maaf email atau password anda salah


Beban Baru Proyek Ibu Kota Baru

Hanya demi memenuhi gengsi Jokowi agar IKN segera dihuni, anggaran negara diawur-awurkan. Jokowi harus bertanggung jawab atas pemborosan ini.

arsip tempo : 173077807345.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 173077807345.

KENGAWURAN demi kengawuran di seputar proyek Ibu Kota Nusantara bermunculan tiada henti. Yang terbaru adalah rencana pemerintah memberikan insentif kepada aparatur sipil negara yang pindah ke IKN. Jika iming-iming ini diberikan, kenaikan anggaran jelas tak bisa dibendung.

Dulu Presiden Joko Widodo sesumbar bahwa pembangunan IKN tak akan menggunakan duit negara. Belakangan dia mengalokasikan Rp 90,4 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau sekitar 20 persen dari total kebutuhan pembangunan IKN yang mencapai Rp 466 triliun. Sisanya, antara lain, diklaim akan didanai oleh investasi swasta. Tapi dana swasta yang dinanti-nanti rupanya seret.

Hingga akhir tahun ini, Jokowi akan menghabiskan Rp 71,8 triliun dana APBN buat IKN. Angka itu tak termasuk insentif bagi ASN yang pindah ke sana. Bisa dipastikan, insentif tersebut akan menyedot anggaran dan menjadi beban baru.

Pemerintah berencana memindahkan 32.937 pegawai. Tapi prioritas utama saat ini mengirim 11.916 pegawai dari 38 kementerian dan lembaga ke IKN, yang terdiri atas pejabat struktural eselon I, eselon II, dan pejabat fungsional. Untuk pejabat eselon I, misalnya, insentif diusulkan sebesar Rp 100 juta. Ini tak termasuk tunjangan pionir bagi ASN yang pindah pada tahap awal. Juga biaya pemindahan yang mencakup biaya transportasi, pengepakan, dan biaya tunggu, termasuk penginapan transit jika dibutuhkan.

Insentif tersebut akan menambah tekanan pada anggaran yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan yang lebih mendesak dan strategis. Pemberian berbagai insentif, termasuk fasilitas tambahan untuk menunjang hidup ASN di ibu kota yang baru, adalah pemborosan yang nyata. Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memindahkan pegawai negeri ke IKN adalah uang dari pembayar pajak yang seharusnya dibelanjakan dengan pertimbangan matang.

Pemberian insentif ini juga menunjukkan pemerintah sebenarnya menyadari bahwa IKN belum siap menjadi pusat pemerintahan. Toh, pemerintah memaksakan IKN agar bisa dihuni sebelum Jokowi lengser. Jokowi dan para pembantunya lupa bahwa sebuah kota bukan hanya kumpulan gedung, tapi juga komunitas yang hidup, yang membutuhkan sekolah, rumah sakit, tempat hiburan, serta tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti warung dan pasar. 

Jokowi harus bertanggung jawab atas semua pemborosan ini. Hanya demi memenuhi gengsinya agar IKN segera dihuni, anggaran negara diawur-awurkan. Pemborosan tak berhenti pada pemberian insentif dan fasilitas lain sebagai iming-iming. Penyelenggaraan upacara 17 Agustus di IKN juga menghabiskan uang publik. Hanya untuk acara sehari, logistik dikerahkan habis-habisan. Padahal di Jakarta juga ada acara serupa. Berapa puluh miliar rupiah uang negara tersedot untuk hal yang tidak mendesak? 

Pernyataan Jokowi yang menganggap pembengkakan anggaran acara 17 Agustus sebagai hal wajar adalah kengawuran berikutnya. Saat penerimaan perpajakan diprediksi tak sesuai dengan target dan defisit makin menganga, uang negara semestinya dihemat. Buang-buang duit tersebut bukan hanya tidak masuk akal, tapi juga merusak kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang seharusnya mengelola uang pajak dengan bijak dan efisien.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 November 2024

  • 4 November 2024

  • 3 November 2024

  • 2 November 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan