JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti peningkatan potensi korupsi dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dana kapitasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pasalnya, kenaikan jumlah dana yang digelontorkan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) itu tak diimbangi dengan pengawasan yang memadai. "Tata kelola puskesmas masih buruk, sehingga menimbulkan potensi fraud dan rawan korupsi," ujar peneliti dari ICW, Dewi Anggraeni, kepada Tempo, kemarin.
Pada 2018, dana kapitasi yang dikucurkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada FKTP tercatat mencapai Rp 13,2 triliun. Jumlah itu melonjak dari periode 2014 sebesar Rp 8 triliun. Adapun dana itu disetorkan BPJS Kesehatan kepada FKTP, seperti puskesmas dan klinik, paling lambat tanggal 15 tiap bulan.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk menutup biaya layanan kesehatan para peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar di fasilitas tingkat pertama. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan adanya dana kapitasi yang mengendap di FKTP mencapai Rp 2,4 triliun, yang mengindikasikan belum optimalnya tata kelola dana itu selama ini. (Koran Tempo, Selasa, 14 Agustus 2019: "BPK Telisik Pengendapan Dana Kapitasi").
Dewi berujar pemantauan terhadap potensi fraud dana kapitasi telah diinisiasi ICW sejak 2017. Pada periode 2014-2017, lembaga itu menemukan paling sedikit telah terjadi delapan kasus korupsi terkait dengan pengelolaan dana kapitasi, dengan kerugian negara mencapai Rp 5,8 miliar.
"Meski jumlah kasus dan kerugian negaranya kecil, korupsi dana kapitasi ini tidak hanya melibatkan birokrasi menengah bawah, seperti kepala dan bendahara puskesmas," ujar Dewi. "Ini juga melibatkan pejabat daerah, seperti kepala dan bendahara Dinas Kesehatan, bahkan kepala daerah turut menggunting dana ini."
Dewi menjelaskan, ada sejumlah modus dan pola potensi fraud yang dilakukan. "Pengguntingan dana berpotensi banyak dilakukan karena tidak adanya transparansi yang jelas mengenai pengelolaan dana ini, bagaimana laporan pertanggungjawabannya, sehingga ini jadi tambang emas khususnya di daerah-daerah," ujarnya. "Bahkan memanipulasi laporan realisasi penggunaan dana juga mungkin dilakukan."
Menurut Dewi, pengelolaan dana kapitasi juga tidak didukung sumber daya manusia yang mumpuni mengelola dana dalam jumlah besar. Berdasarkan riset ICW di daerah, ditemukan tekanan kepada petugas puskesmas dari para pejabat dan kepala instansi sehingga mereka tidak berani melaporkan atau memprotes penyalahgunaan yang dilakukan, "Ancamannya nanti akan dimutasi ke daerah yang terpencil."
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga pernah melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dana kapitasi, termasuk yang masih mengendap atau belum diserap di rekening FKTP. Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, membenarkan bahwa pengelolaan dana tersebut rawan fraud dan korupsi. "Untuk mencegah hal itu, kami merekomendasikan kepada BPJS Kesehatan agar dana itu diberikan berdasarkan kinerja atau jumlah pasien yang ditangani puskesmas, bukan berdasarkan jumlah peserta dan kelas puskesmas," kata dia.
Wakil Ketua Komisi Kebijakan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Anshori, mengungkapkan lembaganya juga turut menyoroti potensi fraud yang mungkin terjadi pada sisa dana kapitasi yang mengendap. "DJSN selama lebih dari tiga tahun ini sudah menyusun dokumen anti-error, fraud, and corruption (EFC)," ucapnya.
Di dalam dokumen tersebut, DJSN menyusun peta jalan untuk melakukan pencegahan, penanganan, hingga penindakan kesalahan atau kecurangan yang terjadi. "Fraud ini harus segera ditangani, jangan sampai ini menghambat kinerja program JKN," kata dia. Terkait dengan dana kapitasi, DJSN telah merekomendasikan agar dilakukan pengkajian efektivitas dan efisiensi skema penyaluran dana, dengan memaksimalkan fungsi pengawasan.
GHOIDA RAHMAH
Beragam Modus
Menyisir 26 puskesmas di 14 provinsi pada 2017, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengumpulkan berbagai temuan pelanggaran pengelolaan dana kapitasi. ICW pun memetakan berbagai modus yang dikembangkan untuk menilap anggaran kesehatan tersebut.
Temuan potensi fraud dana kapitasi
Periode: Maret-Agustus 2017
- 8 kasus
- 8 daerah
- potensi kerugian negara Rp 5,8 miliar
- 14 tersangka
Modus korupsi dana kapitasi
- Manipulasi kehadiran dan komposisi petugas
- Pemotongan dana jasa pelayanan
- Pungutan liar
- Setoran atau suap
- Anggaran ganda pada sejumlah kegiatan
- Mengarahkan pasien agar berobat ke klinik swasta
Sebaran lokasi temuan kasus
2014
- Puskesmas Tanasitolo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan
- Pemerintah Kabupaten Subang, Jawa Barat
2015-2016
- Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Barat, Lampung
- Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat
- Puskesmas Parampuan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
2017
- Puskesmas Moro Karimun, Kepulauan Riau
- Dinas Kesehatan Jombang, Jawa Timur
- Wilayah otoritas Lampung Timur, Lampung
SUMBER: ICW | GHOIDA RAHMAH | YOHANES PASKALIS