Kemendagri Gelar Rakor Percepat Realisasi APBD

Diikuti oleh daerah dengan realisasi APBD terendah dan tertinggi, kas tertinggi, dan inflasi tertinggi. #Infotempo

Iklan

Senin, 24 Oktober 2022

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) melakukan Analisis Evaluasi (Anev) dan Asistensi Percepatan Realisasi Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) dan Penganggaran Penangan Inflasi, di Kemendagri, Jakarta, Rabu, 19 Oktober 2022.

Rakor diikuti oleh daerah dengan realisasi APBD terendah dan tertinggi, daerah dengan dana kas tersimpan di Bank tertinggi dan daerah dengan inflasi tertinggi. Rakor membahas solusi percepatan realisasi APBD, membahas penganggaran dan penanganan dampak inflasi dan pengunaan produk dalam negeri.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri, Agus Fatoni mengatakan, Rakor ini penting dilaksanakan, selain menjadi ruang diskusi guna percepatan penyerapan APBD, penyiapan anggaran dalam pengendalian inflasi di daerah, sekaligus pembahasan penganggaran peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) dalam rangka menyukseskan Bangga Buatan Indonesia.

"Daerah peserta Rakor yang diundang sengaja dipilih yaitu daerah yang realisasi APBDnya terendah dan tertinggi, daerah dengan inflasi tertinggi dan daerah dengan uang kas yang belum terpakai yang tertinggi," kata Fatoni.

Agus Fatoni, Dirjen Bina Keuda Kementerian Dalam Negeri.

Menurut Fatoni, Rakor ini menjadi ruang diskusi untuk menemukan solusi percepatan realisasi APBD. "Rakor ini juga sebagai Forum untuk melakukan analisis dan evaluasi (Anev), asistensi, inventarisasi dan mencari solusi permasalahan realisasi APBD," ujarnya.

Fatoni menjelaskan, sepuluh daerah dengan realisasi pendapatan tertinggi per tanggal 15 Oktober 2022, yakni Provinsi Jawa Timur 84,24 persen, Provinsi Kep. Bangka Belitung 84,17 persen, Provinsi Bali 82,22 persen, Provinsi Kalimantan Barat 81,15 persen, Provinsi DIY 76,77 persen, Provinsi Kalimantan Selatan 76,68 persen, Provinsi Jawa Barat 76,40 persen, Provinsi Sumatera Barat 74,50 persen, Provinsi Banten 74,01 persen, dan Provinsi Sumatera Utara 72,88 persen.

Adapun untuk kabupaten daerah dengan realisasi pendapatan tertinggi per September 2022 yaitu, Kabupaten Bojonegoro 85,16 persen, Kabupaten Kep. Raja Ampat 83,55 persen, Kabupaten Kaur 82,70 persen, Kabupaten Banyuwangi 81,47 persrn, Kabupaten Ciamis 80,96 persen, Kabupaten Tangerang 80,46 persen, Kabupaten Kebumen 80,24 persen, Kabupaten Wonogiri 79,72 persen, Kabupaten Bondowoso 79,09 persen, dan Kabupaten Bangka 78,89 persen. Sementara untuk Kota yaitu, Kota Magelang 89,09 persen; Kota Kediri 85,06 persen; Kota Tangerang Selatan 81,88 persen; Kota Yogyakarta 81,00 persen; Kota Padang Panjang 77,41 persrn; Kota Payakumbuh 77,13 persen; Kota Prabumulih 76,51 persen; Kota Bontang 76,00 persrn; Kota Bukit Tinggi 75,82 persen; dan Kota Sukabumi 75,34 persen.

Sepuluh daerah dengan realisasi belanja tertinggi per tanggal 15 Oktober 2022, untuk Provinsi yakni Jawa Barat, Bali, Banten, Jawa Timur, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Lampung. Untuk Kabupaten yaitu Kaur, Pati, Bone Bolango, Banjar, Karimun, Aceh Jaya, Lampung Barat, Bener Meriah, Aceh Timur dan Banyuwangi. Sedangkan untuk Kota yakni Bitung, Sukabumi, Langsa, Bandar Lampung, Lhokseumawe, Metro, Gunung Sitoli, Banda Aceh, Tanjung Pinang, dan Tual," kata Fatoni.

Fatoni juga menyebutkan daerah-daerah dengan posisi uang kas tertinggi di perbankan. "Untuk Provinsi meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Papua, Papua Barat dan Sumatera Utara. Kabupaten terdiri dari Bojonegoro, Tangerang, Kutai Timur, Bogor dan Bekasi. Sedangkan, untuk Kota yaitu, Cimahi, Medan, Malang, Surabaya, dan Makassar," ujar Fatoni.

Karena itu, Fatoni meminta agar daerah segera mengatasi persoalan serapan anggaran yang masih rendah dan segera melakukan percepatan pelaksanaan realisasi APBD TA 2023. Selain itu, daerah juga harus memaksimalkan serapan anggaran, serta melaksanakan kebijakan anggaran menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel.

"Pemda jangan ragu melakukan pengadaan dini setelah penandatanganan nota kesepakatan KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD," ujarnya.

Menurutnya, penandatanganan kontrak dilakukan setelah pengesahan DPA SKPD tahun berkenaan. Kemudian berikutnya, menetapkan pejabat pengelola keuangan daerah dan pelaksanaan APBD pada SKPD dan SKPKD tidak menggunakan Tahun Anggaran.

"Selain itu, penting juga dilakukan peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah kepada kepala daerah, kepala OPD dan pejabat pengelolaan keuangan daerah dan pengadaan barang dan jasa," kata Fatoni.

Rakor ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Plh Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Kasubdit/Fungsional Ahli Madya Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Tim Teknis SIPD dan Pelaksana Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kemendagri; Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah pada 23 Pemerintah Provinsi; Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah pada 31 Pemerintah Kabupaten; dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah pada 26 Pemerintah Kota.

Adapun narasumber dalam Rakor tersebut yaitu Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Sekretaris Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Plh Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri; Direktur Evaluasi dan Sistem Informasi pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan; Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi; Direktur Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum LKPP.

Berita Lainnya