Tabrak Aturan Pengisian Jabatan

Penunjukan langsung pejabat eselon I merusak sistem merit. Etalase nyata dari rezim “suka-suka” Presiden Joko Widodo.

Tempo

Selasa, 20 Agustus 2024

PENUNJUKAN langsung pejabat eselon I di kementerian/lembaga pemerintah semestinya tidak boleh terjadi. Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya, yakni posisi setingkat direktur jenderal di kementerian atau deputi untuk kementerian koordinator dan lembaga negara, sepatutnya dilakukan melalui lelang yang transparan, bukan penunjukan diam-diam. 

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi melakukannya dua kali dalam rentang waktu satu bulan. Pada 19 Juli 2024, dia mengangkat Hokky Situngkir menjadi Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika tanpa melalui lelang. Hokky menggantikan Semuel Abrijani Pangerapan yang mundur setelah serangan ransomware ke Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya, yang melumpuhkan 282 layanan instansi pemerintah. Kemarin, Budi Arie melantik Prabu Revolusi sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik yang ditunjuk langsung untuk menggantikan Usman Kansong, yang mundur lima hari sebelumnya. Prabu adalah pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden lalu.

Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah etalase nyata dari rezim “suka-suka” Presiden Joko Widodo. Selain pengisian jabatan direktur jenderal tanpa melalui prosedur, berikutnya adalah penempatan dua wakil menteri sehingga berpotensi menyebabkan inefisiensi. Dalam reshuffle kabinet kemarin, Jokowi mengangkat Angga Raka Prabowo, orang dekat Prabowo, sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika meskipun di kementerian ini telah ada Nezar Patria di posisi yang sama. 

Eselon I adalah jabatan struktural bagi aparatur sipil negara di kementerian dan lembaga negara. Kursi ini memang bisa diisi oleh orang yang tadinya bukan ASN, tapi harus melalui lelang terbuka dan tidak bisa main tunjuk. Ada proses yang harus dilalui, dari pembentukan panitia seleksi, pengumuman terbuka, seleksi, hingga penentuan di tim penilai akhir. Budi Arie merusak prosedur tersebut dan menjadikan jabatan itu politis. 

Dalih Budi Arie bahwa penunjukan langsung direktur jenderal dan tiadanya proses lelang jabatan karena pemerintah harus segera memulihkan layanan publik terlalu mengada-ada. Sembari menunggu proses lelang jabatan berjalan, menteri bisa menunjuk pelaksana tugas untuk mengisi jabatan sementara. Toh, tugas-tugas yang lebih teknis bisa dikerjakan oleh pejabat di bawahnya. Adapun kebijakannya telah ditentukan oleh menteri.

Bagaimanapun, rekrutmen atau pengisian jabatan tinggi semestinya menggunakan sistem merit. Lelang jabatan adalah amanat Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, yang dirinci dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Pemerintah. Dengan mempromosikan seseorang secara selektif dan transparan, diharapkan akan muncul pejabat yang berkompeten dan berintegritas.

Sayangnya, rezim Jokowi merusak sistem merit. Penunjukan orang dekat atau kawan segolongan kerap terjadi. Selain tak menghasilkan pejabat yang mumpuni, cara ini menyuburkan mentalitas cari muka. Mereka yang berambisi mengejar jabatan sibuk mencari cara untuk dekat dengan penguasa, bukan dengan berlomba-lomba mencetak karya atau prestasi. 

Berita Lainnya