Geliat Milenial Bisnis Tanaman Hias Berorientasi Ekspor

Permintaan pasar ekspor tanaman subtropis berwarna hijau meningkat.

Tempo

Sabtu, 12 Februari 2022

Kementerian Pertanian mendorong pengembangan florikultura guna mewujudkan program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (GRATIEKS). Pandemi Covid 19 tidak menyurutkan Indonesia mengikuti ajang pameran internasional seperti International Floriculture Expo di Florida di Belanda pada September 2021 dan ODICOFF di Serbia pada November 2021.

Dari kedua ajang dunia ini, Indonesia berhasil mendapatkan kontrak dengan pembeli asing membuktikan florikultura lokal diminati pasar Amerika dan Eropa. Sebagai negara megabiodiversitas genetik florikultura peluang ini harus dimanfaatkan petani nasional untuk meningkatkan pasar ekspor.

Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukma, mengatakan pasar luar negeri sedang gandrung tanaman subtropis berwarna hijau. “Salah satunya scindapsus truebii black tanaman asli Kalimantan dan disukai banyak negara,” ujarnya, Jumat, 11 Februari 2022.

Saat ini, kata Liferdi, banyak generasi milenial yang bergerak di sektor pertanian, khususnya tanaman hias. Salah satunya Pelita Desa Nursery yang mengembangkan florikultura sejak Maret 2021. “Dikelola milenial muda, bahkan ada yang tercatat masih pelajar SMA,” tuturnya.

Direktur CV Pelita Desa Nursery, Cici Melita, mengatakan antusias mengembangkan bisnis pembibitan tanaman hias meski bukan berlatar belakang pertanian. Bahkan perusahaan ini sudah mengikuti ajang pameran internasional International Floriculture Expo di Florida pada September lalu.

“Di pameran itu kami mempromosikan beragam jenis tanaman hias yang kami kembangkan. Dari ekspo tersebut kami mendapat kontrak dengan beberapa buyer dan nursery yang kami kunjungi,” kata Cici Melita.

Cici Melita menuturkan kegiatan pertanian dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Petani yang masuk dalam binaan mencapai ratusan orang tersebar di Desa Putat Nutuh dan Desa Tamansari, Kecamatan Ciseeng, Bogor.

Kegiatan usaha, kata Cici Melita, dengan menggunakan istilah mustahik dan muzakki mengadopsi konsep islami. Sederhananya, mustahik adalah orang-orang yang menerima zakat dan sedang muzakki adalah orang yang membayar zakat.

Kelompok mustahik digambarkan sebagai petani binaan. Melalui kerja sama tersebut, petani binaan yang memiliki pendapatan tinggi bisa mencapai level muzakki.

Dalam prakteknya, petani membeli bibit ke Pelita Desa seharga Rp 35 ribu. Bibit kemudian dikembangkan dan diperbanyak yang kemudian dijual kembali ke Pelita Desa dengan harga rata-rata Rp 25–35 ribu per anakan  jenis tanaman hias yang diminati pasar.

“Beberapa petani dapat menghasilkan seribu anakan. Dari pola ini, petani sudah mendapat keuntungan dan tidak khawatir karena tanaman yang dikembangkan sudah ada pasarnya,” kata pengusaha berusia 24 tahun ini.

Cici Melita mengatakan Pelita Desa mengembangkan beragam jenis florikultura mengikuti selera dan permintaan dari pembeli. Selain pembibitan, dia melanjutkan, Pelita Desa membangun green house seluas 400 meter persegi sebagai karantina tanaman sementara sebelum dikirim ke luar negeri.

Florikultura yang dibudidayakan Pelita Desa, antara lain scindapsus, philodendron, aglaonema, anthurium, amydrium, monstera, syngonium, dan cyrtosperma. “Kualitas, kuantitas dan kontinuitas merupakan kunci dalam pemasaran florikultura. Kami juga melakukan perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan untuk memenuhi permintaan ekspor,” kata Cici Melita.

Ummi, petani binaan Pelita Desa, mengembangkan tanaman hias daun di lahan seluas 60 meter persegi dengan menghasilkan 1.200 pohon. Kegiatan ini diakuinya membantu pendapatan petani. “Cukup menggunakan halaman depan rumah saja, semula saya hanya menanam 200 anakan kini berkembang lebih dari 1.200 anakan,” ujarnya. 

Berita Lainnya