Persaingan dalam bisnis -e-commerce di Indonesia bakal lebih ketat seiring dengan rencana masuknya raksasa asal Amerika Serikat, Amazon. Muhammad Imran, Co-Founder Data Driven Asia, mengatakan bahwa Amazon akan menyusul Alibaba, raksasa e-commerce asal Cina, yang sudah mengakuisisi Lazada pada April lalu. "Amazon akan masuk dengan kekuatan finansial US$ 600 juta," kata Imran pekan lalu.
Kabar bahwa Amazon akan masuk ke Indonesia dibenarkan oleh CEO Mataharimall.com, Hadi Wenas. "Yang saya dengar seperti itu," ujarnya, pekan lalu. Namun anggaran yang disiapkan Amazon masih lebih kecil ketimbang anggaran Alibaba mengakuisisi Lazada sebesar US$ 1 miliar.
Masuknya Amazon ke Indonesia, menurut Imran, akan mendorong pelaku industri e-commerce mengalokasikan belanja iklan lebih besar pada tahun depan. Tahun ini, belanja iklan ecommerce diprediksi mencapai Rp 3,3 triliun, naik dari alokasi tahun lalu sebesar Rp 2,2 triliun.
Mengacu ke jumlah pengunjung situs, Lazada masih menjadi situs belanja terpopuler dengan 38 juta pengunjung per bulan, disusul Elevenia (35 juta), Mataharimall (30 juta), dan Blibli (26 juta). Namun, berdasarkan durasi kunjungan, Zalora menempati nomor satu dengan lama kunjungan rata-rata 8 menit.
Imran memprediksi isu besar persaingan e-commerce tahun depan adalah pengembangan teknologi. Salah satunya adalah penggunaan chatbot, yaitu robot yang bisa melayani percakapan dengan konsumen. Chatbot diyakini lebih hemat ketimbang menggunakan tenaga manusia.
Namun Hadi Wenas memprediksi, pada 2017, sebagian pemain e-commerce akan berfokus menemukan model pendapatan. Selama ini belum ada satu pun e-commerce yang meraup profit. "Saatnya konsolidasi dan merasionalisasi pasar," ujarnya.
Berdasarkan riset riset Google dan Temasek yang dirilis pada Agustus lalu, potensi bisnis online di Indonesia begitu besar. Tony Keusgen, Managing Director Google Indonesia, mengatakan valuasi bisnis online di Indonesia akan mencapai US$ 81 miliar atau setara dengan Rp 1.071 triliun pada 2025. "Nilainya meningkat 26 persen. Ini akan menjadi salah satu pendorong pasar," katanya.
Kontributor terbesar akan berasal dari e-commerce, travel online, transportasi online, dan belanja iklan digital. Untuk e-commerce, valuasinya mencapai US$ 46 miliar, industri online travel menyentuh US$ 24,5 miliar, dan transportasi online sebesar US$ 5,6 miliar pada 2025.
Tumbuhnya e-commerce berimbas pada sektor lainnya, salah satunya bisnis pengiriman. Menurut Presiden Direktur JNE Mohamad Feriadi, pengiriman JNE mencapai 15 juta paket pada tahun ini. Volume itu naik dari 12 juta paket pada dua tahun lalu. "Pertumbuhan bisnis di JNE selalu di atas 30 persen," katanya. Feriadi, yang juga Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia, mengatakan, berdasarkan hitungan asosiasi, valuasi bisnis pengiriman mencapai Rp 50 triliun pada tahun ini.
Sayangnya, pemerintah terkesan lambat mengantisipasi perkembangan bisnis online. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menjanjikan seluruh persiapan regulasi e-commerce telah tuntas. Beleid itu sebetulnya sudah didengungkan pemerintah lebih dari satu setengah tahun lalu. "Tinggal diumumkan saja," kata Darmin kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah mengajak Jack Ma, bos Alibaba, menjadi ketua penasihat e-commerce Indonesia. Rudiantara membocorkan salah satu pemikiran Ma yang akan dituangkan dalam peraturan presiden, yaitu revolusi PT Pos Indonesia menjadi platform penunjang logistik e-commerce.
Namun pesatnya pertumbuhan bisnis online menyisakan sesak buat usaha menengah kecil dan mikro. Andy Sjarief, CEO Nurbaya Insiatif, mengatakan 95 persen produk di e-commerce berasal dari Cina. Ia berharap persentase produk lokal merangkak. Untuk mengejar target itu, Nurbaya Institute sedang membantu para pengusaha UMKM menggelar toko online. "Target kami, ada 2 juta UMKM baru yang mempunyai toko online tahun depan," katanya.