Bahaya Paraben dalam Kosmetik
Batas aman paraben, zat pengawet dalam kosmetik, bisa terlampaui jika memakai kosmetik secara berlebihan.
Tempo
Senin, 24 Juli 2023
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini merilis pernyataan bahwa sepanjang tahun lalu mereka menemukan lebih dari 1.500 produk kosmetik ilegal di Indonesia yang mengandung bahan yang dilarang dan membahayakan kulit, seperti merkuri.
Pemakaian merkuri bisa menyebabkan kanker kulit. Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 23 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, merkuri termasuk bahan yang tidak diizinkan berada dalam kosmetik.
Merkuri sering ditambahkan ke kosmetik dengan klaim mencerahkan kulit dan mencegah keriput. Krim yang mengandung merkuri cenderung lebih cepat memberikan efek mencerahkan kulit sehingga banyak orang yang tertarik menggunakannya.
Baca: Ramai Tergoda Kosmetik Berbahaya
Selain merkuri sebagai bahan yang dilarang dalam kosmetik, terdapat bahan yang diperbolehkan dalam kosmetik dengan jumlah yang terbatas. Dengan demikian, ketika kosmetik yang mengandung bahan tersebut digunakan secara berlebihan akan berisiko terhadap kesehatan.
Salah satunya adalah paraben, suatu golongan zat kimia yang berfungsi sebagai pengawet dalam produk kosmetik. Pengawet ini berfungsi mencegah pertumbuhan mikroba, baik bakteri maupun jamur.
Penggunaan kosmetik secara berulang meningkatkan risiko berkumpulnya mikroba pada produk tersebut. Karena itulah, penting untuk menambahkan pengawet dalam suatu produk kosmetik.
Kosmetik yang kerap mengandung pengawet adalah kosmetik yang memiliki kandungan air, seperti krim, gel, larutan, lotion seperti yang banyak digunakan untuk pelembap, sabun mandi, dan make-up.
Jenis paraben yang sering ada dalam kosmetik adalah metil paraben, propil paraben, butil paraben, dan etil paraben. Dalam golongan paraben, yang diperbolehkan ada dalam kosmetik hanya metil dan propil paraben. Sisanya sudah dilarang di beberapa negara. Bahan yang diperbolehkan ada dalam kosmetik yang beredar di Indonesia diatur BPOM.
Ilustrasi penggunaan kosmetik dengan kandungan berbahaya. Pixabay
Regulasi Paraben dalam Kosmetik
Suatu produk biasanya mengandung lebih dari satu jenis paraben. Penggunaan paraben secara kombinasi dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dari pengawet tersebut.
Suatu kosmetik sering ditambahkan pengawet karena mengandung air dan digunakan secara berulang. Air yang terkandung dalam kosmetik ini dapat menjadi media untuk pertumbuhan mikroba.
Menurut Peraturan BPOM Nomor 23 Tahun 2019, metil paraben diperbolehkan dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimum 0,4 persen. Sedangkan butil paraben dan propil paraben diperbolehkan ada dalam kosmetik dengan konsentrasi maksimum 0,14 persen, baik secara tunggal maupun kombinasi, atau 0,8 persen jika dikombinasikan dengan metil paraben.
Untuk butil dan propil paraben tidak boleh digunakan pada kosmetik non-bilas (tidak dibilas) yang diaplikasikan pada area yang tertutup oleh popok bagi anak-anak di bawah usia 3 tahun.
Kosmetik impor yang mengandung bahan paraben dapat didaftarkan di Indonesia asalkan bahan tersebut diizinkan sebagai bahan kosmetik di negara asal. Kandungannya tidak boleh bertentangan dengan persyaratan batas maksimum tersebut.
Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyatakan belum ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa kandungan paraben dalam jumlah kecil pada kosmetik berbahaya bagi kesehatan manusia.
Ilustrasi kosmetik dengan kandungan berbahaya. UNSPALSH
Tren “Free Paraben” dalam Kosmetik
Tren bebas paraben dalam kosmetik berkembang dan kini populer karena ada beberapa penelitian yang menyebutkan paraben dapat mempengaruhi estrogen dalam tubuh yang berperan dalam sistem reproduksi laki-laki dan perempuan serta risiko kanker.
Faktanya, yang berada dalam daftar tersebut adalah isobutil paraben dan butil paraben. Dua jenis ini diperbolehkan.
Beberapa penelitian tentang pengaruh paraben terhadap hormon baru dilakukan secara in vitro (suatu uji yang dilakukan di luar makhluk hidup, biasanya pada tabung reaksi) dan pada hewan uji tikus.
Artinya penemuan “berbahaya” pada uji in vitro belum bisa menggambarkan tingkat “bahaya” pada makhluk hidup. Temuan riset in vitro juga menyimpulkan bahwa paraben bekerja sebagai agonis estrogen yang lemah. Agonis estrogen adalah senyawa dari luar tubuh yang dapat bekerja seakan-akan sebagai estrogen, yakni hormon yang dihasilkan tubuh untuk mengatur fungsi reproduksi perempuan.
Sebelumnya terdapat isu bahwa penggunaan paraben ini mampu mempengaruhi hormon dalam tubuh manusia. Namun, faktanya, dia tergolong dalam agonis estrogen yang lemah.
Selain itu, paraben sering disebutkan memicu alergi pada kulit. Faktanya, paraben memiliki tingkat pemicu yang berbeda. Metil paraben, etil paraben, propil paraben, dan isopropil paraben adalah alergen (suatu substansi yang dapat memicu alergi) yang lemah. Namun butil-, isobutil-, pentil-, dan benzil paraben adalah alergen yang kuat atau bahan yang dapat memicu alergi.
Alergen yang kuat dapat memicu sesak napas berat, tekanan darah turun secara drastis, mual, ataupun muntah. Sedangkan alergen ringan dapat memicu gatal pada kulit hingga kemerahan.
Meski penggunaannya paraben cukup luas di seluruh dunia, angka kejadian paraben dalam memicu alergi kulit dan menyebabkan kontak dermatitis (eksim yang dipicu akibat kontak dengan suatu substansi) tetap sangat jarang. Tingkat prevalensi yang dilaporkan rendah 0,6-1,7 persen di Amerika Utara dan 0,5-1,3 persen di Eropa.
Penilaian keamanan ini selanjutnya dibuktikan oleh American Contact Dermatitis Society (ACDS) yang menyoroti paraben sebagai bahan non-alergen dalam laporan keamanan mereka pada 2018.
Ilustrasi wajah rusak akibat penggunaan kosmetik dengan kandungan berbahaya. PEXELS
Jangan Berlebihan
Semua bahan, apa pun itu, termasuk paraben tentunya, memiliki risiko jika digunakan di luar batas aman. Air minum sekalipun akan berbahaya ketika dikonsumsi di luar batas aman.
Selama produk kosmetik tersebut memiliki nomor izin edar, seharusnya sudah memenuhi persyaratan jumlah batas maksimum yang ditetapkan.
Jumlah batas maksimum tersebut ditetapkan berdasarkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Aturan ini tentu saja dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pada prinsipnya, kita tidak perlu takut terhadap kosmetik yang mengandung paraben, selama produk tersebut memiliki nomor izin edar, dan digunakan sesuai dengan aturan pakai. Selain itu, jangan menggunakan kosmetik ilegal karena level keamanan belum diketahui dan risikonya jauh lebih besar.
Namun tentunya ada beberapa yang orang yang memiliki kulit lebih sensitif terhadap paraben dan menimbulkan reaksi alergi tertentu. Sama halnya dengan orang yang alergi terhadap suatu makanan, tentunya tidak bisa kita melabeli bahwa makanan tersebut “berbahaya”. Intinya, jangan berlebihan saat memakai kosmetik meskipun kosmetik tersebut legal.
---
Artikel ini ditulis oleh Putriana Rachmawati, dosen farmasi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Terbit pertama kali di The Conversation.