Hari-hari sebelum penutupan Gang Dolly, para pekerja seks, pemilik wisma, dan para pedagang terus menerus menolak. Alasan penutupan Gang Dolly oleh Wali Kota Surabaya adalah karena jika dibiarkan, prostitusi akan membawa efek sosial yang besar, khususnya bagi masa depan anak-anak di wilayah sekitarnya. Pemerintah Surabaya sudah menyiapkan kompensasi berupa program pelatihan keahlian, modal usaha sebesar Rp 5 juta, dan dana sebesar Rp 16 miliar bagi pemilik wisma-wisma yang mau menjual wismanya kepada pemerintah Surabaya. Namun mereka menolak semua itu dengan alasan modal yang diberikan tidak seberapa. Mereka mengatakan alasan mereka menjadi pekerja seks adalah kebijakan negara yang tidak berpihak kepada perempuan dan warga miskin. Meski menerima berbagai ancaman dan penolakan, Wali Kota Surabaya tidak gentar. Akhirnya, pada 18 Juni, Gang Dolly resmi ditutup.