Buah Model Pembangunan Buruk Jokowi

Maraknya pekerja yang bergantung hidup pada ekonomi serabutan andil dari kebijakan pembangunan Jokowi. Beban bagi presiden terpilih.

 

Tempo

Senin, 14 Oktober 2024

MENINGKATNYA jumlah kelompok rentan miskin (prekariat) merupakan hasil nyata pilihan model pembangunan ekonomi dalam sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kondisi buruk ini akan menjadi beban berat bagi Prabowo Subianto, yang akan menjalankan roda pemerintahan dalam lima tahun ke depan. 

Survei Angkatan Kerja Nasional 2024 yang dilakukan Badan Pusat Statistik menunjukkan hampir 60 persen atau 84,13 juta orang dewasa bekerja di sektor informal. Jumlahnya meningkat dari tahun sebelumnya yang berada di level 83,34 juta. 

Dari 84,13 juta pekerja informal tersebut, di antaranya adalah prekariat. Belum ada data pasti yang menghitung jumlah prekariat. Studi yang dikutip Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat 1,23 juta pekerja gig di sektor transportasi dan 1,1 juta orang di sektor jasa lain.

Pada 19 September lalu, Jokowi pernah memperingatkan soal fenomena prekariat atau gig economy yang berpotensi menjadi tren perekonomian pada masa depan. Menurut dia, dalam gig economy, perusahaan memilih pekerja dengan sistem paruh waktu dan kontrak jangka pendek dibanding karyawan tetap. Langkah itu dilakukan perusahaan untuk mengurangi risiko ketidakpastian global. 

Namun peringatan Jokowi ini seperti memercik air di dulang, tepercik muka sendiri. Meningkatnya angka kelompok rentan miskin tak lepas dari model pembangunan ekonomi yang dipilih Jokowi dalam dua periode pemerintahannya. Jokowi melahirkan banyak kebijakan populis, misalnya dengan membagi-bagikan bantuan sosial. Konsep ekonomi untuk menyenangkan, tapi gagal mengajarkan orang menjadi kreatif.

Indikasi soal kebijakan tersebut bisa terlihat dari nilai realisasi bansos pada era Jokowi yang terbukti jauh lebih besar dibanding pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Sepanjang 2015-2023, realisasi bansos Jokowi mencapai Rp 3.319,2 triliun.

Jokowi sejak awal memang sudah merancang bansos menjadi instrumen untuk pencitraan atau menyenangkan hati masyarakat. Belakangan terkuak ada motif melanggengkan dinasti politiknya. Anggaran bansos era Jokowi melesat dari Rp 249,7 triliun pada 2014 menjadi Rp 443,5 triliun pada 2023, setahun menjelang pemilihan umum yang mengantarkan Gibran Rakabuming Raka, anak sulungnya, menjadi wakil presiden. 

Tak hanya royal membagikan bansos, kebijakan lain yang ikut memicu peningkatan kelompok rentan miskin adalah penerapan pola kapitalisme ekonomi oleh Jokowi guna memacu pertumbuhan. Dia memilih memberikan privilese kepada korporasi besar, yang membuat kesenjangan ekonomi makin lebar. Konsekuensinya, penerima manfaat pertumbuhan terbesar kebijakan ekonomi Jokowi adalah orang-orang kaya dan superkaya, yang jumlahnya hanya 10 persen. 

Undang-Undang Cipta Kerja merupakan salah satu contoh pemicu bertambahnya jumlah prekariat. Undang-undang yang sepenuhnya mengakomodasi kepentingan korporasi besar ini menghapus batasan karyawan kontrak. 

Padahal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebelumnya menyebutkan perusahaan hanya boleh membuat perjanjian kerja waktu tertentu paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Artinya, pekerja paling lama mendapat kontrak kerja tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, perusahaan wajib mengangkat pekerja sebagai karyawan tetap apabila masih ingin mempekerjakannya. Adapun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengatur pekerja paling lama dikontrak lima tahun.

Bertambahnya jumlah pekerja informal, terutama prekariat, bakal melahirkan banyak masalah. Mereka tidak memiliki pelindungan sosial, seperti asuransi kesehatan, keselamatan kerja, dan jaminan pensiun. Pendapatan mereka pun tidak stabil sehingga sulit memenuhi kebutuhan dasar setiap bulan.

Status mereka sebagai pekerja mengandung persoalan. Contohnya, para kurir di jasa pengiriman atau para pengemudi ojek online. Mereka bekerja dengan status kemitraan dengan perusahaan. Artinya, perjanjian kerja mengacu pada skema kerja sama kedua pihak. Akibatnya, mereka tidak terlindungi Undang-Undang Ketenagakerjaan lantaran hubungan mereka dianggap bukan antara pekerja dan pemberi kerja. 

Persoalan-persoalan yang menimpa kelompok prekariat jika tidak tertangani akan memicu jumlah penduduk miskin. Sulit juga berharap kondisi buruk tersebut akan bisa ditangani dengan cepat oleh Prabowo. Apalagi ada kecenderungan dia meneruskan kebijakan populis Jokowi.

Berita Lainnya