Batalkan Pencalonan Dharma Pongrekun
Pencatutan KTP dukungan calon independen Gubernur Jakarta terindikasi pidana. KPU mesti membatalkan pencalonan Dharma Pongrekun.
Tempo
Senin, 19 Agustus 2024
DEMI hukum dan pemilihan umum yang akuntabel, Komisi Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta mesti membatalkan pencalonan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto. Pasangan calon independen Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta ini terbukti mencatut kartu tanda penduduk warga Jakarta agar bisa lolos syarat administrasi. Pencatutan ini setidaknya melanggar tiga undang-undang.
Pertama, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang pelindungan data pribadi. Pasal 67 melarang setiap orang membuka data pribadi, menyebarkan, dan menggunakannya tanpa izin pemiliknya. Ribuan orang yang melaporkan KTP mereka dicatut untuk mendukung Dharma-Kun menjadi fakta tak terbantahkan pelanggaran pasal ini.
Kedua, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang informasi dan transaksi elektronik. Pasal 27 dan 28 UU ITE melarang transmisi serta distribusi dokumen elektronik dengan tujuan menguntungkan diri sendiri. Dharma-Kun jelas melanggar pasal ini karena ada keuntungan pribadi yang mereka dapatkan dengan mencatut KTP dukungan warga Jakarta. Dharma-Kun terindikasi melanggar pasal pencurian KTP.
Ketiga, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pemilik KTP yang dicatut oleh Dharma-Kun bisa memakai Pasal 433 tentang pencemaran nama akibat identitas pribadi mereka dicatut untuk mendukung Dharma-Kun, padahal tak pernah dengan sadar memberi dukungan.
Pelanggaran setiap pasal undang-undang tersebut punya ancaman berat. Hukumannya minimal 5 tahun penjara. Maka seharusnya bukan hanya KPU Provinsi DKI Jakarta yang membatalkan pencalonan mereka, polisi juga cukup punya alasan memeriksa keduanya karena pencurian identitas ini. Namun Dharma adalah komisaris jenderal polisi yang terakhir menjabat Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara. Biasanya polisi enggan menindak anggotanya sendiri.
Apalagi kemunculan Dharma Pongrekun menguatkan dugaan calon boneka partai penguasa dalam pemilihan kepala daerah Jakarta. Koalisi Indonesia Maju (KIM)—kumpulan partai pelayan Presiden Joko Widodo dan pendukung Prabowo Subianto—berhasrat menyapu dukungan partai untuk mengusung mantan Gubernur Jawa Barat dan politikus Partai Golkar, Ridwan Kamil.
Partai NasDem yang mendukung mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, balik badan. Partai Keadilan Sejahtera juga tertarik pada tawaran KIM. Tersisa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa. Namun PKB juga tergiur kursi kabinet di pemerintahan Prabowo sehingga berniat bergabung dengan KIM. PDIP pun terancam sendirian karena tak bisa mengajukan calon sendiri. Walhasil, Ridwan Kamil ada kemungkinan akan melawan kotak kosong.
Namun, seperti juga kemenangan telak Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang membukukan 58,15 persen suara, permainan politik kekuasaan terlalu kentara jika Ridwan melawan kotak kosong. Membuka peluang Dharma-Kun sebagai calon independen akan menyelamatkan muka partai penguasa dari tuduhan mengakali pemilu. Karena itu, Dharma-Kun, yang sebelumnya tak lolos syarat dukungan KTP, tiba-tiba mendapat 1,7 juta dukungan.
Syarat bisa lolos menjadi calon independen Gubernur Jakarta adalah mendapat dukungan minimal 618.968 suara. Sulit menepis kecurigaan KPU serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta terlibat dalam limpahan dukungan KTP yang tiba-tiba ini. Maka cara terbaik menangkis kecurigaan publik itu adalah KPU menggugurkan pencalonan Dharma Pongrekun-Kun Wardana, lalu melaporkan dugaan pencurian identitas itu ke polisi.
Dharma-Kun cocok menjadi calon boneka melawan Ridwan Kamil. Keduanya bukan tokoh populer dengan elektabilitas tinggi. Dharma terkenal di media sosial karena memberikan pernyataan-pernyataan tak masuk akal soal penyebaran virus corona sebagai konspirasi global yang dikendalikan Yayasan Rockefeller dari Amerika Serikat. Tanpa data cukup, ia menyatakan vaksin penangkal virus itu dilengkapi cip untuk mengendalikan manusia.
Gagasan keduanya tentang Jakarta tak pernah terdengar. Maka, dengan perilaku seperti itu, Dharma-Kun adalah pasangan lemah melawan Ridwan Kamil. Ridwan pun bisa menang telak dengan mudah dan mengukuhkan kekuasaan koalisi pendukung Prabowo-Gibran. Masih ada waktu bagi partai di Jakarta berkonsolidasi melahirkan calon sepadan melawan Ridwan Kamil. Dengan begitu, warga Jakarta punya pilihan calon pemimpin dan pemilu terhindar dari pembajakan demokrasi.