Gen Z Bertahan di Perpustakaan

Di tengah arus informasi digital, penelitian mendapati sebagian besar generasi Z masih rutin mengunjungi perpustakaan.

Tempo

Selasa, 6 Februari 2024

Kegandrungan kita terhadap smartphone dan ketertarikan kita pada buku mungkin tampak bertentangan. Namun buku adalah jeda yang dibutuhkan bagi kebiasaan kita menatap gawai.

Penelitian terbaru kami menemukan 92 persen gen Z dan milenial Amerika Serikat (AS) mengakses media sosial setiap hari. Sebanyak 25 persen dari mereka memeriksanya beberapa kali per jam.

Namun, dalam studi nasional, kami menemukan gen Z dan milenial masih mengunjungi perpustakaan dalam jumlah yang sehat. Sekitar 54 persen gen Z dan milenial berkunjung ke perpustakaan setempat pada 2022.

Temuan kami memperkuat data pada 2017 dari Pew Research Center, yang menunjukkan 53 persen milenial mengunjungi perpustakaan setempat selama 12 bulan sebelumnya. Sebagai perbandingan, penelitian yang sama menemukan hanya 45 persen generasi X dan 43 persen generasi baby boomer yang mengunjungi perpustakaan umum.

Lalu mengapa gen Z dan milenial—yang terkadang dikategorikan sebagai generasi dengan atensi yang rendah dan anak rumahan—masih melihat manfaat mengunjungi perpustakaan umum?

Kegemaran Produk Cetak

Kami menemukan gen Z dan milenial lebih suka buku cetak dibanding e-book dan buku audio, meskipun format bacaan favorit mereka yang lain jelas bersifat digital, seperti obrolan video game dan novel web.

Gen Z dan milenial AS membaca rata-rata dua buku cetak per bulan. Ini hampir dua kali lipat dari rata-rata akses e-book atau buku audio, menurut data kami. Preferensi terhadap buku cetak juga terlihat pada jenis buku yang dipinjam dan dibeli oleh gen Z dan milenial. 

Sekitar 59 persen dari mereka mengaku lebih suka cerita yang sama dalam format grafis atau manga dibanding hanya berbentuk teks. Meskipun beberapa novel bergambar, komik, dan manga dapat dibaca di layar, buku adalah medium yang membuat ilustrasi rumit ini benar-benar menonjol.

Pengunjung memasuki Ruang Komunitas dan Perpustakaan di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Kebayoran Baru, Jakarta, 3 Oktober 2022. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Lebih dari Sekadar Membaca

Kami sangat terkejut atas temuan bahwa 23 persen gen Z dan milenial yang tidak mengakui diri mereka sebagai pembaca tetap mengunjungi perpustakaan fisik dalam 12 bulan terakhir.

Ini adalah pengingat bahwa perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai gudang buku. Pelanggan juga dapat merekam podcast, membuat musik, membuat kerajinan tangan dengan teman, atau bermain video game. Ada juga ruang yang tenang dengan Wi-Fi gratis, cocok untuk pelajar atau orang yang bekerja jarak jauh.

Generasi muda cenderung lebih didorong oleh nilai-nilai dibanding generasi yang lebih tua—semangat berbagi khas perpustakaan tampaknya selaras dengan gen Z dan milenial. Begitu pula soal ruang yang bebas dari komersialisme. Di perpustakaan, tidak ada iklan dan tak ada biaya—asalkan kamu mengembalikan buku tepat waktu. Tidak ada pula cookie yang melacak dan menjual perilakumu.

Data sensus AS juga menunjukkan generasi muda lebih beragam secara ras dibanding generasi yang lebih tua. Survei kami menemukan 64 persen gen Z dan milenial Afrika-Amerika mengunjungi perpustakaan fisik pada 2022. Angka ini 10 persen lebih tinggi dibanding populasi umum.

Sementara itu, gen Z serta milenial Asia dan Latin cenderung mengatakan bahwa menelusuri rak perpustakaan adalah cara yang lebih disukai untuk menemukan buku-buku baru.

Aktivitas perpustakaan Baca Di Tebet di Jakarta, 15 September 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Momen Krusial bagi Perpustakaan

Meskipun perpustakaan terpaksa memperhitungkan pelarangan buku dan politisasi ruang publik, gen Z dan milenial masih memandang perpustakaan sebagai semacam oasis: tempat doomscrolling (terus-menerus menelusuri media sosial untuk membaca berita buruk) dan luapan informasi dapat diredam, meskipun untuk sementara.

Mungkin kunjungan gen Z dan milenial ke perpustakaan, seperti halnya penerimaan terhadap ponsel lipat dan board game, adalah cara lain untuk memperlambat laju kehidupan.

Buku cetak tidak akan mencolekmu atau menghantuimu. Ketika anak-anak muda akhirnya kembali mengakses gawai mereka, buku dapat menjadi alat bantu yang sangat baik untuk #BookTok, komunitas di TikTok tempat para pembaca mengulas buku favorit mereka.

---

Artikel ini ditulis oleh Kathi Inman Berens dan Rachel Noorda, pengajar ilmu penerbitan di Portland State University, Amerika Serikat. Terbit pertama kali di The Conversation.

Berita Lainnya