Kritik untuk Bangsa Pelupa

Putu Wijaya memainkan monolog terbarunya dalam acara Bengawan Solo Festival.

Kamis, 7 September 2006

Di ruang tempat pembuatan batik, pria berpakaian hitam-hitam duduk di kursi malas. Kepalanya diikat sobekan kain spanduk seperti seorang pencalang. Di kanan-kirinya, kompor kecil membakar malam, bahan pembuat batik.

Pria itu bukanlah saudagar batik yang sedang menunggui pegawainya menyelesaikan pekerjaan. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Smar, bukan Semar, meski sama-sama berasal dari Kampung Tumaritis, yang dikenal di dunia pewayangan.

Smar yan

...

Berita Lainnya