Memutus Polemik Air Minum Kemasan Galon

Dua pakar berbicara tentang air minum dalam kemasan galon plastik. Memberi klarifikasi dengan basis keilmuan.

Iklan

Senin, 28 Maret 2022

Ahli kimia Institut Teknologi Bandung, Ahmad Zainal Abidin, mengajak masyarakat untuk lebih memahami bagaimana sebuah proses kimia berjalan. Zainal menggambarkan bagaimana proses kimia bisa merubah unsur pembentuknya yang berbahaya menjadi senyawa kimia baru yang aman. Contohnya adalah garam atau natrium klorida (NaCl) sehari hari dikonsumsi manusia. Jika unsur pembentuk garam  (natrium dan chlor) berdiri sendiri, natrium yang berlebihan masuk ke dalam tubuh dapat membahayakan. Demikian pula dengan efek samping klorida yang dapat merusak ginjal.

“Tapi saat sudah jadi garam, sudah tidak bahaya. Setiap hari kita makan. Bahkan kalau makanan tanpa garam terasa hambar. Nah, demikian juga halnya dengan unsur BPA atau Bisphenol-A. Saat berdiri sendiri memang bahaya untuk tubuh, tetapi ketika sudah menjadi polikarbonat (PC) atau plastik yang digunakan sebagai kemasan galon, tidak berbahaya lagi,” ujar Zainal yang juga pakar polimer, Sabtu, 26 Maret 2022.

Dia mengimbau agar seluruh pihak memahami dulu dasar-dasar keilmuan sehingga tidak menyebabkan kegaduhan di masyarakat. Terutama mengenai polemik keamanan galon untuk air minum dalam kemasan (AMDK).

Sebelumnya, penggunaan galon polikarbonat sebagai kemasan minuman yang terkena panas matahari dinilai berisiko memicu peluruhan BPA. “Itu sama saja menjemur kursi plastik. Perlu waktu tahunan kursinya getas, retak. Tidak terjadi jika dijemur sebentar,” ucap Zainal.

Menurut dia, produsen AMDK juga sudah memperhitungkan tentang keamanan hingga proses distribusi agar tetap aman saat diterima konsumen. Zainal tidak menampik cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet saat menerpa galon yang transparan akan menimbulkan reaksi. Namun tidak serta-merta meluluhkan BPA yang menjadi bahan dasar polikarbonat.

Pemilihan polikarbonat sebagai bahan dasar galon air minum karena memiliki sifat tahan panas, keras, kaku, dan mudah dibentuk. Selain itu, BPA juga tidak mudah larut ke dalam air.

Saat ini di pasaran beredar galon air kemasan dengan bahan polikarbonat dengan kemasan serta berbahan polietilena tereftalat (PET) dalam berbagai ukuran.

Plastik PC tahan hingga suhu transfer glass (titik leleh) di 150 derajat celcius, sedangkan PET pada suhu 70 derajat Celcius.

Badan POM, kata Zainal, selalu melakukan uji berkala terhadap setiap produk yang beredar di masyarakat, termasuk galon air kemasan. Selama lima tahun terakhir, hasil uji BPOM menunjukkan bahwa migrasi BPA pada galon air kemasan di bawah 0.01 bpj. Sedangkan ambang bawah batas maksimal sebesar 0.6 bpj. “Jadi masih jauh banget,” ucapnya.

Sebagai ahli polimer, ia pun kerap diminta bantuan untuk memberi masukan. Saat pengujian produk dan kemasannya, tim dari Badan POM akan mengambil sampel dari hulu hingga hilir. “Oh ya, kami uji yang ada di produsen, ada di tengah, sampai ke hasil akhir yang sudah di tangan konsumen,” ujarnya.

Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor, Nugraha Edhi Suyatma, menyatakan bukan hanya Badan POM yang telah melakukan penelitian tentang kemasan galon air kemasan. Kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) juga menyatakan bahwa belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA, karena data paparan BPA masih terlalu rendah untuk dapat menimbulkan bahaya kesehatan.

“Penelitian internasional lainnya juga menunjukkan penggunaan kemasan PC termasuk galon AMDK secara berulang tidak meningkatkan migrasi BPA,” kata Nugraha.

Bahan kemasan air minum, kata dia, baik yang berbahan PC maupun PET sama-sama memiliki keunggulan sekaligus risiko jika penangananya tidak benar. Menurut Nugraha, semua air mineral dalam kemasan, baik galon berbahan PC atau PET, air mineral gelas, air mineral botol, sudah teruji aman bagi tubuh.

Bahkan, kata dia, kebiasaan masyarakat menggunakan air isi ulang tidak akan banyak berpengaruh pada ketahanan galon yang dipakai. “Justru yang harus jadi perhatian adalah air yang digunakan untuk isi ulang, karena itu kan tidak ketahuan seperti apa kontrolnya, pengawasannya,” ujar Nugraha. (*)

Berita Lainnya