Pinjam Tangan Membungkam Kebebasan Berpendapat
Pembubaran diskusi People’s Water Forum memberangus kebebasan berpendapat. Mementingkan citra Indonesia sebagai penyelenggara.
Pidato Presiden Joko Widodo dalam pembukaan World Water Forum 2024 di Nusa Dua, Bali, hanya basa-basi. Dia menyebutkan pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara inklusif dan melibatkan berbagai pihak. Belum apa-apa, diskusi publik yang digelar People’s Water Forum di Hotel Oranjje, Denpasar, diberangus melalui tangan organisasi kemasyarakatan Patriot Garuda Nusantara.
Padahal People’s Water Forum merupakan wadah bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi mendorong pengelolaan air yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat lewat rangkaian diskusi. Kegiatan yang diselenggarakan berdampingan dengan World Water Forum ini merupakan kesempatan bagi publik untuk berkolaborasi dengan pemerintah dan mengawal terciptanya kebijakan tata kelola air yang pro-masyarakat.
Sayangnya, pemerintah tak menganggap forum diskusi ini sebagai bentuk partisipasi publik. Pemerintah justru “menggunakan” ormas Patriot Garuda Nusantara untuk membubarkan diskusi dan, bahkan, mengintimidasi peserta. Kecurigaan bahwa pemerintah—atau orang di dalam pemerintahan—berada di belakang pembubaran tersebut bukan tanpa dasar. Pemimpin Patriot mengklaim tindakan mereka sesuai dengan perintah penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, yang juga menjadi Staf Khusus Menteri Dalam Negeri. Belakangan, Mahendra mengaku tak mengenal kelompok tersebut.
Pengekangan kebebasan berpendapat dan berekspresi memakai tangan aktor non-negara pada saat acara internasional digelar di Indonesia tampaknya telah menjadi pola. Pada 2022, aktivis lingkungan yang berniat bersepeda dari Jakarta ke Bali dihadang sekelompok orang yang meminta rombongan tak mengkampanyekan krisis iklim selama Konferensi Tingkat Tinggi G20 berlangsung. Menjelang KTT tersebut, diskusi internal aktivis bantuan hukum di Sanur, Bali, juga dibubarkan. Kali ini oleh sejumlah orang yang mengaku pecalang.
Kendati pembubaran diskusi dilakukan aktor non-negara, keterlibatan aparat, meskipun secara tak langsung, tetap kelihatan. Saat pecalang membubarkan diskusi di Sanur pada 2022, polisi ada di lokasi, tapi tak berupaya melindungi peserta diskusi. Di Hotel Oranjje, saat kejadian kemarin, personel Satuan Polisi Pamong Praja yang berada di hotel juga tak berusaha mencegah anggota Patriot mengintimidasi peserta dan membubarkan acara. Bukti lainnya, dalam peristiwa di Hotel Oranjje, sinyal Internet di lokasi acara lenyap. Aplikasi WhatsApp sejumlah wartawan yang meliput diskusi juga sempat diretas. Nyaris mustahil tindakan tersebut dilakukan oleh orang biasa.
Terlepas dari metode yang dipakai untuk membubarkan diskusi, anggapan bahwa kebebasan berpendapat perlu dikekang agar tak mengganggu World Water Forum 2024 atau acara sejenisnya sungguh picik dan culas. Pikiran seperti ini biasanya menghinggapi rezim yang selalu waswas sehingga niat baik warganya pun terus dicurigai.