JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan menjamin sistem pengawasan yang ada saat ini cukup andal mengantisipasi risiko pada konglomerasi keuangan di Indonesia. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK, Anto Prabowo mengatakan selama ini lembaganya telah menjalankan pengawasan terintegrasi pada sektor jasa keuangan. "Kami percaya pendekatan ini dapat secara efektif dan efisien menjalankan amanat mewujudkan sektor jasa keuangan yang berdaya tahan," kata dia, kemarin.
Konglomerasi di industri keuangan menjadi sorotan di tengah meningkatnya ancaman resesi perekonomian global. Paparan Bank Dunia berjudul "Global Economic Risk and Implications for Indonesia", yang dipaparkan di depan Presiden Joko Widodo, pekan lalu, merekomendasikan agar Indonesia mengukur kesehatan dan ketahanan konglomerasi keuangan.
Dalam paparannya, Bank Dunia mencatatkan sekitar 88 persen aset perbankan di Indonesia saat ini dikuasai oleh konglomerasi keuangan sehingga diperlukan pengawasan yang ketat. Bank Dunia mencermati adanya kesenjangan dalam regulasi dan pengawasan terhadap konglomerasi tersebut. Kemajuan sistem pengawasan terpadu dianggap terkendala oleh pengaturan tata kelola berbasis departemen yang diatur dalam Undang-Undang OJK.
Jangkauan hukum dan peraturan OJK juga dianggap tak menjangkau perusahaan induk dalam konglomerasi. Bank Dunia pun merekomendasikan Otoritas untuk membentuk divisi baru setingkat deputi komisioner pengawas konglomerasi keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya telah mengatur tata kelola terintegrasi pada konglomerasi keuangan lewat penerbitan Peraturan OJK Nomor 18/POJK.03/2014. Konglomerasi keuangan didefinisikan sebagai lembaga jasa keuangan yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan atau pengendalian. Definisi tersebut tak termasuk penguasaan pemerintah RI terhadap banyak lembaga jasa keuangan. Dalam peraturan ini disebutkan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi, termasuk dalam hal pelaporan konsolidasi.
Anto menjelaskan pendekatan pengawasan yang dilakukan OJK saat ini dilakukan oleh pengawas pada entitas utama. "Jika bank adalah entitas utamanya, pengawasan terintegrasi dilakukan oleh pengawas perbankan," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, pengawasan telah mencakup lintas sektor melalui pembentukan Komite Pengawasan Terintegrasi. Komite juga dilengkapi alat untuk menilai tingkat kesehatan dan profil risiko suatu konglomerasi keuangan. "Bernama integrated risk rating (IRR) dan supervisory plan yang mengintegrasikan seluruh data lintas sektor," ujarnya.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andri Asmoro menilai peringatan dari Bank Dunia itu tak berlebihan lantaran kompleksitas risiko yang dihadapi grup perusahaan di industri jasa keuangan. Itu sebabnya, dia mengatakan, tingkat kewaspadaan perusahaan konglomerasi keuangan harus tinggi.
Dia mencontohkan, ketika satu entitas usaha hanya menjalankan bisnis bank, maka risiko yang dihadapi hanya berasal dari layanan perbankan, seperti kredit yang disalurkan kepada debitor. Namun, ketika bank memiliki anak usaha di industri jasa keuangan lainnya, maka risikonya meningkat. "Bank B yang punya anak usaha sekuritas lalu ketika terjadi volatilitas saham akan berpengaruh ke pendapatannya," kata Andri. "Atau ketika anak usaha membeli obligasi lalu macet, itu juga berpengaruh ke kinerja secara konsolidasi." GHOIDA RAHMAH
OJK Jamin Efektivitas Pengawasan Konglomerasi Keuangan