Tingkat Literacy Loss Mengkhawatirkan saat Pandemi
Literacy loss sudah dibuktikan dengan kajian kolaboratif antara peneliti Cina dan Amerika.
Tempo
Kamis, 29 Juli 2021
Jakarta – Pakar Literasi Sofie Dewayani mengatakan pandemi COVID -19 menjadi tantangan tersendiri bagi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Ia mendapat banyak laporan dari para guru di daerah bahwa kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ) mengakibatkan terjadinya literacy loss atau penurunan minat dan kemampuan literasi.
“Secara spesifik penurunan kemampuan baca siswa di banyak daerah dari kelas IV SD karena mereka tidak bisa mengakses belajar daring sehingga kemampuan membacanya menurun,” katanya kepada Tempo, Senin, 26 Juli 2021.
Fenomena ini, kata Sofie, juga sudah dilaporkan oleh sekolah-sekolah terutama di daerah yang terkendala dengan akses dan jaringan. Dia menyebut, banyak anak sekolah dasar tingkat awal yang mengalami kesulitan dalam mengakses pembelajaran secara daring. Kendala lainnya yakni sebagian orang tua belum memiliki pengalaman dalam menerapkan perkembangan teknologi, terutama PJJ di era pandemi COVID-19.
Dampaknya, banyak siswa yang terhambat dalam peningkatan kemampuan literasi. “Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa literacy loss ini pada tingkat yang mengkhawatirkan untuk indonesia,” katanya.
Pada 2020, Sofie mengatakan, literacy loss yang terjadi pada anak terutama di tingkat taman kanak-kanak sudah dibuktikan dengan kajian kolaboratif antara peneliti asal Cina dan Amerika yang bertajuk Literacy Loss in Kindergarten Children during COVID-19 School Closures. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MGH Institute of Health Professions, Georgia Institute of Technology, dan ClimaCell Inc, itu bahwa fenomena ini terjadi tidak hanya di Indonesia, melainkan sudah mendunia. Oleh karena itu, risiko penurunan literasi harus dimitigasi atau paling tidak dikurangi dampaknya.
Dengan kondisi pandemi COVID-19, Sofie menyebut paling tidak siswa dikenalkan dengan budaya membaca. Orang tua pun perlu mendampingi dan mengawal anaknya belajar. Perlu diperhatikan pula bahwa buku yang digunakan harus sesuai dengan tingkat usianya. Dengan begitu, anak tidak merasa terbebani sehingga mereka tertarik untuk membaca.
"Dilakukan pendistribusian buku, perpustakaan sekolah tetap buka, dan buku dikirim melalui kurir atau orang tua dititipi buku. Lalu buku dibacakan oleh orang tua selama pandemi. Kalau bisa setiap hari. Itu bisa menghindarkan anak dari literacy loss,” ujarnya.
Sofie menegaskan, langkah tersebut dinilai efektif dalam memitigasi literacy loss. Ia berharap ada upaya lain yang dilakukan oleh guru. Upaya tersebut melibatkan peran berbagai kelompok masyarakat yang dibantu aparat desa. Pemetaan atas siswa yang membutuhkan bantuan perlu segera dilakukan. Bagi anak yang orang tuanya belum memiliki perangkat belajar daring, agar rumah mereka dikunjungi seandainya sekolah belum buka.
“Guru dan Pemerintah Daerah perlu mendorong agar kegiatan membaca terlaksana dengan sungguh-sungguh,” katanya.