maaf email atau password anda salah


Awas Siasat Meloloskan RUU Bermasalah

Pembahasan RUU yang akan diwariskan kepada anggota DPR periode selanjutnya perlu diawasi. RUU bermasalah bisa lolos.

arsip tempo : 172656087584.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 172656087584.

LANGKAH Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat membahas sejumlah rancangan undang-undang yang akan diwariskan kepada DPR periode 2024-2029 perlu diwaspadai. Jangan terharu dengan dalih Badan Legislasi bahwa hal itu demi memudahkan anggota DPR periode mendatang bekerja.

Bisa jadi pembahasan itu merupakan siasat DPR membuat publik lengah guna meloloskan RUU bermasalah yang sedang disorot. Selain 18 RUU yang sudah memasuki pembicaraan tingkat I antara DPR dan pemerintah serta empat RUU dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi, dalam tiga bulan terakhir Badan Legislasi mengusulkan revisi sejumlah undang-undang. Di antaranya Undang-Undang Kepolisian RI, Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, Undang-Undang Kementerian Negara, serta Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden. 

Revisi Undang-Undang Polri dan Undang-Undang TNI, misalnya, bermasalah karena bisa makin membahayakan demokrasi dan kebebasan sipil yang telanjur terpuruk. Rancangan lain yang bermasalah adalah revisi keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan revisi Undang-Undang Penyiaran. Revisi Undang-Undang MK akan menggoyahkan independensi hakim dan memperkuat kontrol penguasa terhadap Mahkamah. Adapun revisi Undang-Undang Penyiaran bakal membatasi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Kedua rancangan undang-undang ini pun tak mendesak untuk dibahas.

Dengan sisa waktu sekitar dua setengah bulan sebelum pergantian anggota DPR, keempat RUU yang dinilai kontroversial tersebut masih bisa dikebut pembahasannya. Masih segar dalam ingatan bagaimana pemerintah dan DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 17 September 2019, menjelang DPR periode tersebut berakhir, secara kilat dan tertutup. Pengesahan tersebut hanya berjarak 12 hari sejak revisi diusulkan Badan Legislasi. Semua fraksi bersepakat sebagaimana Presiden Joko Widodo menyetujui dengan mengirimkan surat presiden pada 11 September tahun itu.

Jikapun tak jadi dibahas pada akhir masa jabatan DPR periode sekarang, keempat RUU tersebut tetap berpeluang disahkan oleh penghuni Senayan yang baru. Setelah di-carry over oleh DPR periode sebelumnya, RUU bermasalah bisa saja tiba-tiba diketok oleh DPR periode baru tanpa ada partisipasi publik. Contohnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada 2019. Pengesahan RKUHP tersebut digagalkan pada akhir September 2019 karena ditentang massa yang mengepung DPR. Tapi RKUHP kemudian diketok pada 2020 oleh DPR periode ini. 

Karena itu, pembahasan RUU bermasalah tersebut dihentikan saja, tak perlu diwariskan kepada DPR periode mendatang. Fraksi-fraksi di Senayan tak perlu mengikuti gendang penguasa dan mempertaruhkan capaian reformasi yang diperoleh susah payah. Sejauh ini baru Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mengirim sinyal akan menolak revisi Undang-Undang Polri dan Undang-Undang TNI.

Ketimbang mengejar pengesahan RUU bermasalah, DPR sebaiknya segera mengetok draf undang-undang yang telah lama dinanti-nanti pekerja rumah tangga dan masyarakat adat. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sudah 20 tahun timbul-tenggelam. Adapun naskah akademik RUU Masyarakat Hukum Adat telah dirumuskan 14 tahun lalu. 

Inilah ironi legislasi. Rancangan undang-undang lain yang menyangkut kepentingan para politikus, elite, dan penguasa bisa rampung dalam hitungan hari.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 17 September 2024

  • 16 September 2024

  • 15 September 2024

  • 14 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan