maaf email atau password anda salah


Lonjakan Harga Beras: Akibat Nafsu Menang Satu Putaran

Harga beras mencetak rekor baru. Upaya mitigasi pemerintah dipertanyakan. 

arsip tempo : 171453976248.

Ilustrasi: Tempo/J.Prasongko. tempo : 171453976248.

KEMENANGAN versi hitung cepat calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden 2024 pada 14 Februari lalu dibayar tunai dengan rekor baru harga beras. Lima hari setelah pemilu, harga beras medium di Pasar Induk Beras Cipinang menembus Rp 14.700 ribu per kilogram, naik Rp 2.700 dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Harga beras premium lebih fantastis lagi: Rp 18 ribu per kilogram, jauh dari target harga eceran tertinggi Rp 14.800 per kilogram.

Kenaikan harga beras itu terjadi karena stoknya berkurang akibat program bantuan sosial dirapel pada awal Februari. Seharusnya, seperti perencanaan tahun lalu, bansos beras reguler dibagikan tiap bulan atau maksimal tiga bulan. Pemerintah sudah merencanakan memberikan beras bansos sebanyak 10 kilogram per bulan bagi 22 juta keluarga miskin untuk menghadapi dampak musim paceklik. 

Jika pemberian bansos rutin tiap bulan, pemerintah hanya perlu 220 ribu ton beras. Namun Presiden Joko Widodo memerintahkan agar bansos beras diberikan sekaligus enam bulan di awal. Akibatnya, Bulog harus menguras cadangan berasnya sebanyak 1,32 juta ton. Mengeluarkan beras dari gudang sekaligus membuat stoknya kosong. Akibatnya, harga beras melesat.

Hasrat politik Jokowi memenangkan anaknya sekaligus satu babak dalam Pemilu 2024 mengabaikan alarm bahaya kelangkaan beras yang berbunyi sejak tahun lalu. Pemerintah sendiri sudah menghitung akan terjadi defisit beras akibat musim panen raya mundur dari Januari menjadi April, bahkan Mei 2024. Musim kering El Niño membuat musim paceklik lebih lama dibanding masa tanam sebelumnya.

Pada November 2023, Badan Pusat Statistik menghitung produksi beras pada Januari dan Februari 2024 masing-masing hanya 0,93 juta ton dan 1,32 juta ton. Dengan konsumsi beras penduduk Indonesia sebanyak 2,54 juta ton tiap bulan pada awal 2024 itu, defisit beras sebesar 1,61 juta ton pada Januari dan 1,22 juta ton pada Februari 2024.

Cara instan mencegah kenaikan harga beras adalah menyediakan stoknya melalui impor. Masalahnya, Bulog baru bisa mendatangkan 500 ribu ton beras dari izin impor beras yang mereka dapatkan sebanyak 2 juta ton. Ketimpangan pasokan beras ini sudah dibahas pemerintah sejak November tahun lalu, ketika Bulog gagal mendatangkan 500 ribu ton beras dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar akibat urusan teknis kapasitas bongkar-muat pelabuhan.

Memang lonjakan harga beras juga dipicu oleh kenaikan biaya produksi, antara lain, karena penggunaan pupuk non-subsidi yang mahal akibat distribusi pupuk bersubsidi tidak jelas. Namun seharusnya kelangkaan pupuk ini pun sudah bisa dibaca jauh-jauh hari karena akan memicu inflasi kebutuhan bahan pokok, sementara musim panen masih jauh.

Kenaikan harga bahan pokok ini tak akan terjadi jika mitigasinya tak direcoki oleh kepentingan politik Pemilu 2024. Bansos memang efektif mengerek suara bagi Prabowo-Gibran yang mati-matian disokong Jokowi. Namun dampaknya menjadi sangat serius karena berimbas pada ekonomi secara nasional. Apalagi harga beras terus naik sejak Agustus 2022. 

Hasrat politik membuat pemerintah gagal menjalankan manajemen sederhana penawaran dan permintaan beras untuk mencegah kenaikan harga. Kita belum bicara tentang solusi jangka panjang tentang mitigasi kebutuhan bahan pokok karena dampak perubahan iklim, alih fungsi lahan akibat pembangunan, berkurangnya sawah serta jumlah petani, dan seterusnya dengan reorientasi sektor pertanian kita sebagai solusi permanen.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024

  • 28 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan