Belajar Konser Ramah Lingkungan dari Coldplay
Konser musik hasilkan 500 juta karbon. Indonesia bisa membuat aturan konser ramah lingkungan dari konser Coldplay di Jakarta.
Tempo
Senin, 25 Desember 2023
Konser Coldplay pada November lalu menyadarkan kita bahwa Jakarta bisa menjadi tuan rumah bagi konser yang ramah lingkungan.
Konser atau festival musik memiliki dampak lingkungan yang serius. Di Inggris, organisasi pegiat lingkungan Powerful Thinking menghitung bahwa setiap tahun konser menghasilkan 16 ribu ton sampah yang tidak dapat didaur ulang.
Konsumsi energi yang sangat besar untuk tata suara, tata cahaya, ataupun transportasi penampil dan para pengunjung selama pertunjukan juga berakibat buruk bagi lingkungan. Analisis lembaga nirlaba pegiat pertunjukan ramah lingkungan, Greener Festival, melaporkan rata-rata satu konser bisa menghasilkan 500 ton karbon. Kontributor emisi terbesarnya adalah konsumsi energi tempat pertunjukan sebanyak 34 persen dan transportasi pengunjung sebanyak 33 persen.
Penonton konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, 15 November 2023. ANTARA/M Risyal Hidayat
Sayangnya, aspek ini belum banyak menjadi perhatian para pembuat kebijakan di Indonesia. Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) mencatat ada lebih-kurang 100 konser musik di Indonesia pada 2022 dan diprediksi meningkat dua kali lipat pada 2023.
Momen konser Coldplay yang menonjolkan komitmen dan upaya ramah lingkungan mesti menjadi wake-up call bagi Indonesia ataupun pemerintah Jakarta—tempat kebanyakan konser berskala besar dilaksanakan—untuk membuat terobosan agar konser-konser yang diselenggarakan semakin ramah lingkungan.
Ketiadaan Aturan Konser Ramah Lingkungan
Indonesia memiliki beberapa aturan di tingkat pusat ataupun daerah soal penyelenggaraan konser. Di antaranya Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor KM.103/UM.201/MPPT-91 tentang Usaha Jasa Impresariat yang mengatur bisnis hiburan. Ada juga Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Di Jakarta, ada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah, serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim.
Sayangnya, dari semua aturan itu belum ada kewajiban ataupun standar yang ketat untuk penyelenggaraan konser yang mengurangi emisi dan penggunaan plastik ataupun mendaur ulang sampah.
Padahal standar penyelenggaraan konser ramah lingkungan sudah banyak dikembangkan. Misalnya, terdapat standar internasional ISO20121 sebagai standardisasi aspek keberlanjutan dalam penyelenggaraan acara (standar ini sedang dalam perbaikan).
Undang-Undang Kepariwisataan Indonesia pun mengamanatkan agar pariwisata dijalankan dengan prinsip memelihara kelestarian lingkungan.
Indonesia juga sudah menandatangani Glasgow Declaration Climate Action in Tourism, komitmen global untuk membuat rencana pengurangan emisi dari sektor pariwisata. Artinya, dalam rangka memenuhi komitmen ini, Indonesia perlu mengintervensi lebih lanjut agar penyelenggaraan konser bisa lebih ramah lingkungan.
Pekerja melakukan persiapan jelang konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 14 November 2023. ANTARA/Reno Esnir
Tiga Langkah Intervensi
Indonesia perlu memperbaiki aturan penyelenggaraan konser agar sejalan dengan perkembangan terkini, komitmen, dan target global untuk konser yang lebih ramah lingkungan.
Untuk ini, Pemprov DKI Jakarta memiliki peran yang strategis sebagai ibu kota dan wajah pariwisata Indonesia. Harapannya, langkah Jakarta menjadi cerminan dan dorongan untuk daerah lainnya menguatkan aturan konser ramah lingkungan. Untuk penyelenggaraan konser, pemerintah Jakarta setidaknya dapat mengintervensi pada tiga hal.
1. Mengurangi emisi transportasi penonton
Untuk mengurangi emisi dari sektor transportasi pengunjung, Pemprov DKI Jakarta perlu menetapkan area bebas kendaraan bermotor, memperpanjang jam layanan transportasi publik, dan memperluas jangkauan layanan transportasi publik di sekitar area konser. Aturan ini bisa menjadi rekayasa sosial agar pengunjung lebih memilih moda transportasi yang ramah lingkungan.
Hal serupa sudah dilakukan saat konser Coldplay. Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) ditetapkan sebagai zona bebas kendaraan bermotor, terbatas hanya boleh untuk panitia dan tenant. Kebijakan ini "memaksa" pengunjung memanfaatkan transportasi publik atau berhadapan dengan konsekuensi biaya parkir mahal di luar GBK.
Beberapa entitas bisnis memanfaatkan hal ini dengan baik. Misalnya restoran HaiDiLao yang menyediakan shuttle bus gratis untuk para pengunjung konser yang mau makan di restorannya.
2. Pedoman pengurangan emisi dan sampah
Pemerintah Jakarta perlu menyusun pedoman pengurangan emisi dan pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan konser serta menetapkan mandat daur ulang sampah. Strategi penyusunan "pedoman" ini umum dilakukan institusi pemerintah. Saat masa pemulihan pasca-pandemi, ada panduan pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan dalam penyelenggaraan kegiatan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pedoman ini dapat menjadi acuan bagi promotor untuk menyusun standar penyelenggaraan acaranya.
3. Kewajiban pengelolaan sampah dan pengurangan emisi
Pemerintah Jakarta dapat mewajibkan promotor memiliki prosedur operasional standar (SOP) pengelolaan sampah dan pengurangan emisi serta mengawasi pelaksanaannya. SOP ini penting untuk menunjukkan sebesar apa komitmen promotor mengalokasikan sumber daya ataupun pertimbangan anggaran dalam perencanaan acara. Adanya SOP juga mendorong promotor melakukan penilaian mandiri terhadap dampak dari konser mereka dan berinovasi.
Praktik ini sudah jamak dilakukan di dunia. Contohnya, grup musik Coldplay dan pengelola konser Glastonbury di Inggris memiliki sustainability consultant (konsultan keberlanjutan) untuk mengukur dan mengendalikan dampak lingkungan dari acara mereka.
---
Artikel ini ditulis oleh Elvita peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). Terbit pertama kali di The Conversation.