Kritik untuk Bangsa Pelupa
Di ruang tempat pembuatan batik, pria berpakaian hitam-hitam duduk di kursi malas. Kepalanya diikat sobekan kain spanduk seperti seorang pencalang. Di kanan-kirinya, kompor kecil membakar malam, bahan pembuat batik.
Pria itu bukanlah saudagar batik yang sedang menunggui pegawainya menyelesaikan pekerjaan. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Smar, bukan Semar, meski sama-sama berasal dari Kampung Tumaritis, yang dikenal di dunia pewayangan.
Smar yan
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini