Ikhtiar Bukit Asam Ciptakan Energi Bersih

Selain teknologi menangkap emisi karbon, Bukit Asam berekspansi menjadi penghasil energi yang lebih ramah lingkungan melalui pembangunan PLTS dan gasifikasi batu bara.

Tempo

Senin, 25 Oktober 2021

Upaya menggunakan energi bersih kian menjadi tren seturut ancaman krisis iklim. Produsen dan industri energi fosil pun ikut arus dengan menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan, bahkan bertransformasi jadi penghasil energi hijau.

“Saat ini sudah banyak upaya maksimal pelaku usaha dan perusahaan pertambangan batu bara mengurangi jejak emisi karbon maupun efek rumah kaca melalui pemanfaatan teknologi,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Hendra Sinadia dalam Tempo Energy Day 2021, Jumat, 22 Oktober.

PT Bukit Asam (Persero) Tbk menjadi  salah satu industri batu bara yang memanfaatkan teknologi ultra-supercritical pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mengurangi emisi karbon 90-95 persen. “Artinya, kalau menggunakan teknologi tersebut emisi karbon batu bara tinggal lima persen,” ujar Direktur Utama PT Bukit Asam, Suryo Eko Hadianto.

Surya Eko Hadianto, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk

Ia menjelaskan, ikhtiar Bukit Asam menjadi perusahaan yang ramah lingkungan juga dilakukan dengan langkah lain. Pertama, melakukan reforestrasi atau menanam pohon yang menyerap karbon di area tambang milik perusahaan. Pohon trembesi menjadi pilihan Bukit Asam sesuai rekomendasi penelitian Institut Teknologi Bandung.

Bukit Asam juga mengganti alat berat untuk pertambangan yang mengonsumsi bahan bakar fosil menjadi alat berat berbasis listrik. Demikian pula, pompa-pompa yang digunakan juga telah diganti dengan pompa listrik.

“Mulai triwulan I tahun 2022, seluruh armada untuk mengangkut karyawan dan armada untuk kebutuhan operasional kami ubah menjadi kendaraan-kendaraan berbasis listrik,” ujar Suryo.

Selain memanfaatkan energi yang lebih bersih, Bukit Asam bahkan bertransformasi menjadi perusahaan penghasil energi hijau. Lahan-lahan bekas tambang milik perusahaan diubah menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Suryo mengatakan, untuk menghasilkaan 1 Megawatt listrik dari PLTS membutuhkan lahan 1 hektare, sementara perusahaan batu bara milik pemerintah tersebut menguasai  sekitar 93 ribu hektare lahan.

Penguasaaan ribuan hektare lahan tersebut, menurut Suryo, menjadi keuntungan besar bagi Bukit Asam. Pasalnya, perusahaan tidak perlu mencari lahan  untuk instalasi pembangkit surya sehingga dapat mengurangi biaya yang dibutuhkan dalam proyek PLTS. “Jadi, ini bisa kita masukkan dalam portofolio Bukit Asam sebagai bisnis yang renewable dengan memanfaatkan lahan menjadi PLTS,” ujarnya.

Di sisi lain, imbuh dia, Bukit Asam juga memiliki lahan yang telah ditanami pohon kelapa sawit. Pemanfaatan minyak nabati dari kelapa sawit (CPO) dari perkebunan sawit itu dapat diolah menjadi bioenergi dan akhirnya digunakan untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).

Bukit Asam juga sedang mengupayakan gasifikasi batubara dengan menggandeng PT Pertamina (Persero) dan Air Products Inc. Proyek ini akan memanfaatkan batu bara kalori rendah diolah menjadi  dimethyl ether (DME) dan digunakan untuk substitusi liquified petroleum gas (LPG).

Saat ini Indonesia masih mengimpor LPG 6-8 juta ton per tahun. Suryo mengasumsikan harga impor per ton gas cair lebih dari US$ 1 juta, sementara saat pabrik DME telah beroperasi dapat menghasilkan 1,4 juta ton pengganti LPG, maka dapat mengurangi  beban impor.

Ia telah menghitung, satu pabrik DME memberi dampak pertumbuhan ekonomi 0,3 persen. “Apalagi kalau nanti ada beberapa pabrik atau kita bisa produksi 6-8 juta ton, tinggal dikalikan saja berarti bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi sekitar 1,8 sampai 2,4 persen,” ujar Suryo.

Bukit Asam telah berusaha menjadi perusahaan yang lebih ramah pada alam. Pemanfaatan teknologi pada batu bara juga terbukti membuatnya lebih aman.

Menurut Suryo , tantangan saat ini bukan sekadar mengembangkan energi baru terbarukan. “Tetapi mengembangkan teknologi yang bisa meng-capture emisi karbon dari proses kegiatan bisnis yang ada. Jika bisa menemukan teknologi ini, maka Indonesia dengan berbagai sumber daya alam dapat dimanfaatkan dan kita bisa menjadi bangsa yang kuat, bangsa yang mandiri,” katanya. (*)

Berita Lainnya