Mengawal Jalan Menuju Energi Bersih
Diskusi selama dua hari melibatkan pemerintah, pelaku usaha, dan praktisi mengupas tuntas berbagai tantangan dan rencana pengembangan energi baru terbarukan. Menjadi masukan pemerintah dalam membuat kebijakan.
Pemerintah berkomitmen mengembangkan proyek energi bersih sesuai dengan kesepakatan Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional. Seraya menggenjot transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi hijau, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi. Antara lain terkait investasi, regulasi, alih energi migas, dan reduksi pemanfaatan batu bara.
Untuk menelaah mendapatkan solusi terbaik dalam mewujudkan target penggunaan energi baru terbarukan (EBT), Tempo Media Tbk menggelar Tempo Energi Day 2021 dengan tema besar “Energi Bersih untuk Indonesia.”
Kegiatan selama 21-23 Oktober ini merupakan rangkaian diskusi secara virtual selama dua hari yang terbagi menjadi lima sesi, menghadirkan berbagai tokoh di bidang energi, mulai dari pemerintah, dunia usaha, serta praktisi energi. Ada pula bootcamp di hari ketiga yang menjadi ajang bagi masyarakat untuk bergerak bersama mewujudkan energi bersih.
“Saya menyampaikan apresiasi atas upaya Tempo dalam mendukung dan mensosialisasikan EBT yang kompetitif kepada masyarakat sehingga dapat meraih keadilan, kedaulatan dan kemandirian energi di masa depan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, yang meresmikan acara ini.
Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya MIneral
Langkah pemerintah melalui Kementerian ESDM untuk mewujudkan energi bersih dijabarkan oleh Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, dalam Tempo Energy Day Sesi 1 dengan topik “Realisasi Energi Baru dan Terbarukan”.
Menurut Rida, saat ini Indonesia berada di masa transisi energi. implementasinya dapat terlihat pada RUPTL PLN yang lebih ‘hijau’ dan tidak lagi menerima usulan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. “Setelah 2030 bahkan tidak ada lagi pembangunan pembangkit berbasis fosil,” ujarnya.
Executive Vice President Perencanaan Sistem PT PLN (Persero), Edwin Nugraha Putra, Corporate Secretary Pertamina Power Indonesia, Dicky Septriadi, dan Program Manager Energy Transformation IESR, Deon Arinaldo, ikut menjelaskan berbagai proyek hijau yang sedang berlangsung di dua perusahaan BUMN tersebut.
Dukungan finansial untuk berbagai proyek energi bersih tersebut dikupas pada Sesi 2 dengan tema “Pembiayaan Energi Berkelanjutan”. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi, Masyita Crystallin, menyatakan pemerintah telah memberikan dukungan berupa kebijakan fiskal, instrumen pembiayaan hijau, dan menjalin kerja sama dengan lembaga jasa keuangan.
Di pihak lembaga pembiayaan, Executive Director, Industry Group Head Resources and Property, UOB Indonesia, Susanto Lukman; Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur, Edwin Syahruzad; Kepala Group Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK, Enrico Hariantoro dan Senior Vice President Corporate Banking V Bank Mandiri, Midian Samosir, memaparkan skema pembiayaan untuk nasabah yang mengembangkan energi hijau.
Kendati peta jalan menuju energi bersih telah dibentangkan, kebutuhan atas energi fosil di masa transisi tetap mengemuka. Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menyebut bahwa bauran energi masih disokong oleh migas hingga 44 persen sampai 2050. Artinya, industri ini tetap dibutuhkan selama dua hingga dekade mendatang.
Kantong-kantong migas di Indonesia juga masih banyak yang dapat dieksplor dan dieksploitasi. Perkaranya, proyek migas membutuhkan investasi dan risiko yang tinggi. Di mata investor, negeri ini kalah menarik ketimbang negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia.
Problem tersebut dibahas dalam Sesi 3 bertajuk “Energi Fosil Masa Depan”, Deputi perencanaan SKK Migas, Benny Lubiantara; Praktisi Energi, Ari Soemarno; dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Migas Nasional Moshe Rizal Husin sepakat bahwa pemerintah perlu memberi dukungan lebih dalam bentuk insentif dan regulasi baru yang dapat merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001.
“Makin ketatnya intervensi pemerintah, makin banyaknya perizinan yang harus dibuat, lalu masalah perpajakan dan masalah kesucian kontrak, membuat investor mengalami permasalahan, dan perhitungan ekonomi mereka tidak terpenuhi,” kata Ari Soemarno.
Tantangan dalam mengembangkan EBT dari sisi kelistrikan dibahas dalam Sesi 4 dengan tema “Keberlanjutan Kelistrikan”. Koordinator Penyiapan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Husni Safruddin, menjelaskan pemerintah telah memprioritaskan pembangunan PLTS dan PLTB (bayu) demi mengejar bauran energi 23 persen di 2025. Dua energi bersih tersebut dipandang paling cepat dibangun dibanding sumber energi alam lainnya.
Namun, muncul kajian menarik dari Board Member Purnomo Yusgiantoro Center, Luky Yusgiantoro, dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, bahwa PLTS dan PLTB rentan terhadap perubahan iklim. “Pemerintah sebaiknya mulai memusatkan perhatian pada geothermal karena lebih tahan dan kapasitasnya besar,” kata Komaidi.
Sesi 5 bertajuk “Batu Bara Ramah Lingkungan” menjadi penutup rangkaian diskusi Tempo Energy Day 2021. Di masa transisi energi, batu bara akan tetap dibutuhkan. “Meski tekanan global sangat besar, kami optimistis batu bara masih bertahan, setidaknya dalam dua atau tiga dekade ke depan,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Hendra Sinadia.
Narasumber lainnya, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dwiwahju Sasongko, mengupas berbagai teknologi yang diterapkan pada PLTU sehingga energi fosil ini bisa lebih ramah karbon, antara lain dengan cofiring, pemanfaatan fly ash dan bottom ash, serta batu bara hibrida.
Sedangkan Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, Suryo Eko Hadianto, menjabarkan pemanfaatan lahan bekas tambang menjadi PLTS dan upaya gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Jika pabrik DME berhasil dikembangkan, Suryo menjamin kebutuhan LPG dalam negeri dapat terpenuhi dan tak perlu lagi impor.
Pemanfaatan energi surya pada sektor industri lebih dalam dibahas online bootcamp 1 bertajuk “Praktik #Energi Bersih Sehari-Hari”. Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM, Luh Nyoman Puspa Dewi, mengatakan akan membuat pelabelan daya pada perangkat elektronik rumah tangga seperti AC, setrika, kulkas, pemanas nasi, hingga kompor listrik. Pelabelan tersebut akan tertera skala 1-4. Angka 4 dari skala tersebut berarti memiliki daya listrik paling hemat.
Sementara itu dua generasi muda yang juga seorang aktor dan musisi, sekaligus aktivis seperti Ramon Y. Tungka dan Robi Navicula menyepakati hal sederhana praktik energi bersih keseharian dilakukan sejak dalam rumah seperti memilah sampah dan mematikan listrik bila tidak digunakan. Termasuk mengoptimalkan peranan profesi masing-masing dengan satu isu fokus: transisi energi. “Satu energi kecil yang dilakukan bersama, terus-menerus, dan konsisten akan menjadi kekuatan yang masif,” kata Ramon.
Secara menarik hal tersebut terekam dari survei yang dilakukan oleh Verena Puspawardani, Direktur Program Coaction Indonesia dengan melibatkan total 100 ribu responden. Sebanyak 80 persen responden dari kalangan generasi muda usia 17-35 tahun menjawab, tentang besarnya potensi EBT dan pentingnya penerapan EBT khususnya energi surya di Indonesia.
Sesi online bootcamp 2 bertajuk “Cara Memanfaatkan Energi Surya” mengulas tentang implementasi energi surya pada sektor industri. Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Anthony Utomo mengatakan penggunaan PLTS Atap terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan berpeluang terciptanya green job, karena implementasinya yang mudah, murah, dan cepat.
Hal tersebut terlihat seperti diungkapkan Raditya Pramudiantoro, Senior Climate & Conservation Manager Danone Indonesia, implementasi PLTS Atap sudah dilakukan di sejumlah pabrik seperti Bogor, Banyuwangi, Klaten, dan Sukabumi. Diharapkan PLTS Atap akan terinstalasi di semua pabrik pada 2030.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya menerangkan pembangkit listrik EBT memiliki porsi 20,9 GW dari total 40,6 GW yang dikembangkan PLN hingga 2030. “Komposisi EBT tenaga hidro sebesar 10,4 GW, PLTS 4,7 GW, dan sisanya potensi EBT lainnya,” jelasnya.
Tempo Energy Day 2021 terselenggara berkat kerja sama antara Tempo Media Group dengan UOB Indonesia, PT PLN Persero, PT Pertamina Persero, KADIN Indonesia, ExxonMobil, SKK Migas, PT Bukit Asam Tbk dan Kementerian ESDM. Tak lupa juga ucapan terima kasih untuk community partner FT UI, HIMA UGM dan UPN Veteran Yogyakarta.
Tempo Energy Day 21-23 OKtober 2021.