JAKARTA – Anjloknya harga ayam ras di tingkat peternak memicu gelombang protes sejak awal tahun lalu. Pekan lalu, para peternak menggelar demonstrasi di depan gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, mengatakan terjadi anomali karena disparitas atau perbedaan harga ayam hidup (livebird) di peternak dengan harga di pasar masih tinggi dan terjadi berkepanjangan.
Saat ini, kata Ketut, harga ayam ras di tingkat peternak Rp 11-17 ribu, sedangkan harga di pasar Rp 30-35 ribu per kilogram. "Sangat jelas ada disparitas harga yang sangat tinggi," kata dia kepada Tempo.
Menurut Ketut, potensi kebutuhan daging ayam ras tahun ini mencapai 3.251.745 ton atau rata-rata 270.979 ton per bulan. Adapun potensi produksi tahun ini bisa melebihi kebutuhan, yaitu 3.829.663 ton atau rata-rata 319.139 ton per bulan. Berdasarkan data tersebut, Ketut menuturkan ada potensi surplus 577.918 ton atau 17,77 persen hingga akhir tahun.
Meski begitu, Ketut mengklaim realisasi produksi hingga Agustus lalu sebesar 2.334.042 ton atau 291.755 ton per bulan. Dengan angka tersebut, dia mengatakan, kelebihan pasokan sudah berkurang menjadi 7,29 persen dari kebutuhan nasional. "Surplus sebanyak itu sangat ideal untuk cadangan pangan, khususnya daging unggas," ujar dia.
Untuk menghadapi anomali tersebut, Ketut mengatakan, Kementerian Pertanian mengeluarkan surat edaran pengurangan ayam umur sehari atau day old chicken (DOC) final stock (FS) dengan cara menarik telur umur 19 hari dari mesin tetas atau cutting hatching egg sebanyak 10 juta butir per minggu. Perintah tersebut harus dilakukan pada 2-20 September 2019. Untuk memantau pengaruh pelaksanaannya, evaluasi dilakukan setelah dua pekan kegiatan berjalan.
Untuk memulihkan harga ayam ras, Ketut juga mengimbau pelaku usaha atau integrator memaksimalkan kapasitas pemotongan ayam di rumah potong hewan unggas (RPHU) dan disimpan di lemari pendingin minimal 30 persen dari produksi. Selain itu, pelaku usaha diminta membuat perencanaan produksi DOC FS dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar. Ketut berharap semua pelaku usaha dan integrator dapat mengirimkan data secara transparan.
"Laporan realisasi produksi akan digunakan oleh tim ahli untuk menghitung supply-demand. Jika data yang dilaporkan berbeda, penghitungan tim ahli akan selalu meleset," kata dia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Suhanto, mengaku telah menyurati Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk menyerap livebird sesuai dengan harga acuan. Dengan cara itu, kata dia, harga ayam di tingkat peternak bisa kembali normal.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan), Sugeng Wahyudi, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kinerja tim ahli dalam menentukan penghitungan populasi ayam. Sebab, kata dia, klaim pemerintah yang menyebutkan kelebihan pasokan hanya 7,29 persen dari kebutuhan menjadi sumber anomali harga. Akibatnya, harga jual ayam jauh dari biaya pokok produksi. "Kerugian sejak awal tahun sudah mencapai Rp 1,7 triliun." LARISSA HUDA
Anomali Harga Ayam Berkepanjangan