai tak wajar.
- Juni 2012
Di bawah pengawasan OJK, Jiwasraya menerbitkan JS Saving Plan dengan bunga 9-13 persen.
- Oktober 2015
Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah, menerbitkan surat pengesahan cadangan premi tahun 2015 Rp 3,8 triliun.
- Januari 2018
Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah, menerbitkan surat pengesahan cadangan premi tahun 2016 Rp 10,9 triliun.
- April 2018
Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah, menerbitkan surat pengesahan cadangan premi tahun 2017 Rp 5,05 triliun.
- November 2018
OJK merevisi pengesahan cadangan premi Jiwasraya tahun 2018, ekuitas negatif Rp 10,24 triliun.
GHOIDA RAHMAH | SUMBER: KEMENTERIAN BUMN