Salah Resep Melindungi Bisnis Lobster

Industri lobster kalah bersaing dengan Vietnam. Kementerian Kelautan malah menetapkan harga terendah yang menyulitkan petani.

Tempo

Rabu, 3 April 2024

KEBIJAKAN Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menetapkan harga terendah benih lobster di tingkat nelayan seolah-olah menunjukkan niat pemerintah melindungi nelayan. Harga minimal Rp 8.500 per kilogram itu berada di atas harga pokok produksi. Namun bukan itu masalah tata niaga industri lobster di Indonesia hari ini. 

Harga terendah benih bening lobster itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24 Tahun 2024 pada 25 Maret 2024. Menteri Trenggono mengklaim harga minimal itu sudah menimbang biaya variabel produksi, biaya tetap produksi, dan keuntungan nelayan. Harga patokan itu akan dievaluasi setiap enam bulan.

Persoalannya, sampai hari ini nelayan kita tak punya masalah dengan harga jual benih lobster. Peminat benih lobster sangat besar, yakni ekspor gelap ke Vietnam. Negara itu butuh benih lobster untuk dibudidayakan menjadi lobster dewasa yang harga jualnya ribuan kali lipat di pasar Cina. Ikut dalam pasar gelap akan membuat petani kita untung. 

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, harga benih bening lobster saat ini Rp 10-42 ribu per ekor. NTB merupakan penghasil benih lobster terbesar di Indonesia. Harga ekspor benih lobster naik karena permintaan di pasar gelap ke Vietnam yang terus meningkat.

Namun pasar gelap adalah cara instan meraup untung yang tidak berkelanjutan. Karena itu, insentif untuk mengembangkan potensi besar nilai ekonomi lobster bukan dari harga, melainkan dari industri budi dayanya.

Sebelum membuat kebijakan harga patokan terendah, pemerintah hendak memaksa Vietnam berinvestasi dalam industri budi daya lobster di sini untuk memutus mata rantai pasar gelap anakan lobster. Sebab, bertahun-tahun ekspor anakan lobster dilarang, toh, perdagangan ke Vietnam selalu bisa lolos.

Pemerintah punya banyak pengalaman memaksa pemodal asing berinvestasi di pengolahan sumber daya alam di Indonesia. Pada investasi nikel, misalnya, pemerintah memberi beragam insentif agar pemodal mendatangkan uangnya ke sini sehingga komoditas alam itu punya nilai jual lebih setelah diolah.

Mematok harga benur justru mempersulit budi dayanya di dalam negeri. Petani lokal makin kesulitan mencari bahan baku yang harganya melambung akibat permintaan tinggi di pasar luar negeri. Tanpa insentif serta dukungan yang memadai dari pemerintah, para petani makin terjepit karena penetapan harga terendah benih lobster yang membuat mereka kalah bersaing dengan pedagang gelap.

Jadi, ada baiknya pemerintah mengurangi kebiasaan mengintervensi pasar terlalu dalam dengan mengatur-atur harga komoditas. Cara terbaik mendorong industri ini adalah menciptakan ekosistem bisnis budi daya lobster lebih kuat. 

Jika pemerintah gagal memaksa Vietnam dan investor negara lain menanamkan modalnya di sini, lebih baik mengarahkan kebijakan pada pengembangan budi daya lobster di dalam negeri. Dengan begitu, komoditas ini punya nilai jual lebih dan mampu bersaing dengan lobster negara lain.

Berita Lainnya