"Aku sekarang apakah aku yang dulu?" Itu pertanyaan yang dilontarkan pematung Edhi Sunarso, 75 tahun, pada dirinya sendiri saat menerima Life Time Achievemen Awards dalam upacara penutupan Biennale Jogja IX di bekas kampus Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia-Akademi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta, pada Senin malam lalu.
Menurut seniman patung yang lebih dikenal sebagai pematung monumen ini, ia merasa memulai hidup sejak menjadi mahasiswa angkatan pertama ASRI Yogyakarta pada 1950. Edhi kemudian mengajar di kampusnya pada 1960 hingga pensiun pada 1997. "Sampai tahun ini saya masih bisa berkarya," ujar pembuat patung "Selamat Datang" di Jakarta ini.
Edhi dinilai berjasa sebagai seorang pionir seni patung monumen. Semasa hidupnya, Edhi menggarap 13 patung monumen dan sembilan diorama sejarah. "Saya memang bermuka dua. Satu muka saya sebagai pematung monumen, muka saya yang lain sebagai pematung dengan ekspresi pribadi," katanya.
Pada 1959, Presiden Soekarno menugasi Edhi membuat patung Selamat Datang untuk menyongsong penyelenggaraan Asean Games. Semula Edhi menyatakan tidak sanggup. Tapi Bung Karno memaksa Edhi dengan tantangan, jika Edhi tidak mau, patung akan dipesan dari luar negeri. "Kau memiliki national pride, kan," ujar Bung Karno sebagaimana yang ditirukan Edhi.
Bung Karno menunggu keputusan Edhi selama lima hari. Walhasil, Edhi menyerah. Ia menggarap patung setinggi 7 meter itu dari bahan perunggu cor yang ia kerjakan selama setahun. Sejak itu Edhi kebanjiran pesanan patung monumen dari diorama sejarah.
Selain Edhi, penyelenggara Biennale Jogja memberi anugerah yang sama kepada Profesor Soedarso Soepadmo, MA, seorang bekas pelukis yang mengabdikan dirinya sebagai pendidik seni rupa. Soedarso dinilai berjasa karena mengabdikan dirinya sebagai pendidik seni rupa hingga kini usianya menjelang 72 tahun.
"Kalau saya tidak berhasil menjadi pelukis tidak apa-apa, tapi kalau saya gagal sebagai guru saya kecewa," ujar bekas Direktur Program Pascasarjana ISI, Yogyakarta.
Biennale Jogja kali ini bertema "Neo-Nation" dengan melibatkan 162 peserta yang merupakan satu puncak kemapanan generasi perupa 1990-an dan mulai memunculkan generasi perupa 2000-an.RAIHUL FAJRI