Beban Ganda Rumah Tangga di Daerah Bencana

“603 keluarga yang disurvei kehilangan pendapatan signifikan pada 2020, dan berisiko tinggi jatuh ke dalam kemiskinan.”

Tempo

Minggu, 28 Februari 2021

JAKARTA – Survei cepat UNICEF, UNDP dan SMERU Research Institute menyebutkan sekitar 85 persen responden di komunitas yang dilanda bencana di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat mengalami 'beban ganda' kerugian ekonomi akibat pandemi Covid-19. Survei yang diberi judul “Dampak Sosial Ekonomi Pandemi Covid-19 di Daerah Pascabencana” melibatkan 800 rumah tangga di dua provinsi dilakukan pada Juli dan Agustus 2020.

Area fokus studi adalah Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat, serta Kabupaten Sigi dan Palu di Sulawesi Tengah. Studi ini meninjau kondisi pendapatan dan keuangan, akses kesehatan dan pendidikan, serta kesadaran masyarakat dalam mengakses bantuan pemerintah.

“Survey ini mampu menggali akar masalah yang terjadi di masyarakat,” ujar Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah, dalam kata sambutan nya di acara peluncuran laporan, Kamis, 25 Februari 2020. “Hasil survey akan menjadi rujukan dalam penyusunan program dan membangun sinergi dengan berbagai pihak,  khususnya dengan UNDP dan UNICEF.”

Deputy Resident Representative UNDP Indonesia, Sophie Kemkhadze, mengatakan temuan studi mengkonfirmasi pengamatan awal bahwa kelompok terentan di Indonesia adalah yang paling terdampak, terutama akibat bencana alam. Hasil studi diharapkan memberikan bukti yang dibutuhkan Pemerintah Indonesia mengatasi dampak pandemi. “Dan berakibat kemunduran pencapaian pembangunan manusia dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang diperoleh dengan susah payah,” ujarnya.

Studi tersebut juga menemukan bahwa anak-anak di daerah yang dilanda bencana menanggung beban pandemi. Sebanyak 21,8 persen rumah tangga mengalami kesulitan mengakses layanan pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak mereka. “603 keluarga yang disurvei kehilangan pendapatan signifikan pada 2020, dan berisiko tinggi jatuh ke dalam kemiskinan,” kata Chief of Social Policy UNICEF Indonesia, Fernando Carrera.

Fernando mengatakan, anak-anak berisiko kehilangan akses ke nutrisi yang baik dan kebutuhan dasar lainnya. “Program perlindungan sosial yang berfokus pada anak yang dipimpin oleh pemerintah dapat membantu mengurangi kemiskinan anak,” ujarnya.

Studi menemukan 65,7 persen rumah tangga berpenghasilan kurang dari Rp 1 juta per bulan melaporkan kehilangan pendapatan setelah bencana alam 2018. Sebanyak 66,4 persen rumah tangga dalam kelompok pendapatan yang sama melaporkan kehilangan pekerjaan, rentan secara ekonomi dan cenderung terkena dampak bencana.

Studi juga menyebutkan perempuan mengalami dampak negatif signifikan sebesar 83,9 persen. Hal ini mengindikasikan mereka memperoleh pendapatan lebih rendah pada Juni dibandingkan dengan awal 2020. Meskipun lebih dari 40 persen rumah tangga melaporkan menerima bantuan pemerintah dalam bentuk tunai dan pangan, sebanyak 47 persen tidak menerima bantuan langsung tunai dan 40,9 persen tidak menerima bantuan sosial pangan.

Asep Suryahadi dari SMERU Research Institute, mengatakan kajian bersama ini menunjukkan bahwa perubahan atau bencana mempengaruhi rumah tangga secara berbeda. Mereka yang berada dalam kelompok berpenghasilan rendah, rumah tangga yang dikepalai perempuan, rumah tangga dengan anak-anak dan penyandang disabilitas sangat rentan. “Dengan sumber daya yang terbatas, sistem pendukung eksternal harus memastikan mata pencaharian rumah tangga rentan,” ujarnya.

Studi mengusulkan empat poin utama; (i) Pemerintah harus bekerja dengan pemerintah desa dan anggota masyarakat lokal untuk mendokumentasikan rumah tangga rentan dan menyalurkan bantuan; (ii) Melibatkan pemerintah desa dan anggota masyarakat setempat untuk mendukung praktik pendidikan; (iii) Mendukung penyedia layanan kesehatan dan petugas kesehatan untuk memastikan layanan kesehatan dasar dapat diakses dan (iv) Memprioritaskan program pemulihan di daerah termiskin agar dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 dapat diminimalisir atau bahkan dihindari.

Kepala Bapeda Nusa Tenggara Barat Amry Rakhman mengatakan pada 2018 perekonomian di wilayahnya minus 4 persen. “Pada 2019 perekonomian mulai bangkit dan tumbuh 3,9 persen,” ujarnya. Namun, akibat pandemi perekonomian selama 2020 terkontraksi minus 0,64 persen.

Amry mengakui angka kemiskinan di NTB masih tinggi. “Biasanya tiap tahun turun 1-2 persen, tapi akibat gempa 2018 angka kemiskinan hanya turun 0,3 persen,” ucapnya.

Adapun Plt Kepala Bapeda Sulawesi Tengah Faisal Mang mengatakan wilayahnya sedang melakukan pemulihan pasca bencana alam. Pemerintah provinsi saat ini sedang fokus membangun hunian tetap warga terdampak gempa. Dia mengakui dalam penyaluran bantuan sosial tidak merata. “Itu karena pendataan awal, tapi sekarang sudah diperbaiki dengan verifikasi dan validasi,” ujarnya.(*)

Inforial

Berita Lainnya