JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan segera membayar klaim ke sejumlah rumah sakit. Biaya untuk membayar tunggakan itu berasal dari dana talangan yang baru dikucurkan pemerintah.
"Pagi ini sudah ada pencairan sebagai tindak lanjut penyesuaian iuran Jaminan Kesehatan Nasional," ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas, kemarin.
BPJS Kesehatan menerima pencairan dana talangan senilai Rp 9,13 triliun dari Kementerian Keuangan. Dana ini merupakan selisih kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris berjanji pencairan dana itu akan segera didistribusikan ke kantor cabang untuk kemudian disampaikan ke rumah sakit. "Supaya sore sudah mulai ada rumah sakit yang menerima pembayaran klaim," ujar Fachmi, Selasa lalu.
Utang jatuh tempo yang ditanggung BPJS Kesehatan per 31 Oktober 2019 mencapai Rp 21,1 triliun. BPJS Kesehatan juga masih menanggung beban outstanding claim atau OSC senilai Rp 2,7 triliun. Adapun utang belum jatuh tempo mencapai Rp 1,7 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani membenarkan adanya pencairan dana talangan tersebut. "Hari ini sudah dicairkan untuk (kenaikan) iuran PBI (peserta bantuan iuran) ke BPJS Kesehatan," ujarnya melalui pesan pendek.
Kementerian Keuangan mengupayakan dana talangan tahap kedua untuk BPJS Kesehatan cair dalam waktu dekat. "Untuk tahap berikutnya masih dalam proses. Diharapkan sampai dengan awal Desember sudah bisa diselesaikan," ujar Askolani.
Setelah pencairan tahap pertama selesai, pemerintah masih memiliki beban dana talangan kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,8 triliun. Namun Askolani belum bisa memastikan nilai dana talangan yang cair untuk tahap selanjutnya. Kementerian Keuangan, kata dia, masih menghitung besaran beban anggaran tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah sudah mengeluarkan Rp 115 triliun untuk membantu peserta BPJS Kesehatan hingga 2018. Hal itu dia sampaikan saat memimpin rapat terbatas dengan agenda Program Kesehatan Nasional yang dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju. "Saya minta manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki."
Dari laporan terakhir yang diterima, kata Jokowi, jumlah anggota Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sudah mencapai 222 juta, dari awalnya 133 juta pada 2014. "Dari jumlah keseluruhan itu, 96 juta adalah masyarakat yang tidak mampu yang digratiskan pemerintah, yang iurannya dibantu," ucapnya.
Peneliti sosial The Indonesian Institute, Vunny Wijaya, menambahkan, BPJS Kesehatan perlu mencari strategi yang tepat untuk mengatasi sejumlah moral hazard yang terjadi dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. Jika tidak, justru akan membuat siklus keuangan semakin berdarah-darah. Hingga akhir 2019, defisit diperkirakan mencapai Rp 32,8 triliun.
Moral hazard itu tampak ketika banyak warga mendaftar dan membayar BPJS Kesehatan sebelum atau saat menjalani perawatan saja. Setelah itu, mereka tidak lagi rutin membayar.
Menurut Vunny, BPJS Kesehatan perlu melakukan evaluasi dan pembenahan secara serius dari segi internal, termasuk transparansi dan sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu, BPJS Kesehatan perlu lebih matang dalam menghitung iuran agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan target penggunanya.
"Ketika iuran naik, Kementerian Kesehatan juga perlu semakin giat mendorong pemerataan akses dan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia, serta meningkatkan mutu tenaga kesehatan," tuturnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | YANDHRIE ARVIAN
Agar Defisit Tidak Mengimpit
Pemerintah resmi menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), akhir Oktober lalu. Bila iuran tidak dinaikkan, defisit BPJS Kesehatan bisa menembus Rp 77 triliun pada 2024. Angka itu melebihi dua kali lipat dari prediksi defisit hingga akhir tahun ini.